ASIACALLING

Mengkritik Budaya Kantor di Korsel Lewat Komik

Ini memberi ilham kepada seniman Yang Kyung-soo untuk membuat komik.

AUTHOR / Jason Strother

Seniman Yang Kyung-soo pembuat komik Yakchikkii. (Foto: Jason Strother)
Seniman Yang Kyung-soo pembuat komik Yakchikkii. (Foto: Jason Strother)

Anda pernah merasa tidak bersemangat berangkat kerja? Di Korea Selatan, ini sering terjadi - apalagi negara ini dikenal punya jam kerja harian terpanjang di dunia. 

Ini memberi ilham kepada seniman Yang Kyung-soo untuk membuat komik. Dia mengolok-olok budaya kerja di negara ini dengan serial kartun satirnya yang dia sebar lewat media sosial.

Koresponden Jason Strother di Seoul menyusun kisahnya untuk Anda. 

Bagi jutaan warga Korea Selatan, naik kereta bawah tanah di pagi hari untuk berangkat ke kantor adalah pertandadimulainya hari yang sangat panjang di tempat kerja.

Kebanyakan akan tetap di kantor hingga larut malam atau kapan pun bos mereka mengatakan sudah waktunya untuk pulang.

Tapi seniman Yang Kyung-soo mengatakan tidak semua pekerja mau melakukannya.

“Anda harus mengikuti perintah atasan tanpa terkecuali. Menurut saya pekerja kantor tidak punya kebebasan untuk mengekspresikan pendapat atas pekerjaan mereka,” kata Yang.

Pria berusia 32 tahun ini mengatakan budaya kantor di Korea adalah campuran dari Konfusianisme dan hirarki militer, karena semua pria Korea Selatan harus ikut wajib militer.

Dan tempat kerja yang dinamis adalah subjek populer serial ilustrasi frame tunggalnya  yang berjudul Yakchikkii, yangterjemahan bebasnya adalah pestisida.

Seorang atasan yang otoriter, agresif atau bahkan menyeramkan adalah sosok yang banyak dihadapi pekerja kantor, kata seniman itu. Paling tidak itu yang dia dengar.

“Saya sendiri tidak pernah bekerja di kantor tapi teman saya banyak yang pekerja kantoran. Satu-satunya kesempatan mereka bisa bicara terbuka soal apa yang mereka rasakan adalah saat mereka minum,” kisah Yang.

“Saya bertanya pada mereka mengapa tidak mengatakan langsung perasaan mereka pada atasan masing-masing. Tapi mereka bilang itu mustahil.”

Dalam Yakchikki, Yang memberikan karakter pekerja kantornya kekuatan untuk mengatakan hal-hal yang dalam kenyataannya tidak mampu dilakukan rekan-rekannya.

Ini salah satu contohnya. Dalam salah satu ilustrasi, seorang atasan mendekati bawahannya. Dia memegang tas besar dengan tulisan ‘Penghargaan’ - sebagai pengganti pembayaran untuk jam kerja yang panjang.

Bawahan itu berkata: ‘Anda pasti bercanda’. Dan berpikir :’Saya tidak perlu penghargaan, bayar saja uang lembur saya.”

Dalam kartun lain: seorang atasan bersandar di atas meja dan menyentuh lengan seorang karyawan perempuan muda. Keterangan di atas kepala mereka tertulis:

Atasan : “Kamu mengingatkan pada putri saya.”

Karyawan: “Tapi Anda kan hanya punya dua putra.”

Berkat konten yang mengandung humor, komik Yakchikii karya Yang menarik ratusan ribu pengikut di media sosial, yang kebanyakan adalah pekerja kantoran.

Saya ingin mencari tahu apa pendapat beberapa penggemarnya soal serial ini. Saya bertemu dengan tiga pekerja kantor saat istirahat siang.

Mereka tidak mau saya mempublikasikan nama mereka tapi ketiganya mengaku penggemar berat serial YAKCHIKKI.

“Penulis meneriakkan apa yang tidak bisa saya katakan pada atasan saya. Dia bersimpati pada semua pekerja kantoran. Ini juga mengingatkan saya kalau saya bukan satu-satunya yang menderita. Mungkin itu yang membuat kartun ini disukai,” ujar salah satu pekerja.

Manager tim ketiga karyawan itu mengaku kartun Yakchikki mengingatkan dia untuk tidak melakukan hal yang digambarkan di sana.

“Saya tidak ingin membuat staf junior saya merasakan hal seperti itu,” kata sang manager.

Dia pun bertanya pada rekan-rekannya apakah dia berlaku seperti yang digambarkan dalam komik.

Saya bertanya pada ketiganya apakah manager itu bos yang baik. Dan kata sang pekerja: “Tentu saja dia baik.”

“Mungkin mereka tidak berani bilang tidak. Karena seperti itulah budaya kami,” timpal sang manager.

Tapi apakah menurut mereka budaya di kantor-kantor di Korea makin liberal?

“Popularitas komik ini adalah salah satu sinyal bahwa budaya kantor di Korea makin lebih liberal. Karena sebelumnya kami bahkan tidak pernah membahas hal-hal seperti ini,” kata pekerja yang lain.

Meski kehidupan pekerja kantor di negara ini keras, kartunis Yang Kyung-soo mengatakan sebagian besar warga Korea masihsangat tertarik bekerja di kantor karena memberikan kepastian dalam hal keuangan.

Karena tidak punya pekerjaan tetap dan mapan secara finansial bisa menyebabkan perpecahan dalam keluarga, seperti yang terjadi pada Yang.

Meski orangtuanya juga seniman dan pendapatannya tergantung pada komisi tapi mereka tidak setuju dengan jalan yang dipilih Yang.

“Mereka tidak bisa mengerti mengapa saya ingin belajar seni rupa karena mereka tahu bidang ini akan sulit menghasilkan uang. Ini menciptakan konflik besar dengan mereka. Kami tidak bicara dengan mereka selama sepuluh tahun terakhir. Saya ragu mereka tahu karir saya sudah berkembang,” keluh Yang.

Yang mengaku sekarang dia bisa hidup dari hasil karyanya. Gambar-gambar Yakchikii-nya sudah diterbitkan menjadi sebuah buku dan dia berencana memperluas serial ini untuk menggambarkan pekerjaan lain juga.

Namun sang seniman mengatakan dia belum melupakan gairah seni pertamanya - melukis hal-hal yang terinspirasi pada Buddha. Mungkin Buddhisme-lah yang membuat dia mempertanyakan apakah dia hidup untuk bekerja atau bekerja untuk hidup.

 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!