indeks
Mau Dibawa ke Mana Ekonomi Indonesia, Pak Purbaya?

Menteri Keuangan (Menkeu) baru Purbaya Yudhi Sadewa sejak pelantikan menggantikan Sri Mulyani hingga saat ini masih jadi sorotan publik.

Penulis: Nafisa Deana

Editor: Valda Kustarini

Audio ini dihasilkan oleh AI
Google News
Mau Dibawa ke Mana Ekonomi Indonesia, Pak Purbaya?
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/Rivan Awal.

KBR, Jakarta- Menteri Keuangan (Menkeu) baru Purbaya Yudhi Sadewa sejak pelantikan menggantikan Sri Mulyani hingga saat ini masih jadi sorotan publik. Kebijakan di awal kepemimpiannya dinilai berani karena menarik dana sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia untuk dibagikan ke bank himpunan bank milik negara (Himbara). Terbaru, Menteri Purbaya juga memutuskan tak menaikkan cukai rokok tahun depan.

Di tengah kontroversi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menggunakan APBN untuk mendanai program-program populis, Purbaya muncul di hadapan publik dengan optimisme dan berbagai kebijakan yang "berani". Semua itu ia lakukan demi mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,3%.

Penempatan 200 T ke Bank Himbara, Ini Kebijakan Fiskal atau Moneter?

Lewat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 yang diteken pada 12 September 2025 lalu, Menkeu Purbaya telah mengguyurkan Rp200 triliun uang negara ke lima bank Himbara. Kebijakan ini diklaim dapat menggerakkan perekonomian lewat penyaluran kredit.

Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Teuku Riefky menilai keputusan Menkeu menaruh uang ke bank-bank Himbara memiliki beberapa isu. Salah satunya adalah kekhawatiran monetization of fiscal policy atau monetisasi kebijakan fiskal. Sebab, pemerintah mengeluarkan dana fiskal bukan dalam bentuk spending, tapi disalurkan lewat bank dalam bentuk kredit supaya punya efek yang besar di masyarakat.

Hal ini bukan sesuatu yang baru terjadi, namun secara historis Riefky menilai hasil dari monetisasi kebijakan fiskal seringkali berakhir buruk. Meskipun Purbaya sendiri telah melarang bank-bank tersebut menggunakan uang pemerintah untuk beli surat berharga negara (SBN), Riefky mengkritik kebijakan ini akan sulit dimonitor.

Tak hanya itu, sejak awal rencana kucuran dana likuditas dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan disalurkan untuk membiayai program prioritas pemerintah seperti makan bergizi gratis (MBG), kredit tiga juta rumah, dan koperasi desa merah putih. Riefky justu khawatir pemberian pinjaman ini bakal kontra produktif karena potensi gagal bayar.

"Pun disalurkan kredit, kita juga nggak tahu apakah nanti menjadi kredit yang produktif atau justru malah meningkatkan NPL (gagal bayar). Jadi memang banyak celahnya dari kebijakan ini," sebut Riefky.

Lebih lanjut, Riefky melihat kebijakan guyuran dana Rp200 triliun itu sudah di luar dari ranah Kementerian Keuangan. Seharusnya lembaga lain di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang mengambil keputusan tersebut, semisal LPS, OJK, atau Bank Indonesia.

"Ini nggak ideal untuk Kementerian Keuangan. Dan nanti risikonya agak sulit untuk melakukan implementasi di lapangan. Karena misalnya LPS atau kemudian OJK memantau dan mensupervisi kebijakan dari Kementerian Keuangan itu juga bukan tugas mereka," tegas Riefky.

red
Pemberian kredit akan berdampak pada peredaran uang yang berdampak pada tingkat inflasi. (Foto: ANTARA/Andri Saputra)
advertisement

Baca Juga:

Kementerian BUMN Menjadi BP BUMN dan Peran Kuat Danantara

Investor Memerhatikan Langkah Purbaya

Sebagai Menteri Keuangan Baru tindak tanduk Purbaya tak hanya dipantau oleh masyarakat, namun juga jadi pertimbangan para investor.

Di awal masa jabatannya indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat melorot jadi tanda ada ketidakpercayaan investor terhadap pemerintah. Satu hal yang diperhatikan investor adalah gaya bicara Purbaya.

Gaya komunikasi blak-blakan yang dijuluki ala "koboi" itu menjadi ciri khas Purbaya semenjak penampilan pertamanya sebagai menkeu. Ia mengakui gaya koboi itu sebenarnya sudah ada dari jabatan sebelumnya, yaitu ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Riefky mengatakan, kini Purbaya adalah "wajah" dari Kementerian Keuangan. Maka dari itu, ia perlu lebih berhati-hati dalam berkomunikasi, supaya kepercayaan investor tetap terjaga.

"Karena memang Kementerian Keuangan itu sangat dipantau oleh investor dan sangat perlu dijaga kredensial dan kredibilitasnya. Sehingga hal inilah yang kemudian mungkin menjadi boomerang kalau Pak Purbaya tidak bisa menjaga kepercayaan dari pasar maupun juga dari investor," ucap Riefky.

Gaya komunikasi Purbaya juga menjadi sorotan karena sangat berlawanan dengan sikap menteri keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati yang cenderung lebih konservatif dan terukur.

"Maka gaya komunikasi (koboi) sebetulnya tidak terlalu beneficial untuk Kementerian Keuangan. Justru dibutuhkan gaya komunikasi yang menunjukkan kredibilitas seperti yang dimiliki bukan hanya Bu SMI, tapi menteri-menteri keuangan sebelumnya," kata Riefky.

red
Papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia.
advertisement

Iklim Usaha yang Kondusif: Kunci Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu tantangan perekonomian Indonesia adalah berkurangnya daya beli masyarakat akibat jumlah kelas menengah bawah yang menurun. Agar uang kembali berputar di masyarakat, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta sektor swasta harus diberikan kesempatan untuk ekspansi bisnis.

Namun mengerek pertumbuhan UMKM bukan hal mudah, Riefky menyebut pemerintah harus menciptakan iklim bisnis yang kondusif di masyarakat. Contohnya dengan memberantas praktik perburuan rente dan juga premanisme.

"Sekarang kondisinya adalah iklim usaha nggak kondusif. Praktik perburuan rente, premanisme terjadi di mana-mana, birokrasi yang rumit dan regulasi yang kompleks ini ada di semua sektor, sehingga mereka nggak investasi," kata Riefky.

Saat ini pemerintah masih mengandalkan insentif dan stimulus ekonomi sebagai upaya meningkatkan daya beli masyarakat. Menurut Riefky, investasi di sektor formal justru akan lebih membantu dalam menciptakan lapangan kerja dengan penghasilan yang layak, yang kemudian berpengaruh terhadap daya beli dan pertumbuhan ekonomi.

"Ini muncul kalau ada investasi di sektor formal. Bahwa investasi yang muncul ini menciptakan lapangan usaha, lapangan usaha ini menciptakan penciptaan lapangan kerja, dan kemudian penciptaan lapangan kerja ini menghasilkan daya beli masyarakat yang meningkat," tutur Riefky.

Riefky menggarisbawahi, jika pemerintah ingin mem

Dengarkan selengkapnya di podcast Uang Bicara episode “Mau Dibawa ke Mana Ekonomi Indonesia, Pak Purbaya?”.

Baca Juga:

Menteri Keuangan
Purbaya Yudhi Sadewa

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...