NASIONAL
Di Mahkamah Rakyat, Pengacara Publik Sebut Jokowi Manipulasi Sejarah Pelanggaran HAM
Presiden Joko Widodo disebut memanipulasi sejarah dengan memberikan jabatan terhormat kepada para terduga pelaku pelanggaran HAM berat.
KBR, Jakarta - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan menilai Presiden Joko Widodo memanipulasi sejarah dengan memberikan jabatan terhormat kepada orang-orang yang terduga terlibat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
“Mengangkat Prabowo Subianto terduga pelaku penghilangan aktivis pada 1997-1998 menjadi Menteri Pertahanan dan diberikan pangkat istimewa jenderal TNI kehormatan terhadap orang tersebut. Tergugat (Jokowi) bahkan diduga terlibat dalam kongsi licik untuk memenangkan yang bersangkutan yang berpasangan dengan anak kandungnya dalam kontestasi Pilpres 2024,” tegas Fadhil dalam paparannya pada Pengadilan Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Jakarta, Selasa (25/6/2023).
Fadhil mengatakan Jokowi juga mengangkat Untung Budiharto bekas Tim Mawar yang menjadi panglima Kodam Jayakarta. Selain itu, kata Fadhil, Jokowi juga memberikan bintang jasa kepada Eurico Guterres yang merupakan pelaku pelanggaran HAM berat di Timor Leste.
Baca juga:
- Mahkamah Rakyat Luar Biasa Panggil Presiden Jokowi Minta Pertanggungjawaban
- PDIP Apresiasi Mahkamah Rakyat Luar Biasa Adili Nawadosa Jokowi
Menurut Fadhil, Jokowi membohongi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu serta gagal untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Selama tergugat memimpin pemerintahan, tidak ada satupun kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu yang dituntaskan secara serius, yang berorientasi keadilan substantif bagi korban dan keluarganya,” ujar Fadhil.
Fadhil menyebut, Jokowi hanya menawarkan langkah-langkah penyelesaian yang mengarah pada pemutihan korban, untuk kepentingan para pelaku pelanggaran HAM berat.
“Pelaku justru sekarang menikmati privilege politik dengan menduduki jabatan publik yang strategis. Hal tersebut jelas merupakan upaya sistematis untuk melanggengkan impunitas karena aspek akuntabilitas dan juga partisipasi korban dan keluarga tidak mendapatkan tempat,” kata Fadhil.
Fadhil menambahkan, Jokowi tidak memiliki keinginan politik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat secara ideal.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!