INTERNASIONAL

Amnesty: Indonesia Butuh Pemimpin Baru Selesaikan Persoalan HAM

KBR68H, Jakarta

AUTHOR / Luviana

Amnesty: Indonesia Butuh Pemimpin Baru Selesaikan Persoalan HAM
amnesty, HAM, pemimpin

KBR68H, Jakarta – LSM Internasional Amnesty Internasional menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru yang mampu menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang marak terjadi.

Satu dekade pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah ditandai dengan kemajuan yang sporadik akan hak asasi manusia, namun juga ditandai dengan kemunduran HAM di berbagai bidang.

Amnesty Internasional dalam pernyataannya menyatakan bahwa pemimpin Indonesia yang baru harus mampu menangani pelanggaran HAM yang masih berlangsung dan mencabut produk hukum yang represif dan diskriminatif.

“Presiden Indonesia selanjutnya harus bekerja melebihi janji-janji di atas kertas dan memastikan bahwa realitas sehari-hari di negeri ini sesuai dengan komitmen internasional yang begitu besar,” ujar Deputi Direktur Asia Pasifik Amesty International, Ruppert Abbott.

Amnesty juga mencatat kemajuan yang dicapai pemerintahan SBY, yaitu memperkenalkan peraturan-peraturan HAM tentang pemolisian dan reformasi legal yang memperkuat perlindungan saksi.

Namun Amnesty International juga mempunyai catatan lain. Yaitu masih banyaknya pelanggaran HAM serius yang terus berlanjut di masa SBY, mulai dari pengekangan kebebasan berekspresi dan penyiksaan. Juga terjadinya eksekusi hukuman mati yang dilakukan lagi di Indonesia di 2013 setelah 4 tahun tidak dilakukan.

Lebih dari 70 orang, sebagian besar adalah para aktivis dari provinsi-provinsi bagian timur di Papua dan Maluku juga dipenjara atas tuduhan makar karena terlibat dalam protes politik damai atau mengibarkan bendera-bendera pro-kemerdekaan yang dilarang.

Catatan lain, yaitu adanya serangan dan gangguan terhadap para minoritas agama juga telah meningkat di bawah pemerintahan Presiden Yudhoyono, hal ini diperparah dengan munculnya produk-produk hukum baik yang tidak melindungi kaum minoritas agama.

Pemerintah SBY juga dinilai gagal melarang dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghapus praktek-praktek yang merugikan perempuan dan anak-anak perempuan, seperti mutilasi kelamin perempuan, termasuk menyediakan hukuman pidana yang memadai bagi mereka yang melakukan tindakan-tindakan seperti itu.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!