NASIONAL

Legislatif, Lembaga dengan Pelaporan LHKPN Paling Rendah

""Para anggota DPR RI, tidak memahami dan tidak mengimplementasikan kewajiban yang mana mereka buat sendiri di dalam Undang-Undang 28 tahun 1999.""

Heru Haetami

Legislatif, Lembaga dengan Pelaporan LHKPN Paling Rendah
Aksi mahasiswa di depan gedung DPR, 24 September 2019. (Foto: KBR/Wahyu Setiawan)

KBR, Jakarta - LSM pemantau korupsi Indonesia (ICW) mencatat ada 55 orang pemimpin alat kelengkapan dewan di DPR melanggar kepatuhan melaporkan harta kekayaan atau LHKPN ke Komisi Pemberantasan Korupsi KPK.

Angka itu dicatat ICW dari pemetaan kepatuhan LHKPN terhadap 86 pemimpin alat kelengkapan dewan di DPR periode 2019-2024.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menganggap ketidak patuhan anggota DPR melapor LHKPN merupakan perilaku janggal. Sebab, DPR melanggar aturan yang dibuat sendiri.

"Tentu ini harus dipikirkan lagi bagaimana penerapan sanksi tersebut. Dan juga angka besar ini 55 bahkan melebihi 50 persen menunjukkan para anggota DPR RI, tidak memahami dan tidak mengimplementasikan kewajiban yang mana mereka buat sendiri di dalam Undang-Undang 28 tahun 1999," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana pada Peluncuran kajian Kepatuhan LHKPN pimpinan AKD DPR 2019-2024 di kanal Youtube ICW, Minggu (9/4/2023).

Menanggapi temuan itu, Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo mengakui keterlambatan lapor harta kekayaan lantaran lupa. Meski, ia mengakui seluruh penyelenggara negara dan wajib lapor LHKPN telah diingatkan KPK.

"Memang saya menyadari ada yang pernah lupa mungkin. Saya akan koordinasi, ini saya pribadi, saya bicara konsep secara pribadi ya. Kalau memang kelupaan berarti staf saya suruh ngingetin Pak ini belum masuk belum dikirim. Nah itu bukan berarti, bukan karena kesengajaan gitu loh saya pribadi aja beberapa kali kelupaan. Untuk bayar pajak saja kalau tidak diingatkan kadang-kadang lupa. Dan ketidaksengajaan dengan waktu lupa terjadi. Kalau menurut saya, yang saya lakukan adalah seringkali saya lupa meskipun dari KPK juga sering sudah berkirim email gitu ya, ke SMS. Itu menjadi proses positif untuk kami melaporkan khususnya saya pribadi akan melaporkan," kata Rahmad kepada KBR, Senin (10/4/2023).

Anggota DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera menyebut perlu dibuka data ketidakpatuhan anggota dewan terhadap lapor LHKPN. Ia mengatakan jika ditemukan unsur kelalaian temuan perlu ditindaklanjuti.

"Perlu dibuka datanya dan dilihat alasannya. Kalau alasan kelalaian, menurut saya itu menjadi catatan. Misal ada yang sakit itu kan masih bisa di excluded kan. Nanti ada beberapa yang memang datanya lalai atau masih dalam proses nanti ketemu angka sebenarnya. Karena LHKPN kan bagian dari kontrol sosial kita, bagus, makin lama makin terbukti," kata Mardani kepada KBR, Senin (10/4/2023).

Baca juga:

Temuan ICW sejalan dengan data laporan yang diterima KPK. Dalam keterangan tertulisnya, Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding mengatakan tingkat persentase pelaporan LHKPN paling rendah ada di lembaga legislatif atau DPR.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kondisi ini melatarbelakangi KPK mendorong pemerintah pusat untuk merevisi regulasi LHKPN. Khususnya, yang mengatur siapa saja yang wajib menyerahkan LHKPN dan sanksi yang lebih tegas.

"Ya, jadi kami mendorong agar ada perubahan terkait peraturan komisi yang menyangkut LHKPN. Sejauh ini kan misalnya siapa pejabat yang wajib melaporkan LHKPN, mestinya kita KPK yang mengatur," kata di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Alex Marwata mengatakan KPK mendorong perubahan regulasi tersebut lantaran ada sejumlah pejabat yang memegang posisi strategis namun tidak masuk kategori penyelenggara negara. Akibatnya, pejabat tersebut tidak wajib menyerahkan LHKPN kepada KPK.

"Jadi ada beberapa pejabat yang posisinya itu strategis tapi menurut undang-undang pemerintahan itu kategorinya bukan penyelenggara negara, itu dia enggak lapor, padahal posisinya strategis," ujarnya.

ICW mencatat, ada delapan orang di DPR yang belum pernah sama sekali melaporkan kekayaan sejak dilantik menjadi anggota parlemen pada 2019 lalu.

Mereka terdiri dari enam unsur pimpinan komisi serta masing-masing satu unsur pemimpin BAKN (Badan Akuntabilitas Keuangan Negara) dan MKD (Majelis Kehormatan Dewan).

Ada empat jenis pelanggaran kepatuhan LHKPN berdasarkan penelitian ICW. Pelanggaran itu meliputi lapor tidak tepat waktu atau melebihi batas waktu pelaporan 31 Maret, lapor tetapi tidak berkala, lapor tetapi tidak tepat waktu dan tidak berkala, dan tidak melaporkan sama sekali.

Berdasarkan kategori pelaporan LHKPN tidak tepat waktu, pelanggaran paling banyak diduduki pimpinan komisi di DPR sebanyak 15 orang. Komisi yang pimpinannya paling banyak terlambat melaporkan LHKPN adalah pimpinan Komisi IV dan Komisi X DPR.

Sedangkan berdasarkan partai asal pemimpin alat kelengkapan DPR yang tidak patuh adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan disusul oleh Partai Golkar.

Editor: Agus Luqman

  • DPR
  • LHKPN
  • KPK
  • korupsi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!