INDONESIA

Beragam Reaksi Terkait Kembalinya Pasukan Amerika ke Filipina

Dan kini Manila tengah mempertimbangkan untuk mengizinkan Amerika Serikat menempatkan pasukannya di sana.

AUTHOR / Jason Strother

Beragam Reaksi Terkait Kembalinya Pasukan Amerika ke Filipina
Filipina, pangkalan militer, Palawan, keamanan, Jason Strother

Di dermaga desa nelayan Macarascas yang terletak di pantai barat Palawan, para nelayan tengah bersiap melaut.  

Hari ini cuacanya cerah. Para nelayan tentunya berharap hari ini bisa membawa pulang tangkapan seperti ikan makarel dan cumi-cumi.
 
Jane Villarin yang berusia 37 tahun adalah ketua dewan masyarakat. Ia bercerita pada saya soal desa ini.
 
“Jumlah penduduk desa ini sekarang hampir 1700 jiwa dan sumber pendapatan utamanya adalah bertani dan nelayan.”

Tapi para nelayan di desanya harus berbagi laut dengan angkatan laut Filipina.
 
Tak jauh dari desa itu ada pangkalan angkatan laut Ulugan Bay. Di sana ada kapal-kapal patroli kecil dan personil militer.
 
Sekitar 160 kilometer sebelah barat pangkalan, ada Kepulauan Spratly, yang terdiri dari ratusan batuan, terumbu karang dan pulau-pulau kecil.

Beberapa negara di kawasan Asia mengklaim kawasan ini, terutama Filipina dan Tiongkok. Kepulauan itu punya kehidupan laut yang kaya dan diperkirakan mengandung sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dalam jumlah besar. 

Sekitar separuh lalu lintas laut dunia juga melayari perairan ini.

Beberapa tahun belakangan, pasukan angkatan laut kedua negara saling berhadapan di sana.
 
Villarin mengaku merasa takut berada di barisan paling depan, yang disebut sebagai daerah rawan konflik. Karenanya mereka senang ada tentara di sekitar daerah itu. 
 
“Ini melindungi kami. Itu sebabnya kami menyambut baik keberadaan Angkatan Laut Filipina di sini.”

Dia juga menyambut baik kedatangan Angkatan Laut Amerika Serikat.
 
“Hari ini saya gembira kita akan memulai babak baru penting dalam hubungan antara kedua negara dan dimulai dengan bidang keamanan.”
 
Bulan April lalu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Filipina, Benigno Aquino menandatangani pakta pertahanan baru, Kesepakatan Kerjasama Peningkatan Pertahanan atau EDCA. Kerjasama ini membuka pintu bagi pasukan Amerika untuk ditempatkan di Filipina, 22 tahun setelah Amerika menutup pangkalannya di negeri ini.
 
Tapi seperti yang dijelaskan Obama, kerjasama ini lebih fokus pada membuka pangkalan militer bersama bukan membangun kembali kekuatan Amerika di kawasan ini.
 
“Amerika Serikat tidak mencoba untuk mengklaim kembali pangkalan yang lama atau membangun pangkalan baru. Atas undangan Filipina, pasukan Amerika akan berkeliling mengunjungi pangkalan-pangkalan militer Filipina.”
 
Seorang nelayan Macarascas membawa saya dengan perahunya sedekat mungkin dengan pangkalam Ulugan Bay. Di dalam pangkalan, ada dermaga Oyster Bay. Pemerintah Filipina menawarkan fasilitas minim ini untuk digunakan angkatan laut Amerika Serikat.

Letnan Kolonel Ramon Zagala adalah kepala kantor humas Angkatan Bersenjata Filipina.
 
“Pangkalan ini dibuat untuk meningkatkan kemampuan pertahanan di laut Filipina Barat. Oyster Bay adalah salah satu yang ingin kami tawarkan kepada Amerika untuk dikembangkan.”

Dia mengatakan terlalu dini untuk mengetahui seberapa besar atau apa saja yang diatur dalam usulan kesepakatan pangkalan bersama itu.

Ketua komunitas, Jane Villarin melihat ada peluang yang tercipta bagi desanya.

Penghasilan sebagian besar penduduk Macarascas sekitar Rp 1 juta per bulan. Dia mengatakan kedatangan orang Amerika, maka bakal ada lebih banyak pekerjaan yang tercipta bagi warga komunitas, atau barangray.

“Ini tanda akan berkembangnya barangay kami. Akan ada lebih banyak usaha yang tercipta dan masyarakat kami akan berkembang.”
 
Mayoritas warga di Puerto Princesa yang ramai ini, merasakan hal yang sama.
 
Mereka melihat pengembangan pangkalan Oyster Bay akan mendorong perekonomian di sana.

Tapi tidak semua orang gembira akan keberadaan kapal-kapal besar yang membawa prajurit Amerika itu.

Para pegiat lingkungan merujuk kalau sebagian besar Palawan adalah zona konservasi yang dilindungi. Termasuk hutan bakau di sekitar pangkalan angkatan laut itu.

Elizabeth Maclang adalah kepala Taman Nasional Sungai Subterranean Puerto Princessa saat ini.

Menurutnya Puerto Princesa, tempat Oyster Bay dan desa Macarascas berada, menentang rencana militer untuk membangun pangkalan untuk digunakan orang Amerika, dengan alasan lingkungan.

Maclang mengatakan masyarakat lokal tidak sadar apa sedang dipertaruhkan; seperti menebang bakau untuk membangun dermaga baru dan fasilitas lainnya.
 
“Memang akan muncul banyak pekerjaan baru. Ada banyak fasilitas yang akan dibangun di sana dan untuk keperluan itu, bakau-bakau ditebang. Ini akan berdampak besar pada mata pencaharian mereka. Karena Macarascas dan Baheeli adalah salah satu tujuan wisata berbasis lingkungan dan bisa memberi penghasilan tambahan pada warga.”

Maclang menjelaskan kalau Amerika Serikat tidak punya rekam jejak lingkungan yang bagus di Filipina.

Tahun 1992, pasukan Amerika meninggalkan Filipina setelah hampir satu abad berada di sini. Tapi pangkalan ditinggalkan dalam keadaan sangat tercemar. Dan tahun lalu, kapal angkatan laut Amerika Serikat menabrak salah satu terumbu karang Palawan yang dilindungi.
 
Para pengacara lingkungan mengatakan pemerintah Filipina hanya memberi hukuman ringan pada Amerika Serikat.

Penempatan pasukan Amerika di Palawan juga bisa membawa dampak lain yang tidak diinginkan pada masyarakat di sana.
 
Ada sebuah klub tari telanjang di Puerto Princesa yang hanya melayani pelanggan laki-laki. Sekitar 20 perempuan bekerja di sini yang semuanya berasal dari luar Palawan, kata manajer klub Thess.

Dia mengaku tentara Amerika yang berlibur di Filipina adalah pelanggan terbaiknya. Dia senang bila ada lebih banyak yang datang.
 
“Terutama dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak pelanggan Amerika di sini. Saya kira mereka di sini tidak untuk bekerja. mereka kemari untuk bersantai dan beristirahat.”

Prospek memperluas pangkalan Oyster Bay dan penempatan pasukan Amerika di sana, membuat Jean Enriquez khawatir. Dia adalah Direktur Koalisi Melawan Perdagangan Orang di Asia Pasifik, yang berbasis di Manila.
 
“Kehadiran prajurit angkatan laut di daerah itu akan memunculkan perdagangan orang dan prostitusi. Itu bisa menjadi magnet bagi perdagangan perempuan dan anak-anak dari pinggiran Oyster Bay, seperti Puerto Princesa dan masyarakat adat lainnya dari seluruh Palawan yang sangat miskin.”
 
Enriquez merujuk pada bekas pangkalan militer Amerika dimana prostitusi dan perdagangan manusia masih menjadi masalah serius di sana.

Dia bersama advokat lain menyatakan kekhawatiran mereka dengan turun ke jalan dan berunjuk rasa menentang kedatangan tentara Amerika di Filipina.
 
Aksi unjuk rasa ini menyambut kedatangan Presiden Obama saat berkunjung ke Manila awal tahun ini.
 
Dan tampaknya kekhawatiran mereka didengar oleh Mahkamah Agung Filipina. Para hakim saat ini sedang meninjau petisi yang mengklaim pakta pertahanan Amerika Serikat-Filipina yang baru, EDCA, tidak sesuai konstitusi.

Ramon Zagala dari Angkatan Bersenjata Filipina mengatakan rencana pengembangan pangkalan Oyster Bay ditangguhkan sementara tapi berharap ini tidak berlangsung lama.

“Untuk menghormati keputusan Mahkamah Agung, kami akan menunggu apa keputusan mereka atas petisi itu sebelum kami mulai bekerja. Kami menghormati Mahkamah Agung dan negosiasi EDCA yang dibuat Departemen Pertahanan dan Amerika Serikat dibuat dalam pengawasan.”

Zagala mengatakan masih banyak pembicaraan yang dibutuhkan antara Amerika Serikat dan Filipina sebelum mengambil keputusan soal Oyster Bay.
 
Kembali ke Macaracas, Jane Villarin mengatakan komunitasnya berharap rencana itu bisa segera terwujud. Dan dia mengaku warga lokal sudah terbiasa dengan prajurit Amerika.
 
“Angkatan laut Amerika datang kemari tahun lalu dan melakukan beberapa kegiatan di sekolah dasar di desa kami.”
 
Dan itu menurutnya, membuat orang Amerika lebih diterima dalam masyarakat.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!