NASIONAL
"Resesi ekonomi jadi momok menakutkan bagi pengusaha tak terkecuali UMKM. Di tengah isu itu pebisnis harus punya strategi untuk menghadapi badai resesi. "
KBR, Jakarta- Kata resesi lagi viral banget belakangan. Bahkan ada yang sudah teriak-teriak 'the winter is coming' karena mulai merasakan dampak pemburukan ekonomi. Jika resesi benar terjadi tahun depan, imbasnya bakal menyasar ke segala penjuru, termasuk sektor UMKM.
Menurut konsultan bisnis, Himawan Adhi, resesi erat kaitannya dengan prinsip supply-demand, yang tidak imbang. Gejolak pasar global bisa memicu resesi, salah satunya terkait perang Rusia - Ukraina.
“Contoh terkait impor gandum, berarti kan semua turunan terigu akan terdampak. Pertama kalinya perusahaan mie terbesar di Indonesia membukukan kerugian. Bagaimana dengan UMKM yang mungkin efisiensinya lebih rendah?” kata Adhi yang juga perencana keuangan ini.
Pemerintah tentu berupaya mengantisipasi dampak gejolak ekonomi global. Misalnya langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan. Hal ini tentu mengerek bunga kredit di dalam negeri, yang imbasnya menekan pebisnis UMKM.
“Ini otomatis maka nanti akan terjadi kenaikan juga suku bunga bagi para peminjam. Dan ini apakah kemudian bagus? tentunya tidak, tingkat suku bunga yang tinggi, itu akan mengerem ataupun menahan laju ekonomi,” jelasnya.
Menurut Adhi, pebisnis UMKM perlu memperbesar dana cadangan sejak dini agar keuangan aman andaikata kena terpaan badai resesi. Dana cadangan sama dana darurat di perencanaan keuangan pribadi.
"Dana cadangan ini bisa 6 sampai dengan 24 kali dari pengeluaran bulanan,” katanya.
Baca juga:
Himawan Adhi menyebut dana cadangan jadi salah satu strategi pebisnis UMKM bisa bertahan di tengah resesi. (Dok: Pribadi)
Adhi menekankan pentingnya dana cash di situasi krisis seperti resesi.
“Kita sebut cash is a king and profit is a queen. Jadi kita ga akan bisa dapat queen-nya atau profitnya kalau kita ga punya cash, karena kita ga bisa bertahan sampai dengan pasca-resesi berakhir,” tegasnya.
Menurut Adhi, langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebaiknya menjadi langkah terakhir. Jalan keluar lainnya ketika cash flow menipis adalah dengan me-lay off karyawan. Ini bukan PHK, tetapi melakukan penyesuaian, bisa terkait jadwal tenaga kerja maupun besaran gaji.
“Misalnya lay off sebagian atau 50 persen karyawan dirumahkan dengan separuh gaji, tapi tidak di-PHK. Nanti ketika ekonomi sudah membaik, mungkin kemudian ditarik lagi untuk full bekerja,” ucap Adhi.
Dengarkan obrolan soal pesiapan bisnis UMKM menghadapi resesi bareng konsultan bisnis Himawan Adhi, di Uang Bicara episode "Ancang-Ancang UMKM Hadapi Badai Resesi" di KBR Prime, Spotify, Google Podcast, dan platform mendengarkan podcast lainnya.