NASIONAL

RKUHP, Sosialisasi Minim Partisipasi

Aliansi menganggap sosialisasi RKUHP yang dilakukan pemerintah hanya searah, tanpa memperhatikan prinsip partisipasi bermakna atau meaningful participation.

AUTHOR / Resky Novianto

RKUHP
Aksi Aliansi Nasional RKUHP mengkritik dialog RKUHP yang hanya formalitas, di Jakarta, Selasa (23/8/2022). (Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga)

KBR, Jakarta - Pemerintah pekan ini menggelar kickoff sosialisasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) ke masyarakat.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan sosialisasi dilakukan secara masif guna mendiskusikan RKUHP. Menurutnya, dialog juga sudah dilakukan di parlemen, kantor pemerintah, kampus, dan di daerah-daerah.

"Alhamdulillah saat ini kita sudah menghasilkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang relatif siap untuk segera diundangkan. Selama 59 tahun kita juga terus membahas dan merancang RKUHP ini melalui tim yang silih berganti dan mendapat arahan dari politik hukum dari tujuh presiden sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk segera diberlakukan,"ujar Mahfud dalam Acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP yang disiarkan secara daring, Selasa (23/8/2022).

Mahfud mengklaim RKUHP sudah siap disahkan dan diundangkan. Meski begitu, Mahfud mengatakan sosialisasi RKUHP akan terus disosialisasikan ke masyarakat sesuai mandat Presiden Joko Widodo pada awal Agustus lalu.

Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna Laoly mengakui ada perbedaan dalam memahami aturan di RKUHP. Meski begitu ia mengapresiasi partisipasi masyarakat dalam proses pembahasan RUU itu.

"Perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan RUU KUHP, tentunya merupakan kontribusi yang positif yang perlu disikapi dengan melakukan dialog yang komprehensif dan menyeluruh dari seluruh elemen bangsa, seperti; akademisi, aparat penegak hukum, praktisi, organisasi masyarakat sipil, organisasi mahasiswa, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama,"ujar Yasonna dalam Acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP yang disiarkan secara daring, Selasa (23/8/2022).

Salah satu pejabat yang kerap mendatangi kampus untuk ceramah soal RKUHP adalah Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej.

Eddy Hiariej menjawab kekhawatiran sejumlah pihak mengenai RKUHP yang disebut mengandung pasal pemidanaan berlebihan atau overkriminalisasi.

"Buku II dan buku III KUHP terdiri dari 466 pasal, sedangkan buku II RKUHP 445 pasal. Jadi tidak overkriminalisasi, yang bilang over kriminalisasi itu tolong dihitung baik-baik nggak ada penambahan tindak pidana dan ini sangat wajar karena konsolidasi," ujar Edward dalam Acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP yang disiarkan secara daring, Selasa (23/8/2022).

Baca juga:

Tanpa partisipasi

Namun, Aliansi Nasional RKUHP menolak keras cara-cara pemerintah yang melakukan sosialisasi RKUHP. Aliansi menganggap sosialisasi RKUHP yang dilakukan pemerintah hanya searah, tanpa memperhatikan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation).

Perwakilan Aliansi Nasional RKUHP, Donal Fariz mengatakan, proses pembahasan RKUHP sudah bergulir di DPR. Padahal, semestinya sosialisasi melibatkan ruang partisipasi publik dengan mendiskusikan draf ketika masih ada di tangan pemerintah. Dengan begitu, masukan dari masyarakat bisa dibahas dengan baik.

"Ternyata sampai hari ini draf final yang aliansi masyarakat sipil dapatkan, itu masih memuat pasal-pasal yang anti terhadap demokrasi. Pasal-pasal yang berpotensi untuk mempersempit ruang-ruang demokrasi, misalnya; kaitannya dengan penghinaan terhadap presiden, lembaga negara, dan kemudian penambahan terkait mengenai pasal-pasal yang mengatur aturan-aturan pidana mengenai aksi demonstrasi," ujar Donal dalam Aksi Tolak RKUHP di Depan Hotel Ayana Mid Plaza, Jakarta, Selasa (23/8/2022).

Aktivis Aliansi Nasional RKUHP yang juga bekas aktivis LSM ICW, Donal Fariz mengecam pemerintah yang tidak mendengar masukan dari masyarakat. Padahal, aliansi masyarakat sipil pernah menyampaikan pendapat melalui catatan tertulis dan argumentasi yang sistematis. Namun, hal itu diabaikan.

Kritik juga disampaikan Koordinator Program dan Riset LBH Masyarakat, Albert Wirya. Albert mengatakan pembahasan RKUHP masih minim partisipasi penyandang disabilitas, dan masih jauh dari konsep ideal partisipasi bermakna.

Albert mengatakan ada sejumlah pasal krusial di RKUHP yang berpotensi menebalkan stigma atau stempel negatif bagi penyandang disabilitas. Jika pasal itu diberlakukan merata tanpa melihat latar belakang orang ataupun jenis tindakan yang mereka lakukan, maka bisa menyebabkan diskriminasi.

"Ini yang membuat lebih banyak lagi orang berpikir bahwa orang dengan disabilitas khususnya mental intelektual itu tidak punya kapasitas hukum, yang menyebabkan mereka tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Sama juga seperti sebelumnya, jika tidak berhati hati maka penggunaannya bisa melestarikan stigma terhadap penyandang disabilitas,"ujar Albert dalam Diskusi: Urgensi Pelibatan Penyandang Disabilitas dalam Pembahasan RKUHP secara daring, Kamis (18/8/2022).

Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Pemantau RKUHP juga turut kecewa karena tidak pernah diundang atau dijelaskan mengenai pasal-pasal dalam RKUHP yang erat dengan kepentingan penyandang disabilitas.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!