HEADLINE
Kapolri Bentuk Tim Gabungan dengan KPK, Ini Tanggapan Novel Baswedan
"Sebab saat awal-awal investigasi pernah KPK menawarkan akan membantu tetapi ditolak karena bukan Tupoksi KPK,"
AUTHOR / Ika Manan
KBR, Jakarta- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menduga Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri) telah menerima laporan adanya pejabat Polri yang menerima suap untuk meneror dia dan penyidik lainnya. Dugaan Novel muncul berdasarkan pernyataan Tito yang kemarin berencana bekerjasama dengan KPK.
Novel menyatakan kerja sama dengan KPK diperlukan lantaran kasusnya terkait tindak pidana korupsi.
"Sebab saat awal-awal investigasi pernah KPK menawarkan akan membantu tetapi ditolak karena bukan Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KPK," ujar Novel melalui pesan tertulis yang dikirim kepada KBR, Selasa (01/08).
Novel yakin kasus penyerangan terhadap dirinya tak akan terungkap bila
proses dilakukan kepolisian sendiri. Dia kuatir upaya membentuk tim gabungan menggandeng KPK
hanya untuk pembenaran alias seolah-olah penyelidikan dilakukan dengan
serius.
Menurut Novel, pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) justru menguntungkan kepolisian. Alasannya TGPF bisa digunakan untuk melihat secara obyektif proses penyelidikan yang sudah berjalan. Tim itu kata dia, juga sekaligus bisa menjadi legitimasi Kapolri untuk menindak pejabat yang terlibat.
Penjelasan
KPK berencana meminta penjelasan dari Kapolri mengenai tim investigasi gabungan dalam penyelidikan perkara penyerangan terhadap Novel Baswedan. Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif berharap, penjelasan tersebut disampaikan Kepolisian dalam waktu dekat.
Laode mengatakan, KPK belum mendapat penjelasan mengenai detail tim investigasi gabungan yang disampaikan Kapolri Tito Karnavian di Istana Negara kemarin. KPK juga belum menentukan sikap terhadap rekomendasi pembentukan tim gabungan tersebut.
"Kami berharap ada tim dari Mabes Polri maupun Polda untuk menjelaskan dulu kepada kami tentang model pembentukan tim itu. Nanti apa juga tanggung jawab masing-masing. Sementara belum ada keputusan dari KPK. Kami ingin mendengarkan dulu penjelasan lebih rinci," kaya Laode di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Selasa (01/08/17).
Laode mengatakan, pada pertengahan Mei lalu Kepolisian pernah berjanji akan memberikan informasi perkembangan penyelidikan perkara penyerangan terhadap Novel setiap dua pekan sekali. Namun hingga saat ini KPK tidak menerima informasi tersebut dari Kepolisian.
"Waktu itu kata teman-teman di Polda terkendala lebaran, tapi sekarang habis itu tidak ada lagi," ujarnya.
Hal senada dikatakan Koalisi Masyarakat Peduli KPK. Mereka menyayangkan penjelasan Kapolri Tito Karnavian yang hanya berkutat pada hambatan teknis, dalam pengusutan pelaku teror terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Apalagi menurut anggota koalisi Haris Azhar, tak ada informasi anyar dalam penjelasan Tito kecuali sketsa terduga pelaku.
“Itu sebetulnya tidak ada yang terlalu fresh, kecuali sketsa wajah yang baru. Bahwa ada yang sudah dilakukan dalam mengolah bukti kan sudah muncul bebrapa bulan terakhir. Saya sih cukup kecewa kalau hanya teknis gini saja kenapa harus tiga bulan?” Ungkap Haris saat dihubungi KBR, Senin (1/8) malam.
Padahal seharusnya menurut anggota koalisi sekaligus aktivis Antikorupsi Haris Azhar, Tito bisa mengungkapkan hambatan politis yang membuat penyelesaian kasus seolah kian kusut. Misalnya, dugaan keterlibatan petinggi polri dalam tarik ulur pengungkapan pelaku.
“Kami sih mendapat informasi, bisa saja sebut. Cuma apa selanjutnya? Sudah ratusan kali kasus begini kami menyebut nama. Paling ujung-ujungnya hanya kami dilaporkan polisi dengan pencemaran nama baik. Tapi ujungnya apa? Tidak bakal mau mengungkap juga."
Menurut dia, TGPF tetap perlu dibuat untuk mengungkap fakta yang tak mungkin dibedah tim gabungan KPK-Polri.
“Kapolri seolah menepis TGPF, bukan pro-justicia urgensinya. Tim independen itu untuk membangun keseimbangan informasi sehingga komprehensif,” tukas aktivis antikorupsi yang sempat menyambangi Novel di Singapura ini.
Haris menambahkan, kerja tim gabungan KPK-Polri dengan tim independen tak harus saling dipertentangkan. Keduanya kata dia bisa berjalan bersamaan bahkan saling memperkaya informasi.
"Tim polisi dan KPK silakan saja bekerja melakukan investigasi, tidak perlu menunggu TGPF, meskipun TGPF juga perlu muncul untuk memperkaya informasi. Bisa memperkaya dan mempertanyakan, lho kenapa fakta ini tidak didalami, atau itu tidak didalami."
Koalisi masyarakat sipil tetap menginkan pembentukan TGPF. “Saya mengutip saja pesan Novel, fakta-fakta hanya bisa terkuak apabila TGPF dibentuk,” kata Haris menirukan Novel.
Koalisi pun mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai tak serius memberi perhatian terhadap penuntasan kasus Novel. "Katanya ini kasus serius, harus diungkap. Tapi kenapa mantaunya baru 111 hari. Ke mana aja presiden? Sesibuk itu kah? Sampai tak punya waktu memperhatikan ini."
Kondisi ini kata dia diperparah dengan lambatnya kerja penegak hukum baik polisi dalam menyelidiki ataupun KPK dalam mendesak penuntasan kasus.
“Keduanya kan punya kewenangan. Kasihan para penyidik yang punya loyalitas dan dedikasi tinggi sampai nyawa pun diberikan.”
Usai bertemu Presiden Jokowi pada Senin (31/7), Kapolri Tito Karnavian menyatakan tidak perlu membentuk tim pencari fakta kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Tito berada di Istana untuk memenuhi panggilan presiden Joko Widodo, melaporkan perkembangan kasus Novel Baswedan.
Menurut Tito, lebih baik membentuk tim investigasi gabungan Polri-KPK karena hasilnya bisa ditindaklanjuti secara hukum. Selain itu, tim investigasi diyakini mampu melakukan penyelidikan lebih mendalam.
"Kalau pencari fakta itu kan tidak pro-justitia artinya hasilnya tidak dapat langsung diajukan sebagai penyidikan untuk barang bukti kemudian diajukan sampai ke pengadilan. Tapi tim investigasi, artinya sudah melakukan investigasi. Karena ini kasus kita anggap dugaan pidananya sudah ada, sehingga melakukan investigasi untuk menyidik dan kemudian memproses kasus itu untuk mengungkap dan menangkap pelakunya," kata Tito usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana, Senin (31/7/2017).
Tito meminta masyarakat mempercayai tim investigasi dalam menuntaskan kasus ini. Kata dia, selain kepolisian, tim juga melibatkan KPK yang telah dinilai kredibel oleh masyarakat.
"Oke kalau mungkin misalnya (kepolisian) dianggap kurang kredibel saya kira tim dari KPK sangat dipercaya publik dan kredibel. Oleh karena itulah kita berpikir kenapa tidak digabungkan antara Polri dan KPK supaya bergerak bersama-sama. Sebaiknya kita percaya kedua lembaga ini," katanya lagi.
Tito mempersilakan apabila KPK ingin menguji kembali temuan-temuan kepolisian, termasuk hasil penyelidikan terhadap tiga orang yang sebelumnya diduga sebagai pelaku. Tiga orang ini berisial M, H dan MAL.
"Kita sangat welcome kepada tim KPK untuk menguji kembali alibi itu, mengkonfrontasi kembali dengan para saksi-saksi," ungkapnya.
Pekan ini Tito akan bertemu dengan KPK untuk membahas rencana meminta keterangan Novel di Singapura. Salah satu yang ingin digali oleh penyidik adalah pernyataan Novel soal dugaan keterlibatan jenderal polisi dalam penyerangan.
"Sampai hari ini informasi dari KPK untuk keberangkatan ke Singapura belum kami terima. Dan mungkin dalam beberapa hari ke depan, dalam minggu ini kami akan melakukan pembicaraan dengan komisioner KPK untuk membahasnya," tutur Tito.
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!