NASIONAL

Menyusui dan Korelasinya dengan Stunting

Alasan paling tinggi gagal menyusui adalah lantaran air susu ibu (ASI) tidak keluar.

AUTHOR / Hoirunnisa

Menyusui dan Korelasinya dengan Stunting
Ilustrasi: Petugas kesehatan mengukur lingkar kepala balita saat pelaksanaan Posyandu di Mamuju, Sulawesi Barat, Sabtu (21/1/2023). (Foto: ANTARA/Akbar Tado)

KBR, Jakarta- Gagal menyusui menjadi salah satu penyebab tingginya angka tengkes atau stunting di Indonesia.

Fakta ini diungkap Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam Webinar Praktik Baik Desa/Kelurahan Bebas Stunting (De'Best) 1000 HPK Seri 4, Senin, 24 Juli 2023.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo menyayangkan kondisi tersebut. Kata dia, alasan paling tinggi gagal menyusui adalah lantaran air susu ibu (ASI) tidak keluar. Persentasenya sebanyak 65,7 persen jika merujuk data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.

"Kita cukup prihatin karena banyak yang 6 bulan tidak disusui dengan sukses hanya 62 persen yang menyusui. Nah, ini bagaimana bina keluarga balita ini bisa mencegah stunting kalau bisa mendorong menyusui sukses, dan alasan tidak menyusui adalah asi tidak keluar ini yang saya sayangkan juga," ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam sambutannya secara daring di kanal YouTube BKKBN, Senin, (24/7/2023).

Peran Suami

Menurut Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, ASI yang tidak keluar dapat distimulasi dengan terus menyusui. Selain itu, peran suami juga sangat penting dalam memberi dorongan kepada istri.

"Jadi, saya kira ini konkret menyusui itu penting dan menyusui itu bisa. Jadi, kalau ada yang merasa asinya tidak keluar sebenarnya, sebenarnya yang salah bukan ASI-nya, tapi yang menyusui," imbuhnya.

Hasto menegaskan, pertumbuhan anak dipengaruhi pada sukses menyusui di 1000 hari pertama kehidupan anak. Kata dia, 80 persen kecerdasan anak terbentuk di 1000 hari pertama kehidupan dan memengaruhi perkembangan selanjutnya.

Faktor lain kata Hasto, adalah jarak melahirkan dan hamil kembali yang harus sangat diperhatikan. Sebab, hal itu sangat berkorelasi dengan stunting.

Ia menyebut angka unwanted pregnancy atau kehamilan tidak diinginkan kerap terjadi lantaran mengabaikan pemakaian kontrasepsi.

"Bisa kita bayangkan kalau tidak mau pakai kontrasepsi pasca-persalinan keluarga-keluarga balita ini, sebetulnya bahaya. Karena banyak yang kebobolan. Artinya dia hamil, tapi tidak diduga-duga," lanjut Hasto.

Baca juga:

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!