RUANG PUBLIK

Seperti Apa Gejala dan Penanganan Kanker Serviks?

Apabila seorang prempuan sudah memiliki gejala-gejala kanker serviks, maka itu sudah terlambat.

AUTHOR / Nurhayati

Penyintas kanker serviks, Untung Endang Suryani dan dr. Widyorini Hanafy, SpOG(K)onk. (Foto: KBR)
Penyintas kanker serviks, Untung Endang Suryani dan dr. Widyorini Hanafy, SpOG(K)onk. (Foto: KBR)

KBR, Jakarta – Kanker menjadi momok paling menakutkan bagi perempuan. Menurut data WHO pada tahun 2014 ada 90 ribu lebih kasus kematian perempuan di seluruh dunia yang disebabkan kanker. 

Salah satu kanker yang mengancam perempuan adalah kanker serviks, yang terletak pada leher rahim. Gejala awal kanker serviks yang sering tidak terdeteksi, membuat penderitanya banyak yang terlambat mendapat penanganan. 

Menurut dr. Widyorini Hanafy, SpOG(K)onk dari RS Kanker Dharmais, salah satu penyebab kanker serviks adalah virus HPV atau Human Papilloma Virus yang penyebarannya melalui hubungan seksual. Gejalanya, seseorang bisa mengalami keputihan, pendarahan di luar dari siklus menstruasi atau pendarahan yang berlebih terutama pada saat berhubungan intim. 

“Apabila seorang prempuan sudah memiliki gejala-gejala kanker serviks, maka itu sudah terlambat. Artinya, mungkin sudah tahap minimal stadium 1B,” ujar Widyorini saat talkshow Ruang Publik KBR, Senin (14/1/2019).

Dokter yang akrab dipanggil Wini ini menambahkan, perempuan yang memiliki resiko terkena kanker serviks adalah perempuan yang sudah menikah dan sudah melakukan hubungan intim. Nah, resikonya akan semakin meningkat jika menikah di usia muda, berganti-ganti pasangan dan  merokok. 

“Meskipun seandainya pun faktor-faktor ini tidak ada, perempuan yang belum atau tidak menikah pun juga mempunyai resiko terjadinya kanker serviks ini,” jelasnya.

Untuk mencegah atau mengetahui ada kanker serviks atau tidak, maka perempuan disarankan melakukan tes pap smear secara berkala setiap tahun, untuk mendeteksi secara dini sebelum kanker atau lesi pra kanker serviks. Pap smear dilakukan untuk melihat perubahan sel-sel pada leher rahim.

Selain itu, melakukan vaksinasi HPV juga sangat penting untuk meminimalisasi terjadinya kanker serviks. 

Pengobatan-pengobatan yang dilakukan saat terkena kanker serviks, kata Wini, ada tiga penanganan, yaitu dengan operasi, kemoterapi, radioterapi atau terapi radiasi, masing-masing pengobatan ini berdasarkan dari stadium kanker yang diderita pasiennya. 

“Kalau stadium awal ya bisa dioperasi, stadium lanjut yang sudah tidak bisa dioperasi berarti dilakukan kemoterapi atau radiasi,” tuturnya.

Salah satu penyintas kanker serviks Untung Endang Suryani, bercerita awalnya gejala yang dialaminya hanya keputihan yang tidak berbau, lalu menstruasi seperti biasa tetapi lama-lama berlebihan dan banyak. 

“Sampai selama mens, saya susah gak bisa bangun dan terasa panas. Lalu saya minta dibawa ke dokter. Setelah diperiksa ternyata diduga kanker serviks, saat di cek darah saya itu Hb 2,6 (Hb normal12-RED),” tutur Endang. 

Endang menambahkan, selang waktu dari saat dia mengalami awal keputihan hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit adalah enam bulan. Kini, Endang hanya melakukan kontrol rutin setelah pengobatannya berlangsung selama dua tahun. 

Untuk menguatkan mental dan mendapatkan dukungan serta informasi, Endang juga bergabung bersama komunitas Cancer Information and Support Center CISC. 

“Untuk semua perempuan yang menderita kanker serviks, jangan patah semangat. Harus sabar. Dan jika dalam masa pengobatan, usahakan makan yang banyak, dan bikin diri sendiri happy,” imbaunya. 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!