NASIONAL
Pakar: Tunda Pemilu Bukan Wewenang Pengadilan Negeri
Menurutnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah wadah yang tepat sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA).
AUTHOR / Resky Novianto
KBR, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, putusan penundaan Pemilu 2024 oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sangat janggal.
Sebab, menurutnya, perintah tersebut keliru karena pengajuan gugatan dari Partai Prima seharusnya bersifat keperdataan.
"Putusan Hakim (seharusnya, red) yaitu mereka diberikan hak untuk verifikasi administrasi dan faktual kembali, kok tiba-tiba meloncat untuk menunda penyelenggaraan pemilu. Jadi janggal dan aneh kalau kemudian dikaitkan dengan konsep keperdataan, oleh karena itu memang ini patut waspadai langkah-langkah yang dan upaya yang selalu menginginkan penundaan pemilu. Bagi saya ada yang tidak sehat," kata Feri kepada KBR, Jumat (3/3/2023).
Feri mengatakan, putusan soal perkara dugaan pelanggaran penyelenggaraan pemilu semestinya tidak diadili di Pengadilan Negeri (PN).
Menurutnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah wadah yang tepat sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (MA).
"Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 untuk perkara-perkara perbuatan melanggar hukum tidak lagi diadili di Pengadilan Negeri tetapi semua harus dialihkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara," tutur Feri.
Baca juga:
- PN Jakpus Perintahkan KPU Hentikan Tahapan Pemilu 2024
- PN Jakpus Tunda Pemilu 2024, Perludem: Aneh
Dilanjutkannya, sekuat apa kemudian sebuah PN melanggar peraturan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar 1945, padahal Mahkamah Konstitusi saja atau MA sekalipun juga tidak memiliki kewenangan itu.
KPU Ajukan Banding
Sementara itu, KPU akan menempuh upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Komisioner KPU Idham Holik menyatakan dengan tegas, pihaknya menolak putusan PN Jakpus.
“KPU RI akan banding atas putusan PN Jakpus tersebut,” kata Idham kepada KBR, Kamis (2/3/2023).
Diketahui, dalam sidang putusan Rabu (1/3/2023), Majelis Hakim PN Jakpus menyatakan menerima gugatan Partai Prima untuk seluruhnya.
Majelis hakim memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan.
Selain tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu, KPU juga diminta membayar ganti rugi 500 juta rupiah kepada Partai Prima.
Partai Prima menggugat KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai parpol peserta pemilu. Putusan ini ditetapkan oleh hakim ketua T Oyong serta dua hakim anggota Bakri dan Dominggus Silaban.
Editor: Fadli
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!