BERITA

AHY Kritik Penanganan Pandemi Covid-19: Condong ke Ekonomi

"Pada akhirnya, tidak ada yang lebih berharga dari nyawa manusia. Ekonomi bisa dipulihkan secara bertahap, tapi manusia yang mati tidak bisa dihidupkan kembali..."

AUTHOR / Heru Haetami

AHY kritik penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 di tanah air condong pada sisi ekonomi.

Menurutnya, pengelolaan sektor kesehatan yang tidak optimal berpengaruh pada penanganan masyarakat yang terkena virus korona. Hal itu pula yang menyebabkan kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih tinggi.

"Pada akhirnya, tidak ada yang lebih berharga dari nyawa manusia. Ekonomi bisa dipulihkan secara bertahap, tapi manusia yang mati tidak bisa dihidupkan kembali," kata AHY dalam Pidato Kebangsaan Pimpinan Parpol yang digelar CSIS, Senin, (23/8/2021).

"Dalam menangani pandemi, negara tidak boleh gagal fokus antara 'api' dan 'asap'. Dalam konteks ini, pandemi Covid-19 adalah apinya, sedangkan tekanan ekonomi merupakan asapnya. Jangan kita habis-habisan berupaya menghilangkan asapnya, sedangkan apinya gagal kita padamkan secara total," imbuhnya.

Baca juga:

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan banyak di antara kasus kematian itu tidak tertolong lantaran keterlambatan penanganan, termasuk akibat tidak tersedianya ICU, ventilator, dan oksigen.

Menurut AHY, yang harus menjadi prioritas pemerintah saat ini adalah meningkatkan kapasitas rumah sakit beserta fasilitas pendukungnya, memperkuat kapasitas tenaga kesehatan, serta menambah pasokan vaksin dan mempercepat distribusinya.

"Tidak sedikit pula yang meninggal di rumah, di perjalanan, atau di tempat parkir saat menunggu tersedianya kamar di rumah sakit," katanya.

Baca juga: Saran PERSI soal Data Kematian Akibat Covid-19

AHY juga menyoroti kebijakan-kebijakan penanganan pandemi yang tidak dijalankan secara terintegrasi dan tersinkronisasi dengan baik.

Kata dia, di tingkat pusat sering terjadi tumpang tindih kewenangan dan kebijakan antar-lembaga. Selain itu, kebijakan antara pusat dan daerah maupun antar-daerah satu dan lainnya seringkali tidak sejalan.

"Selain membingungkan, hal ini tentu berbahaya. Ditambah dengan persoalan-persoalan terkait transparansi dan akurasi data yang menyulitkan diimplementasikannya kebijakan 3T secara efektif dan efisien," pungkasnya.

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!