INDONESIA

Akankah Media Baru Bisa Memenangkan Persaingan Pemilu di Malaysia?

"Akhir pekan ini, warga Malaysia akan memilih untuk Pemilu yang diperkirakan jadi Pemilu paling ketat sejak kemerdekaannya."

Clarence Chua

Akankah Media Baru Bisa Memenangkan Persaingan Pemilu di Malaysia?
Pemilu Malaysia, Pemilu Media Sosial Malaysia, Malaysia online, Pemilu online

Akhir pekan ini, warga Malaysia akan memilih untuk Pemilu yang diperkirakan jadi Pemilu paling ketat sejak kemerdekaannya.

Para pengamat mengatakan, Pemilu kali ini jadi ancaman bagi kekuatan koalisi yang berkuasa di Malaysia.

Di Pemilu tahun 2008, kampanye di dunia maya adalah kunci bagi kelompok oposisi yang berhasil memenangkan 5 dari 13 negara bagian dan menafikkan posisi mayoritas koalisi Barisan Nasional.

Kali ini, Internet jadi medan pertempuran politik yang baru – Perdana Menteri Najib Razak pun menyebut ini sebagai Pemilu sosial media pertama di Malaysia.

Alexandria Lok adalah mahasiswa berusia 22 tahun di Kuala Lumpur.

Seperti kebanyakan anak muda Malaysia seusianya, dia sangat tergantung dengan internet.

“Pada dasarnya semua informasi dan pemahaman saya berasal dari Facebook. Karena media baru itu gratis, kita jadi ingin menggunakannya terus menerus. Saya banyak membaca media sehingga saya percaya karena saya melihat latar belakangnya dan banyak sumber soal itu. Semua teman-teman saya dapat informasi hanya dari media baru tersebut. Saya kira mereka sudah lama tak baca koran.”

Perusahaan media tradisional di Malaysia dikendalikan oleh partai politik dari koalisi Barisan Nasional yang berkuasa.

Dan media ini hampir pasti mendukung koalisi yang berkuasa, kata Tam Chi Mei, dosen jurnalistik di Monash University Malaysia.

“Anda melihat kontrol dari koalisi ini sangat kuat. Surat kabar yang semula netral, lantas berubah jadi mendukung sang pemilik. Ini jadi bentuk dukungan bagi Koalisi Barisan Nasional, koalisi yang berkuasa saat ini. Anda dapat melihat lebih banyak cerita soal kampanye mereka, cerita mereka, dan ini menyisakan sedikit, atau bahkan tidak ada, ruang bagi kelompok oposisi untuk menyampaikan pesan mereka kepada publik yang tak punya akses internet.”

Saat ini lebih dari 60%  warga Malaysia terhubung dengan internet – dan ini jumlahnya tiga kali lipat lebih banyak ketimbang saat Pemilu tahun 2008.

Hampir separuh dari 28 juta populasi Malaysia punya akun Facebook --- jumlah ini hampir setara dengan jumlah pemilih yang terdaftar.

Ahmad Kamal adalah konsultan media sosial dari Politweet Enterprise, sebuah perusahaan yang mencermati kaitan politik serta Facebook dan Twitter.

Kata dia, kedua koalisi politik ini berharap bisa memanfaatkan generasi baru pengguna media internet di Pemilu kali ini.

“Barisan Nasional sedang memanfaatkan penggunaan  Facebook dan Twitter. Tapi saya kira persoalannya adalah  bagaimana mereka menggunakan kedua media sosial tersebut. Anda tak punya pendukung yang berinteraksi dengan pemilik Facebook, untuk membangun hubungan dan memenangkan dukungan. Sebaliknya, mereka hanya membanjiri Facebook dengan artikel atau informasi terbaru mengenai kegiatan para politisi. Ini berbeda dengan apa yang dilakukan oposisi, Pakatan Rakyat. Mereka mungkin tidak punya banyak uang untuk membayar orang, tapi Pakatan memiliki basis pendukung yang sangat kuat. Mereka bisa meluangkan waktu untuk mendekati publik dan mengubah pola pikir mereka.”

Di Pemilu 2008, pihak oposisi tidak diperbolehkan mengakses ke media tradisional yang dikontrol pemerintah.

Sejak itu kelompok oposisi memastikan kehadiran mereka di dunia maya, dengan memanfaatkan pertumbuhan laman berita, live streaming untuk aktivitas dan kampanye politik serta pembuatan aplikasi telfon pintar untuk melacak kegiatan kampanye.

Tapi di saat yang sama, Koalisi Barisan Nasional memperkuat cengkeramannay di media tradisional  -- mulai dari koran, papan reklame pinggir jalan, iklan di angkutan umum sampai kampanye online.

Tapi dosen Tam Chi Mei mengatakan banyak warga Malaysia yang terganggu dengan cara ini.

“Menurut pendapat saya iklan dari Barisan Nasional sangat berbahaya. Mereka menyebarkan ketakutan di tengah masyarakat. Mereka berangkat dari berbagai tuduhan yang tak berdasar dengan mengasosiasikan suara untuk partai politik tertentu dengan peningkatan HIV/AIDS misalnya. Koalisi ini tampaknya menggunakan trik kuno lagi.”

Meski ada iklan-iklan yang menyeramkan itu, pemilih muda seperti Alexandria Lok sudah bulat dengan pilihannya.

“Saya kira iklan itu tidak bisa mempengaruhi saya dalam memilih partai. Saya percaya orang Malaysia sudah cukup matang untuk tidak membuat keputusan yang salah.”


  • Pemilu Malaysia
  • Pemilu Media Sosial Malaysia
  • Malaysia online
  • Pemilu online
  • Clarence Chua

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!