SAGA
"Komnas Pengendalian Tembakau mencoba terobosan edukasi dengan menggelar balapan belanja (shopping race) sebagai kampanye untuk mengurangi konsumsi rokok"
Peserta Balap Belanja berkumpul di depan Pasar Modern Bintaro. (KBR/ Nafisa)
KBR, Jakarta - Kampanye untuk menekan konsumsi rokok gencar dilakukan. Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pengeluaran masyarakat per bulan untuk rokok justru naik 7% pada 2022. Kondisi ini mengharuskan kalangan anti-rokok putar otak, menciptakan berbagai terobosan dalam mengedukasi masyarakat.
Salah satunya dilakukan Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT), 8 Juni 2023 lalu dengan menggelar balapan belanja atau shopping race. Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan, Banten menjadi lokasinya dengan ibu-ibu sebagai target sasaran edukasi. Jumlahnya sekitar 40 orang.
Para ibu ditantang membelanjakan uang Rp100 ribu untuk membeli pangan bergizi dalam tempo 30 menit.
Ketua panitia kampanye kreatif Komnas PT, Taufik Hidayat, tema yang diangkat adalah "Daripada Beli Rokok, Mending Beli Kebutuhan Pokok".
"Tentunya, the power of emak-emak, untuk berbelanja kebutuhan pokok yang sehat. Kita berikan uang Rp100 ribu yang dianalogikan uang belanja rokok. Kalau harga (rokok) Rp15-20 ribu per bungkus, mungkin 5-7 hari ya, dengan uang itu, ibu-ibu bisa belanja makanan sehat lho,” jelas Taufik.
Saat shopping race, para ibu mengenakan celemek kuning dan menenteng tas belanja yang juga berwarna kuning. Begitu balapan dimulai, mereka langsung menyebur kios-kios pedagang. Dalam hitungan menit, para ibu berpindah dari satu lapak ke lapak lain, membeli bahan pangan, seperti sayur, telur, ikan, dan daging
Baca juga:
Kerugian Nyata Polusi Udara, yang Kentara dan yang Tak Kasat Mata (Bagian 1)
Kerugian Nyata Polusi Udara, yang Kentara dan Yang Tak Kasat Mata (Bagian 2)
Para peserta balapan belanja Komnas Pengendalian Tembakau mendengarkan arahan lomba dari panitia di Pasar Modern Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis (8/6/2023) . (KBR/ Nafisa)
Edukasi mesti gencar dilakukan untuk mengubah gaya hidup masyarakat. Sebab, konsumsi rokok ternyata melampaui kebutuhan penting lainnya.
“Orang lebih mudah membelikan rokok, nomor dua setelah beras. Itu sangat mengerikan. Harusnya kita bisa beli telur, daging, susu, sayuran, dan buah-buahan,” ungkap Taufik.
Para ibu menjadi sasaran kampanye karena berperan sentral dalam urusan dapur dan keuangan.
“Memang presidennya suaminya, tapi yang tahu tentang asupan makanan di rumah, yang masak, biasanya kan ibu-ibu. Kita menargetkan ibu-ibu karena perannya di rumah dan di masyarakat” terang Taufik
Mereka juga diedukasi tentang jenis-jenis makanan bernutrisi. Kata Taufik, shopping race bukan mencari yang tercepat tetapi yang paling tepat dalam berbelanja.
“Kadang-kadang mereka belinya karbo, karbo aja. Protein, protein aja. Pada hari ini, mereka terinformasi bahwa ini lho makanan yang bagus, A, B, C, D, E yang harus dibeli. Karena ibu-ibu itu kan menteri kesehatan,” ujarnya.
Baca juga: Dilema Perajin Tahu di Sidoarjo Tinggalkan Sampah Plastik
Para ibu mendatangi lapak di pasar untuk berbelanja bahan makanan sehat. (KBR/ Nafisa)
Dampak buruk rokok
Evi, salah satu peserta, antusias mengikuti shopping race karena sadar akan bahaya rokok. Suaminya sudah bertahun-tahun merokok hingga jatuh sakit. Meski begitu, mengubah kebiasaan bukanlah perkara mudah.
“Waktu suami sakit mau nggak mau tidak merokok. Setelah sembuh, dicoba baru 2 bulan, tidak bisa (berhenti). Dicoba makan permen tetap nggak bisa. Sempat merokok sebungkus itu bisa dua hari. Tapi berjalan cuma sampai 5 bulan. Habis itu sehari sebungkus,” kata Evi.
Anak Evi yang berusia 23 tahun juga merokok. Ia tak jemu mengingatkan sang anak untuk berhenti merokok.
“Nongkrong di kafe pasti rokoknya bisa sehari dua bungkus. Saya juga menyarankan anak saya lebih baik uangnya ditabung,” imbuhnya.
Lain dengan Fauziah. Peserta shopping race ini lega karena ketiga anaknya bukanlah perokok.
“Sempat anak yang guru SMA itu merokok. Setelah menikah disuruh berhenti sama istrinya, alhamdulillah bisa, sampai sekarang udah 3 tahunlah. Yang dua (anak) tuh memang nggak merokok, saya didik nggak boleh, jangan kayak papa, alhamdulillah bisa semua,” ujarnya.
Baca juga: Diseminasi Hasil Riset: Kenaikan Cukai dan Harga Kurang Efektif
Fauziah (62), peserta balapan belanja ikut mendukung gerakan pengendalian tembakau. (KBR/ Nafisa)
Fauziah patut khawatir karena mendiang suaminya meninggal karena kanker yang disebabkan oleh merokok. Perempuan 62 tahun ini kerap meminta sang suami berhenti mengkonsumsi tembakau, tapi tidak digubris.
"Saya yang kasih (uang). Diatur, marah kalau nggak dibeliin. Sampai bilang, kalau nggak punya uang, nanti rumah ini jual aja, kita pulang ke Cirebon, katanya. Saya marah, masa sampai jual rumah (buat) beli rokok," kenang Fauziah.
Pengalaman pahit inilah yang membuat Fauziah bersemangat terlibat dalam kampanye anti-rokok, seperti yang dilakukan Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT).
Taufik Hidayat dari Komnas PT mengapresiasi dukungan dari para ibu peserta shopping race. Harapannya, kampanye kreatif semacam ini punya dampak berkelanjutan.
“Kami senang sekali dan berharap ada impact-nya. Jadi selain masalah dari rokok, ibu-ibu tahu ternyata kandungan gizi yang harus dibeli itu apa. Beli yang sehat, yang bagus, yang sesuai isi piringku atau 4 sehat 5 sempurna.” pungkas Taufik.
Editor: Ninik Yuniati