BERITA
Dokumen Rahasia AS Tragedi 1965, Sukarno dan Soeharto
Dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat soal tragedi pasca 1965 di antara berisi upaya menjatuhkan Presiden Sukarno
AUTHOR / Rony Sitanggang
KBR, Jakarta- Lembaga riset
nonpemerintah National Security Archive Amerika Serikat Selasa lalu membuka dokumen
rahasia yang mereka miliki terkait tragedi 65. Dalam laporan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dari tahun 1964 hingga 1968, nama penguasa orde baru Soeharto (tertulis di dokumen sebagai Suharto) muncul belasan kali. Dari mulai laporan yang menyebutkan keterlibatannya dalam pembunuhan massal sampai pengambil alihan kekuasaan dari Sukarno.
Dalam telegram rahasia bertanggal 12 Oktober 1965 --hanya beberapa hari setelah peristiwa penculikan dan pembunuhan para jenderal angkatan darat pada 30 September 1965-- sudah muncul keinginan untuk menggulingkan Presiden Sukarno. Dalam dokumen itu Duta besar AS untuk Indonesia Marshall Green melaporkan kalau Tentara Indonesia tengah mempertimbangkan mendongkel Sukarno. Green menyebut adanya tentara yang mendekati kedutaan negara-negara barat untuk mendapat dukungan. Tindakan ini dilakukan lantaran tak puas dengan tindakan Sukarno yang menghentikan upaya tentara menyingkirkan PKI yang dituding terlibat dalam gerakan 30 September.
(Mayjen Soeharto tengah berjalan di belakang Presiden Sukarno pada 11 Maret 1966)
Dalam laporannya bertanggal 25 November 1965 Edward E Master, Penasehat Politik Kedutaan Besar Amerika Serikat menyebut dugaan adanya perintah dari Jenderal Soeharto untuk melakukan pembantaian massal terhadap pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) setidaknya di wilayah Jawa Tengah. Dokumen itu juga mencatat pada 15 November Sukarno bertemu jenderal Nasution dan 4 petinggi angkatan bersenjata (Dokumen lain Arsip CIA, The President's Daily Brief yang lebih dulu dibuka menyebut pertemuan menyepakati untuk mengumpulkan semua komandan militer dan polisi untuk mendapatkan pengarahan). Pasca pertemuan, Soeharto yang sejak 3 Oktober 1965 ditunjuk Sukarno menjadi Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) memerintahkan seluruh petinggi angkatan bersenjata datang ke istana Bogor sesuai permintaan Sukarno.
Saat pertemuan berlangsung, alih-alih memberikan arahan terkait situasi yang memanas, Sukarno malah marah-marah dan menceramahi para petinggi angkatan bersenjata itu tentang revolusi Indonesia. Kata Edward, umumnya Petinggi militer yang hadir sejumlah 387 orang merasa tak puas. Bahkan petinggi yang menyampaikan pendapatnya disemprot oleh Sukarno.
Beberapa hari pascapertemuan Soeharto mengubah struktur Komando Operasi Tertinggi (KOTI berkuasa atas angkatan bersenjara ). Nama-nama loyalis Sukarno seperti Soebandrio, Achmadi, Jusuf Muda Dalam tak ada lagi di sana. Dalam laporannya Penasehat Politik Kedutaan Besar Amerika Serikat menulis pada pekan periode itu situasi ibu kota Jakarta memanas. Kekuatan angkatan darat, muslim, dan kelompok moderat yang membangkang pada presiden Sukarno membuat kekuasaanya tak lagi dapat dipertahankan.
Sebulan jelang Sukarno mendelegasikan kekuasaannya kepada Soeharto selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban melalui Surat Perintah 11 Maret, Penasehat Politik Kedutaan Besar Amerika Serikat kembali mengirimkan laporan untuk kementerian luar negeri pada 7 Februari 1966. Edward melaporkan kekuasaan Sukarno mulai goyah.
“Semakin sulit bagi Sukarno untuk kembali melanggengkan kekuasaannya,” pungkas Edward dalam laporannya.
Menurut Edward mobilisasi massa untuk memberhentikan Sukarno tak berlanjut lantaran keengganan pendemo untuk bergerak tanpa dukungan tentara. Saat itulah tampil Kolonel Sarwo Edi Wibowo komandan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat). Menurut penasehat politik Kedubes Amerika Serikat itu, Sarwo Edi antusias mendukung aksi mahasiswa. Ini ditandai dengan munculnya spanduk aliansi RPKAD dan mahasiswa.
(13 Oktober 1965, massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menghancurkan markas Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI))
Diakhir laporan rahasianya itu Edward menulis tekanan ekonomi dan istana yang menunda bisa membawa situasi ke titik kritis. Edwar mengkhawatirkan pemimpin angkatan bersenjata terseret dalam intrik istana. Ini dengan asumsi Sukarno tidak membuat kesalahan. Harapan untuk pergantian kepemimpinan adalah dengan membangun tekanan dari kelompok moderat untuk memaksa Nasution dan Soeharto mempertimbangkan kembali taktik langkahnya.
Jatuhnya Sukarno
Laporan pada 9 Januari 1967 merekam perbincangan Mayor Jenderal Sjarif Thajeb yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR-GR dengan pejabat Kedubes Amerika Serikat (laporan dengan klarifikasi rahasia itu dibubuhi paraf Jack Lydman orang nomer 2 di Kedubes Amerika Serikat saat itu) menyatakan butuh waktu lebih lama bagi Soeharto untuk menyingkirkan Sukarno. Ini terjadi lantaran usaha membujuk Soeharto untuk bergerak lebih cepat telah gagal.
Sjarif dan “elang” lainnya lantas berusaha menciptakan situasi untuk memaksa Soeharto untuk bertindak sehingga mengakhiri pertarungan. Kata Sjarif dua upaya dilakukan untuk mempercepat kejatuhan Sukarno. Yakni melalui memobilisasi opini publik dan melakukan gerakan di parlemen. Laporan itu menyebut peristiwa itu akan terjadi pada Maret. Prediksi dalam laporan rahasia itu itu ternyata mustajab, pada 12 Maret 1967 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melantik Soeharto menjadi penjabat presiden.
Baca: Izin Pembunuhan Massal - Dokumen AS Pasca-Tragedi G30S (Bagian Pertama)
Selasa (17/10/17) pagi waktu Amerika Serikat, National Security Archive membuka arsip rahasia milik Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia. Puluhan dokumen itu adalah bagian dari rekaman 30 ribu halaman catatan kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta dari tahun 1964 hingga 1968.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!
mr. otong7 years ago
Hati hati menerima dan menelaah info yg di duga dokumen rahasia. Kita bisa diadu domba lagi saat kita bangkit menjadi negara yg berdaulat. Jangan percaya
Handy Gibran Pratama6 years ago
Dokumen ini sangat penting. Sebab seperti yang telah kita ketahui. Sejarah yang selama ini tertulis alurnya menggantung. Tak begitu detail. Jadi dokumen ini pantas dipertimbangkan.