INTERMEZZO

Karnaval Dongdang dan Ngaruwat Cai di Sarongge

Ucapan tanda syukur atas hasil bumi yang melimpah.

AUTHOR / Tosca Santoso

Karnaval Dongdang dan Ngaruwat Cai di Sarongge
Festival Sarongge, dongdang, ngaruwat cai

Hari ini Festival Sarongge 2014 resmi dimulai. Pagi-pagi ini akan ada karnaval budaya sebagai penanda dimulainya festival. 


Yang menarik dari karnaval ini adalah kehadiran dongdang. Ini adalah semacam tandu berisi berbagai hasil bumi. Di Sarongge, hasil bumi berarti sayur mayur, buah-buahan serta imitasi ternak kelinci atau domba. Dongdang ini lantas dipanggul oleh para pemuda, diikuti rombongan warga, diiringi tabuhan alat musik tradisional dan para penari. Dalam karnaval tahun ini diperkirakan ada 500 orang terlibat arak-arakan, menyusuri jalan Sarongge sampai ke lapangan perkebungan teh. 


Karnaval ini mengambil ide dari Seren Taun, tradisi masyarakat pertanian Sunda. Inilah saatnya petani bersyukur atas hasil bumi yang mereka nikmati. Inilah ucapan terima kasih kepada alam dan Tuhan Yang Maha Kuasa karena tanah Sarongge masih member hasil bagi warganya. 


Ngaruwat Cai 


Cara lain yang dilakukan untuk berterima kasih atas berkah alam melimpah adalah dengan ngaruwat cai atau merawati mata air. Ini adalah tradisi turun temurun masyarakat Sarongge. Hidup warga yang sangat tergantung pada air membuat mereka harus merawat keberlanjutan sumber air, jangan sampai kering atau tercemar. 


Prosesi ngaruwat cai akan dimulai dengan doa-doa oleh tokoh adat yang diadakan di Saung Sarongge. Lantas mereka akan mengusung dongdang yang kali ini berisi rupa-rupa hal tujuh macam: tujuh macam air, tujuh buah-buahan, tujuh jenis sayur, tujuh tumbuhan endemik Gede Pangrango. Dongdang dibawa ke gua, tempat mata air bersemayam di Pasir Leutik.  Di dalam goa itu akan diadakan doa syukur atas limpahan air yang cukup di Kampung Sarongge.


Seusai doa, warga peserta ngaruwat cai akan makan bersama. Mereka juga akan menanam pohon-pohon endemik di sekitar goa, untuk memastikan mata air terlindung dengan baik.  


Boleh dikatakan, setelah program reforestasi 38 ha lahan di Pasir Leutik, Pasir Tengah dan Pasir Kidul, mata air untuk Sarongge tak pernah kering.  Mereka sadar, hutan yang terawat akan memberi air yang cukup untuk warganya.


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!