NASIONAL

Pengamat: Jangan Buru-buru Sahkan RKUHP, Serap Dulu Aspirasi Masyarakat

"Apalagi selama ini pembahasan RKUHP minim partisipasi publik sehingga masyarakat mengkritik sikap pemerintah tertutup dalam pembahasannya,"

AUTHOR / Astri Septiani

Pengamat: Jangan Buru-buru Sahkan RKUHP, Serap Dulu Aspirasi Masyarakat
Ilustrasi: Mural penolakan RKUHP di sekitar jalan Rawamangun, Jakarta Timur. Foto:Antara/Fakhri)

KBR, Jakarta - Pengamat Kebijakan Publik meminta pemerintah tak buru-buru mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Apalagi selama ini pembahasan RKUHP minim partisipasi publik sehingga masyarakat mengkritik sikap pemerintah tertutup dalam pembahasannya," kata Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah, saat dihubungi KBR di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Ia juga mengingatkan agar arahan Presiden Joko Widodo jadi momentum 'buka-bukaan' jajarannya dan betul-betul menyerap aspirasi masyarakat soal RKUHP.

Baca: Jokowi Minta Masyarakat Dilibatkan Diskusi Masif RKUHP

Trubus juga mendorong pemerintah melakukan sosialisasi melalui kampus-kampus, ormas, melibatkan TNI dan Polri. Termasuk membentuk tim khusus di tiap daerah untuk menyerap masukan masyarakat sehingga unsur 'pelibatan publik' yang representatif bisa tercapai.

"Diwajibkan saja kepala-kepala daerah memperbanyak (sosialisasi). Kemudian disampaikan kepada masyarakat. Kemudian di tiap daerah ada tim khusus yang menelaah dan menampung masukan masukan itu untuk kemudian disampaikan ke DPR melalui DPRD. Jangan buru-buru disahkan, paling tidak 2 tahun lagi untuk disahkan. Paling tidak sampai selesai masa presiden sudah diketok, " jelasnya.

Pengamat Kebijakan Publik juga mengkritik 14 pasal kontroversial saja yang menjadi fokus dan hanya dibahas pemerintah.

"Padahal tidak menutup kemungkinan banyak pasal lain yang juga kontroversial," kata Trubus.

Baca juga: Draf Baru RKUHP Masih Ancam Kebebasan Pers

Oleh karena itu ia meminta pemerintah memastikan masyarakat diberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh.

"Ketika yang baru ini lebih represif itu menyebabkan masyarakat keberatan. Contohnya Pasal Penghinaan Presiden dimasukkan lagi, padahal sudah ditolak masyarakat dan oleh MK juga sudah dibatalkan. Sekarang dimasukkan lagi sebagai sebuah kejahatan," ungkapnya.

Trubus juga memprediksi pemerintah tidak akan mengesahkan RKUHP dalam waktu dekat dikarenakan gejolak penolakannya yang masing tinggi.

"Saya rasa Pak Presiden tidak akan berani mengetok sekarang. Turbulensi politiknya tinggi sekali. Kalau diketok ujungnya akan timbul banyak masalah, " imbuhnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya bisa membuka diskusi untuk menyerap pendapat dan usulan masyarakat terkait RKUHP.


Editor: Kurniati Syahdan

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!