OPINI
Damai Palsu
Lantaran salah satu poin deklarasi menyepakati agar para pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali oleh pihak-pihak manapun.
AUTHOR / KBR
Sulit memahami niat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto . Sekonyong-konyong publik disuguhi sebuah ‘deklarasi damai’ untuk peristiwa pelanggaran berat HAM Talangsari, Lampung. Rupanya deklarasi itu telah ditanda-tangani pada 20 Februari lalu dalam sebuah pertamuan antara Tim Terpadu Kemenkopolhukam dengan pemerintah daerah, Ketua DPRD Lampung Timur, Forkompimda Lampung Timur, tokoh masyarakat, dan perwakilan warga.
Tidak banyak pihak yang tahu soal pertemuan itu. Pun mereka yang tahu, sama sekali tidak menduga ujungnya adalah ‘kesepakatan damai’. Termasuk korban peristiwa Talangsari yang belakangan justru merasa, lagi-lagi, mesti kecewa. Ini lantaran salah satu poin deklarasi menyepakati agar para pelaku, korban, dan keluarga korban menyepakati agar peristiwa tersebut tidak diungkap kembali oleh pihak-pihak manapun.
Poin lain dalam deklarasi adalah masyarakat melalui wakilnya di DPRD telah menyatakan sikap untuk tidak memperpanjang kasus ini berdasarkan surat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor: 170/32/XII/SK/DPRD-LTM/2000 tentang peristiwa Talangsari Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
Deklarasi juga memuat poin soal upaya pemenuhan hak-hak yang telah dilakukan mulai dari pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi dan proses penanganan dalam bentuk pemenuhan hak-hak dasar korban dan keluarga korban.
Masih ada suara korban yang menolak kesepakatan itu. Masih ada korban yang mengaku tidak dilibatkan. Jadi deklarasi damai ini antarsiapa? Bukankah deklarasi sepihak ini justru merampas hak mendapat keadilan bagi korban? Setelah 30 tahun peristiwa berlalu, Kita mempertanyakan niatan di balik lahirnya deklarasi damai yang palsu dan tak berkeadilan ini.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!