EDITORIAL

Gusur

"Warga yang dianggap ilegal menempati tanah yang dianggap punya negara. Semua sama-sama merasa berhak. Pemprov sebetulnya sudah menyediakan opsi rumah susun sebagai pengganti tempat tinggal."

KBR

Penggusuran di Kampung Pulo Jakarta Timur. (Ninik/KBR)
Penggusuran di Kampung Pulo Jakarta Timur. (Ninik/KBR)

Pemprov Jakarta hari ini akan kembali menggusur Kampung Pulo. Lokasinya ada di tepi Kali Ciliwung. Pemerintah berniat membuat trase atau jalan inspeksi untuk normalisasi kali. Langkah ini ditolak warga, bentrok kemarin tak terhindarkan. Warga dan aparat sama-sama terluka. Yang rugi adalah kedua belah pihak.

Gusur menggusur sempat erat dengan wajah kota Jakarta. Warga yang dianggap ilegal menempati tanah yang dianggap punya negara. Semua sama-sama merasa berhak. Pemprov sebetulnya sudah menyediakan opsi rumah susun sebagai pengganti tempat tinggal. Tapi yang namanya penggusuran, selalu memancing pro dan kontra.

Rumah adalah salah satu hak bagi warga negara. Kalaupun warga menempati tanah yang sedianya milik negara, maka pemerintah mestinya tetap melakukan pendekatan persuasif. Bagaimana pun, ada yang sudah puluhan tahun tinggal di sana. Artinya, ada pembiaran. Dan yang membiarkan ya pejabat negara itu sendiri.

Karenanya, menggusur bukan pendekatan yang tepat. Sudah rahasia umum kalau ada duit di balik penggunaan tanah negara untuk ditinggali. Dan lagi-lagi, yang terjadi adalah pembiaran. Beda dengan tanah yang dimiliki para penggede atau mereka yang berduit; banyak yang aman dari penggusuran padahal sama bersalahnya dengan tinggal di ats tanah negara.

Ditambah lagi, normalisasi kali pun bukan jawaban yang jitu untuk mengatasi banjir di Jakarta – sebuah mantra yang selalu disebut Pemerintah saat menggusur. Padahal banyak penelitian yang menyebut kalau banjir di Jakarta lebih disebabkan karena penurunan tanah yang mencapai 3-5 senti per tahun. Dan ini disebabkan oleh pengisapan air tanah secara besar-besaran atas nama pembangunan kota.

Jadi makin terang benderang kalau menggusur bukan jawaban atas persoalan. Dan menggusur bukan pendekatan yang tepat. Sementara membujuk warga untuk pindah sukarela juga butuh waktu yang lama. Kuncinya satu: kemauan. Perlu duduk bersama dan cari solusi yang tepat tanpa merugikan salah satu pihak. 


  • penggusuran
  • kampung pulo
  • Kali Ciliwung

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!