INDONESIA

Ritual Seks untuk Keberuntungan di Gunung Kemukus (Bag. 1)

Tapi hanya satu jam berkendara ke luar kota, Anda akan menemukan tempat ziarah di sebuah puncak bukit.

AUTHOR / Rebecca Henschke

Ritual Seks untuk Keberuntungan di Gunung Kemukus (Bag. 1)
Indonesia, Gunung Kemukus, Ritual seks, perzinahan, Rebecca Henschke

Untuk bisa mencapai kompleks makam Pangeran Samudro di Gunung Kemukus, kita harus mendaki bukit setinggi 300 meter. Di kaki bukit terbentang waduk Kedungombo. 


Dipercaya, di makam ini terbaring Putra Raja Majapahit terakhir, dan ibu tirinya yang bernama Nyai Ontrowulan.


Kuntjoro Soeparno adalah Dosen Sosiologi di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 


Ia sudah meneliti Gunung Kemukus selama 30 tahun.  


“Pangeran Sandoro adalah anak salah satu Raja Jawa dan dia bersama ibu tirinya. Mereka datang ke tempat ini dan tinggal bersama-sama. Ada banyak versi dari legenda, dari mulai mereka telah melakukan sesuatu yang memalukan dan jika kamu melakukan hal itu, maka Anda segera dikaruniai keberuntungan.”


Malam ini, banyak peziarah yang datang ke kemari.  


Ritual pertama yang harus dilakukan di Gunung ini adalah berdoa dan menabur bunga di makam Pangeran Samudro dan  Nyai Ontrowulan.


Kemudian para pezirah harus membasuh diri mereka di satu atau dua mata air keramat yang ada di bukit itu.


Lalu mereka harus menemukan seseorang  yang tidak dikenal untuk berhubungan seks.


“Mereka harus menjadi orang asing yang belum pernah bertemu sebelumnya. Akan lebih baik jika mereka belum pernah kenal satu sama lain. Mereka melakukan itu pada Jumat Pon dan dilakukan selama 7 kali pertemuan. Jadi ini dilakukan setiap 35 hari, sehingga hubungan yang terjalin selama 1 tahun.”


Para peziarah duduk di tikar yang digelar di bawah pohon dan diterangi nyala lilin. Banyak peziarah perempuan yang sendirian sementara para pria duduk berkelompok. 


“Kebanyakan dari mereka yang melakukan ritual ini memiliki bisnis kecil. Mereka berharap ritual ini dapat mendapatkan uang dan menjadikan bisnis lebih baik.”


Saat ini pukul 8 malam dan suasananya berkabut. Saya bertemu dengan seorang pria yang sedang mengaji sementara tangannya memegang tasbih. Pria itu memakai jaket, berkacamata, agak botak dan berkumis.


Setelah selesai mengaji, dia akan mencari seseorang untuk berhubungan seks.


“Semua kamar di sekitar sini memiliki pasangan. Mereka pebisnis dan jika kamu menanyakan, mereka akan jawab ritual ini berhasil. Bisnis yang sebelumnya tidak berkembang, sekarang dapat berjalan dengan baik. Ini karena Allah dan tidak ada yang lain selain Allah, tetapi ini bekerja melalui cara tradisional kita.”

Q. Bagaimana dengan kamu?

“Ya saya tertarik. Di sini Anda memungkinkan untuk mencari pasangan. Saya tertarik, hanya masalahnya sulit mencari seseorang yang berpikiran sama.” 


Kami pun saling bertukar nomor telepon dan dia berjanji akan menghubungi saya kalau dia bertemu seseorang.


Ritual ini bukanlah ajaran Islam. Tapi lebih merupakan percampuran ajaran Islam dengan kepercayaan Hindu, Buddha dan tradisional kuno. 


Tapi yang mengejutkan adalah meski Indonesia terus bergerak menuju Islam yang lebih ortodoks, ritual di Gunung Kemukus tetap populer.


“Indonesia sangat luar biasa karena agama apapun yang dapat ke Indonesia berubah warna. Islam tidak seperti Islan di Arab. Hindu di sini berbeda dengan di India, ajaran Budha berbeda dari Cina. Gereja Katolik berbeda dengan roma. Di sini tidak hanya Islam. Ini kebudayaan Indonesia.” 


Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah daerah berusaha untuk mempromosikan ritual yang bisa diterima berbagai kalangan.


M. Suparno adalah koordinator pariwisata di Gunung Kemukus. Ia mengatakan meski pemerintah tidak melarang aspek seks dari ritual itu, namun lebih suka jika masyarakat melupakannya. 


“Itu keyakinan mereka. Mereka datang dari jauh ke Gunung Kemukus dengan mimpi dan melakukan ritual tersebut.” 

Q. Jadi pemerintah tidak mendukung praktik itu tapi membiarkannya karena itu tradisi?

“Ya buka oke, oke, tetapi ini adalah situs wisata religi, agama adalah kepercayaan dan tradisi, termasuk kepercayaan nenek moyang kita.”


Dia menambahkan tidak mungkin meminta surat nikah para peziarah di pintu masuk. 


Di dalam sebuah warung, Isham dan Fitri sedang bercengkrama. Mereka adalah pasangan yang baru selesai melakukan ritual itu.


“Saya hanya duduk di sana, saya mencari seseorang. Saya menunggu sambil memakan kacang dan dia datang menanyakan di mana saya tinggal. Kenapa dia menanyakan saya tinggal di mana? Ternyata dia adalah seorang pembawa acara dan penyanyi.


Saya bertanya padanya apakah ada yang menunggu dia di rumah.

 

“Saya memiliki anak berusia empat setengah tahun. Tetapi saya sudah bercerai dengan suami saya.”


“Saya punya isteri dan dua anak, isteri saya tidak tahu saya pergi ke sini. Saya mencari alasan untuk bisa datang ke sini.”


Jadi Anda berdua percaya setelah melakukan ritual ini, Anda akan mendapatkan keberuntungan?


“Ya saya percaya. Jika Allah mengabulkan.”


“Anda tahu semua orang Jawa percaya dengan tradisi nenk moyang ini.”


Namun tradisi ini akan bergerak seiring waktu.


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!