BERITA
Jokowi Temui Peserta Aksi Kamisan, Keluarga Korban Malah Kecewa
"Anak ibu dihilangkan secara paksa, dibakar hidup-hidup. Perasaannya bagaimana? Seorang ibu yang mengandung, melahirkan, jenazahnya tidak diketemukan, perasaannya bagaimana?"
AUTHOR / Ria Apriyani, May Rahmadi
KBR, Jakarta- Juru bicara presiden, Johan Budi, mengatakan Presiden Jokowi sudah lama ingin bertemu dengan keluarga korban
pelanggaran HAM berat masa lalu. Dia mengklaim presiden sudah dua kali
berupaya mengundang. Akan tetapi, undangan itu tidak pernah sampai pada
keluarga korban.
"Presiden sampaikan sudah dua kali upaya itu diusahakan. Tetapi tidak
tahu miss-nya dimana, tidak tahu. Ketika mendengar dari Pak Usman,
presiden merespon, ya sudah besok saja. Kemudian diaturlah
pertemuan," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis(31/5).
Dia mengatakan Jokowi ingin mendengarkan langsung apa yang dialami oleh
para korban, termasuk harapan mereka. Dalam pertemuan itu, kata dia,
belum ada keputusan apapun yang dibuat.
Dalam waktu dekat, Jokowi berjanji akan memanggil Jaksa Agung dan
Menkopolhukam untuk membicarakan masalah ini. Selain itu, Kepala Kantor
Staf Presiden Moeldoko diminta menjembatani komunikasi antara pemerintah
dengan keluarga korban.
"Bukan diserahkan kepada KSP. Hanya mengenai progress. Perkembangan
ini, bagaimana menangani ini, ibu-ibu ini bisa tanya ke Pak Moeldoko.
Yang menangani tetap Jaksa Agung dan Menkopolhukam, berkoordinasi dengan
Komnas HAM."
Sementara itu Direktur Amnesty International Usman Hamid mengatakan, pertemuan
tersebut terjadi karena ada dialog mengenai hukum dan hak asasi manusia
pada Rabu (30/5).
Dialog tersebut melibatkan para ahli hukum, rektor, dan sejumlah Lembaga
Swadaya Masyarakat yang memberikan perhatian di bidang hukum. Dalam
pertemuan tertutup itu, Usman mengritik pemerintahan Joko Widodo karena
tidak serius mengungkap kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Tidak ada satu kasus pelanggaran HAMberat masa lalu pun yang
diselesaikan. Bahkan saya sebutkan dari tragedi Trisakti Semanggi satu
dan Semanggi dua, tragedi Mei 1998, Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989,
penculikan aktivis 1997-1998, dan juga tragedi pembunuhan massal tahun
1965-1966," kata Usman dalam orasi di aksi Kamisan, seberang Istana,
Jakarta, Kamis (31/5).
Lalu, Usman melanjutkan, Jokowi mengakui tidak ada satu kasus pun yang
diselesaikan. Tidak ada satu kasus pun yang mengalami kemajuan, dibawa
ke pengadilan.
Usman kemudian meminta Jokowi memberikan aksi konkrit. Untuk awal, dia
meminta Jokowi bertemu dengan para peserta aksi kamisan. Jokowi, kata
Usman mengaku sempat mendapat informasi bahwa para peserta kamisan tidak
mau bertemu.
"Presiden menyampaikan, untuk aksi kamisan saya pernah menawarkan untuk
bertemu. Tapi saya dengar mereka tidak mau. Saya bantah, saya bilang
tidak pernah ada usul itu. Presiden lalu menegaskan ada staf yang
mengatakan itu. Saya tidak mau berdebat dan meminta presiden
mengagendakan sehingga terjadi," kata Usman.
Dalam pertemuan dengan para peserta aksi kamisan, Jokowi mendapatkan
sejumlah berkas. Perwakilan mereka, Sumarsih, menyebut berkas tersebut
salah satunya mengenai tuntutan agar Jokowi mengakui pelanggaran HAM
berat masa lalu.
"Yang kedua adalah surat masukan untuk mekanisme penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat masa lalu," kata dia. "Kemudian kami juga
menyerahkan mengenai resume perkembangan semua kasus-kasus pelanggaran
ham berat."
Hari ini, setelah lebih dari 500 kali menggelar aksi Kamisan di depan Istana Negara, perwakilan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu akhirnya ditemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka hari ini, Kamis (31/5). Sekitar dua puluh orang keluarga korban Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, Talangsari, Wamena, dan Tanjung Priok, berbincang dengan Jokowi selama hampir satu jam.
Baca juga:
<li><b><a href="http://kbr.id/saga/10-2017/_saga__pengakuan_anak_tapol_65__sempat_menganggap_ayahnya_jahat__bagian_2_/92713.html">Pengakuan Anak Tapol 65/66</a> <span id="pastemarkerend"> </span></b></li>
<li><b><a href="http://kbr.id/saga/11-2017/_saga__film_dokumenter_semanggi_1__yohanes_theo___w_bisa_berarti_wawan_atau__wiranto/93513.html">Film Dokumenter Semanggi 1, Yohanes Theo: W Bisa Berarti Wawan atau.... Wiranto</a> </b></li>
<li><b><a href="http://kbr.id/headline/01-2017/putri_wiji_thukul__ujung_ujungnya_jadi_pertanyaan_di_batin__bapak_ada_di_mana_/88052.html">Putri Wiji Thukul: Ujung-ujungnya Jadi Pertanyaan di Batin, Bapak Di Mana?</a> <span id="pastemarkerend"> </span><br>
Usai bertemu Jokowi, Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus
Realino Norma Irawan(Wawan) korban tragedi Semanggi I mengatakan tidak
ada keputusan apapun yang dicapai dalam pertemuan tersebut.
"Yang disampaikan Pak Johan, Bapak Presiden memerlukan waktu untuk
mempelajari. Kemudian Bapak Presiden minta supaya kami mengejar-ngejar
Bapak Moeldoko seandainya permohonan kami agar Bapak Presiden memberikan
pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat kasus-kasus yang sudah
diselidiki Komnas HAM," kata Sumarsih di Kompleks Istana Kepresidenan,
Kamis (31/5).
Sumarsih mengatakan pertemuan tadi tidak menghasilkan kejelasan apapun
terkait kelanjutan proses hukum seperti yang diminta keluarga korban.
Pada pertemuan tadi, Sumarsih juga menyerahkan berkas terkait
kasus-kasus yang masih jadi utang pemerintah.
Keluarga korban menuntut pemerintah secara terbuka menyatakan Tragedi
Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa, kerusuhan 13-15
Mei 1998, Talangsari Lampung, Tanjung Priok, dan Tragedi 65 sebagai
pelanggaran HAM berat. Mereka meminta kasus-kasus tersebut segera
disidik dan dibawa ke pengadilan.
Dalam pertemuan itu, ujarnya, Jokowi meminta waktu untuk mempelajari
berkas yang diserahkan Sumarsih. Jokowi juga mengatakan akan
berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
"Kami meminta Bapak Presiden hadir di aksi Kamisan untuk memberikan
harapan dan semangat bahwa apa yang kami mohon dan minta dan apa yang
tertulis di visi misi Jokowi-JK benar-benar terwujud."
Keluarga Kecewa
Maria Sanu, ibu dari Stevanus Sanu yang hilang dalam rentetan kerusuhan
20 tahun lalu, mengaku kecewa dengan pertemuan hari ini. Dari apa yang
disampaikan Jokowi kepada keluarga korban, kata dia, tidak ada satupun
yang baru.
"Ya itu-itu aja memang. (Saya) kecewa. Apalagi anak ibu dihilangkan
secara paksa, dibakar hidup-hidup. Perasaannya bagaimana? Seorang ibu
yang mengandung, melahirkan, jenazahnya tidak diketemukan, perasaannya
bagaimana?" Ujar Maria sembari menahan tangis.
Sudah 20 tahun Maria menunggu putranya pulang. Informasi terakhir yang
dia tahu, hari itu ketika Yogya Plaza terbakar, Stevanus pergi ke situ.
Hari ini, menemui Jokowi, Maria datang mengenakan pakaian serba hitam.
Kedua tangannya membawa foto Stevanus Sanu, putranya yang hilang 20
tahun lalu.
Menkopolhukam
Juru bicara presiden, Johan Budi mengatakan pertemuan
Presiden Joko Widodo dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu hari
ini memang tidak melibatkan Menkopolhukam Wiranto maupun Jaksa Agung M.
Prasetyo. Pasalnya, menurut dia, presiden baru ingin mendapat penjelasan
dari keluarga korban terkait tuntutan dan keinginan mereka.
"Sudah saya bilang bahwa sekarang pertemuan ini lebih banyak presiden
lebih ingin mendengarkan. Kan presiden belum tahu detilnya. Tentu dengan
pertemuan cukup singkat tadi, enggak bisa dijelaskan detilnya," kata
Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis(31/5).
Baik Wiranto maupun Prasetyo, keduanya adalah orang yang diserahi
tanggungjawab untuk menuntaskan utang-utang kasus pelanggaran HAM masa
lalu. Wiranto yang kini menjabat sebagai Menkopolhukam bahwa dipercaya
untuk mengordinir seluruh upaya yang dilakukan.
Namun ketika bertemu keluarga korban di Istana Merdeka hari ini,
keduanya justru absen. Menkopolhukam Wiranto sempat terlihat di Kompleks
Istana Kepresidenan ketika menghadiri pelantikan anggota Dewan
Pertimbangan Presiden yang baru. Usai pelantikan, Wiranto terburu-buru
menuju mobil dinasnya dengan alasan ada tugas di tempat lain.
Johan Budi menambahkan presiden akan memanggil Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk membahas tindaklanjut pertemuan hari ini. Sejauh ini, kata dia, presiden belum bisa mengambil keputusan apapun terkait kelanjutan sederet kasus pelanggaran HAM masa lalu yang masih menggantung.
Para penyintas dan keluarga korban kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu jelang pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/5/2018). (Foto: KBR/ Ria Apriyani)
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!