NUSANTARA

Perjuangkan Ruang Hidup Satwa Liar Lewat Seri Dokumenter 'Berbagi Ruang'

WWF Indonesia meluncurkan seri dokumenter bertajuk "Berbagi Ruang" sebagai aksi menyuarakan hak satwa liar

AUTHOR / Cornelia Wendelina

EDITOR / Ninik Yuniati

Peluncuran Dokumenter Berbagi Ruang
Peluncuran Dokumenter Berbagi Ruang

KBR, Jakarta - Satwa liar berhak atas ruang hidup yang bisa berdampingan dengan manusia. Isu ini dikampanyekan melalui seri dokumenter bertajuk "Berbagi Ruang" yang diproduksi World Wildlife Fund (WWF) Indonesia bersama Kite Entertainment.

Dokumenter tersebut mengisahkan perjalanan warriors atau para pejuang WWF, yaitu aktor sekaligus produser eksekutif Chicco Jerikho, aktris Aurelie Moeremans, dan aktor Ganindra Bimo menelusuri habitat Gajah Sumatra di Aceh.

Chicco mengaku, "Berbagi Ruang" dilatari kegelisahannya terhadap konflik antara manusia dengan gajah yang marak selama sepuluh tahun terakhir. 

“Kami ingin berbagi ruang, bukan hanya sebagai narasi tapi akan menjadi aksi jangka panjang untuk menemukan solusinya,” jelas Chicco yang juga co-founder Kite Entertainment ini, saat acara peluncuran episode perdana "Berbagi Ruang" di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (11/8/24).

Aditya Bayunanda, CEO WWF Indonesia, mengapresiasi inisiatif para warrior WWF melestarikan satwa liar melalui dokumenter "Berbagi Ruang".

“Indonesia dianugerahi kekayaan sumber daya alam, biodiversity , termasuk rumah gajah, harimau, orang utan, badak, yang sekarang ini ruang hidupnya sudah berhimpitan dengan ruangnya manusia. Jadi perlu bagi kita untuk belajar hidup berdampingan dan bersama-sama menjaga kelestarian. Karena dampaknya tidak hanya buat generasi kita, tapi juga yang akan datang,” kata Aditya.

Aditya bilang, butuh upaya besar dan kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat hingga LSM, untuk mewujudkan kehidupan harmonis bersama satwa liar. 

“Ini pekerjaan yang sulit, tapi kami punya keyakinan bahwa semua ada solusinya,” ucapnya.

Baca juga: Pelepasliaran Satwa, Mengantar Kukang Kembali ke Alam

red

Konflik antara Gajah dan Manusia

Hutan-hutan di Aceh merupakan salah satu wilayah yang menjadi rumah bagi Gajah Sumatra. Namun, kini habitat mereka kian tergerus, imbas alih fungsi lahan, pembalakan liar, hingga pengelolaan kawasan budidaya. Jalur jelajah para gajah hilang dan berujung pada konflik dengan manusia.

Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, selama 2016-2020 ada 38 kasus kematian gajah. Sebanyak 74 persen kematian gajah disebabkan konflik dengan manusia.

Saat ini, gajah dianggap sebagai hama karena kerap merusak tanaman. Akibatnya, banyak gajah yang mati tersetrum pagar listrik yang dibuat warga.

Desa Karang Ampar, Kabupaten Aceh Tengah, adalah salah satu wilayah yang sering berkonflik dengan gajah dan turut disorot dalam dokumenter "Berbagi Ruang".

“Setiap kawanan gajah masuk ke desa, kami mendapat laporan dari masyarakat yang punya kebun,” ungkap Muslim, Ketua Tim Pengamanan Flora Fauna (TPFF) Karang Ampar, saat acara peluncuran episode perdana Berbagi Ruang di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (11/8/24).

Muslim bertugas menggiring gajah-gajah yang masuk ke perkebunan di Desa Karang Ampar agar kembali ke hutan.

Selain Desa Karang Ampar, "Berbagi Ruang" menjelajahi permukiman lain, seperti koridor Peusangan, Desa Pantan Lah dan Desa Negeri Antara di Aceh.

Para warrior WWF, Chicco Jerikho, Aurelie Moeremans, dan aktor Ganindra Bimo menelusuri langsung kisah-kisah Gajah Sumatra di Aceh dan dampak yang dirasakan masyarakat sekitar.

“Kami ingin menggambarkan bagaimana masyarakat, terutama yang tinggal di daerah rawan konflik, terkena imbasnya. Rumahnya rubuh, perkebunannya hancur. Memang kita sebagai manusia yang harusnya melindungi mereka [gajah], tapi kita tidak boleh saling menyalahkan. Kita harus bersama-sama menyelesaikan apa yang terjadi saat ini,” ujar Chicco.

red

Semua Punya Peran

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hindup Indonesia (WALHI) Aceh, Ahmad Shalihin menyayangkan minimnya peran yang diambil pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik antara satwa liar dan manusia.

“Selama ini ketika berbicara interaksi negatif antara satwa dan manusia, pemerintah daerah merasa itu kewenangan pemerintah pusat atau provinsi. Sementara banyak ruang yang bisa diambil pemerintah daerah,” ujar Ahmad di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (11/8/24).

Karenanya, WALHI Aceh terus mengadvokasi kebijakan untuk melindungi satwa liar. Selain pemerintah, kata Ahmad, sektor swasta juga bisa turut ambil peran.  

"Harapannya kampanye 'Berbagi Ruang' menjadi alat pendorong bagi para pihak yang selama ini belum mau terlibat, bisa ikut terlibat, bahwa benar ini kondisi nyata yang semua pihak harus ikut berkontribusi untuk penyelesaian jangka panjang," jelasnya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!