Birokrasi dan korupsi di negeri ini seolah seperti satu keping mata uang, keduanya tak terpisahkan. Para birokrat yang memiliki kuasa mencari pundi-pundi untuk mempertebal kantong pribadi. Hal ini pasti disadari oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang tengah pontang-panting memerangi budaya korupsi para birokrat di Ibu Kota Jakarta
Bobroknya, polah birokrat di pusat negara ini terungkap jelas dari pemaparan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Rabu lalu (30/10). Lembaga ini menemukan “anggaran siluman” mencapai Rp 1,471 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2012 di era Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Anggaran itu sekitar empat persen dari total APBD 2012 sebesar Rp 36 triliun lebih.
Anggaran siluman itu tersebar di empat dinas yang memiliki anggaran besar dalam APBD. Dinas itu adalah Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan dan Dinas Kesehatan. Ini sungguh ironi, karena keempat dinas itu adalah instansi yang berkaitan langsung dengan kepentingan publik!
Anggaran “tak jelas” di APBD DKI Jakarta itu bukan main-main, sungguh fantastis! Jumlah itu lebih besar dari APBD di kota-kota di Indonesia. Misalnya saja Kota Solo, Jawa Tengah, yang pernah dipimpin oleh Jokowi. Di kota itu, APBD 2013-nya ‘hanya’ Rp 1,376 triliun. Jumlah itu masih kurang 95 miliar jika dibandingkan dengan “anggaran siluman” di APBD DKI Jakarta!
Mengapa ini bisa terjadi? Tak lain karena kelihaian para birokrat nakal ‘memainkan’ kekuasaan yang mereka miliki. Saking lihainya, bahkan dua pekan lalu Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang terkenal tegas itu mengaku kecolongan dalam penyusunan APBD. Ia mengungkap, ada anggaran yang tidak perlu dimasukkan dan sudah ia coret, ternyata dimasukkan kembali setelah dibahas bersama DPRD.
Kita melihat betapa sulit dan peliknyanya memberantas korupsi para birokrat di Ibu Kota Jakarta. Dan, tak terbayang oleh kita disini, bagaimana memberantas korupsi para birokrat pemerintahan daerah di luar Jakarta yang minim pantauan publik. Kondisi inilah yang menjadikan keteladanan pemimpin menjadi prasyarat utama ‘membersihkan’ korupsi di birokrasi pemerintahan daerah.
Langkah cepat-tegas duet Jokowi-Ahok dalam ‘mengamankan’ APBD, yang sejatinya milik publik, harus diapresiasi dan ditiru. Pemda DKI tahun depan berencana menerapkan sistem penganggaran elektronik (e-budgeting) dan transaksi keuangan nontunai. Dengan demikian permainan anggaran di dalam APBD akan dibasmi. Bahkan, kemarin, Ahok menyatakan, Pemda DKI akan mewajibkan para pejabatnya melaporkan harta kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jika mereka menolak, sanksi tegas seperti pembatalan penaikan pangkat dan pencopotan jabatan diberlakukan.
Akhirnya, kita berharap banyak pemimpin daerah mau meneladani kepemimpinan Jokowi-Ahok dalam ‘mengamankan’ APBD. Kita yakin, dengan sikap pemimpin seperti itu, “anggaran siluman” di APBD yang sudah mendarah daging dalam sistem birokrasi kita perlahan tapi pasti akan terkikis.
Anggaran Siluman di Birokrasi Pemda
Birokrasi dan korupsi di negeri ini seolah seperti satu keping mata uang, keduanya tak terpisahkan. Para birokrat yang memiliki kuasa mencari pundi-pundi untuk mempertebal kantong pribadi.

EDITORIAL
Jumat, 01 Nov 2013 09:29 WIB


anggaran, birokrasi, pemda, korupsi
Kirim pesan ke kami
WhatsappBerita Terkait
Recent KBR Prime Podcast
Bedah Prospek Emiten Energi dan EBT
Google Podcasts Ditutup Tahun Depan
Kabar Baru Jam 7
30 Provinsi Kekurangan Dokter Spesialis
Kabar Baru Jam 8