Prabowo dinilai masih mempertahankan kebijakan-kebijakan yang bersifat arogan tanpa memedulikan lingkungan dan hak hidup masyarakat.
Penulis: Shafira Aurel
Editor: Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat (Kalbar) memprediksi kondisi lingkungan hidup bakal makin terancam di era pemerintahan Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Hendrikus Adam menilai Prabowo masih mempertahankan kebijakan-kebijakan yang bersifat arogan tanpa memedulikan lingkungan dan hak hidup masyarakat.
Beberapa kebijakan yang dinilai merugikan dan bermasalah yakni ekspor pasir laut, perdagangan karbon, perluasan Proyek Strategis Nasional (PSN), serta keinginan untuk menambah areal lahan sawit di tanah air.
"100 hari (kerja) Prabowo melanjutkan perusakan lingkungan. Karena kalau kami lihat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Jokowi yang berkontribusi terhadap perusakan lingkungan dan perampasan hak hidup rakyat itu belum ada sama sekali yang dikoreksi," ujar Adam dalam konferensi pers 'Tinjauan Lingkungan Hidup 2025', Kamis (16/1/2025).
"Tadi pertama PSN itu jelas terbukti bencananya menjadi berlipat ganda, lalu food estate program yang jelas-jelas gagal dan sekarang Prabowo malah melanjutkan bahkan memperluas skalanya," ucapnya.
Adam menuding tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memperbaiki beragam kerusakan yang telah dilakukan.
Padahal menurutnya, kondisi lingkungan di tanah air saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.
"Ini kan sudah semakin parah. Kami lihat saja banyak bencana yang ditimbulkan, banjir lah, longsor lah. Pemerintah mau diam saja," tanya dia.
Adam khawatir laju deforestasi dan degradasi lingkungan makin meningkat selama kepemimpinan Prabowo.
WALHI mencatat pada tahun 2023, Indonesia telah kehilangan 290 ribu hutan primer, 55 pulau kecil tercemar akibat kegiatan tambang dan batu bara, dan 3.197 desa pesisir tercemar limbah tambang.
Konflik agraria di 2023 terjadi sebanyak 346 dengan luas sekitar 638 ribu hektare yang melibatkan 135 ribu keluarga.
Sebelumnya, Ketua Delegasi Indonesia untuk COP29 Hashim Djojohadikusumo mengatakan Prabowo akan melanjutkan komitmen pemerintahan sebelumnya dalam mengatasi krisis iklim.
Adik dari Prabowo itu membantah tudingan program lumbung pangan atau food estate bakal meningkatkan laju deforestasi. Dia berdalih, dampak program tersebut bakal dimitigasi.
Menurut Forest Wacth Indonesia, deforestasi secara harfiah dapat diartikan sebagai kehilangan hutan. Istilah deforestasi mulai populer ketika muncul program reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang dimunculkan dalam COP 13 di Bali tahun 2007.
Hashim yang merupakan Utusan khusus Presiden untuk Energi dan Lingkungan, menjanjikan 12,7 juta hektare hutan yang rusak bakal ditanami kembali. Ia beralasan, pengembangan food estate dilandasi kebutuhan untuk menjamin ketahanan pangan nasional.
"Di saat ketahanan pangan mulai mengalami kemajuan, terdapat miskonsepsi bahwa Indonesia membabat hutan untuk program ini. Kami ingin pastikan bahwa kami akan menanam kembali dan merevitalisasi, hutan kami yang rusak. Kami siap memitigasi dampak dari apa yang disebut deforestasi oleh komunitas internasional. Bahwa berdasarkan perjanjian yang ada, Indonesia sebagai negara yang mempunyai prioritas terhadap ketahanan pangan sangat tinggi," kata Hashim dalam pidatonya ketika membuka paviliun Indonesia di Konferensi Iklim ke-29 atau COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Hashim menegaskan, Indonesia akan mempertegas komitmennya untuk memenuhi perjanjian mitigasi iklim.
Baca juga:
- Kaji Ulang Rencana Pembukaan 20 Juta Hektare Hutan
- Menteri LHK: Penebangan Hutan Secara Liar Jadi Ancaman Besar Indonesia