EDITORIAL

Undang-undang Ormas Bikin Cemas

DPR, kemarin (Selasa, 2/7) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, sebagai Undang-Undang. Dari 362 anggota DPR yang hadir, sebanyak 311 orang setuju RUU Ormas disahkan. Sedangkan 50 orang lainnya menolak. Mereka berasal dari anggot

AUTHOR / KBR68H

Undang-undang Ormas Bikin Cemas
ruu ormas

DPR, kemarin (Selasa, 2/7)  mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan, sebagai Undang-Undang. Dari 362 anggota DPR yang hadir, sebanyak 311 orang setuju RUU Ormas disahkan. Sedangkan 50 orang lainnya menolak. Mereka berasal dari anggota Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Hanura.

Sebelumnya pengesahan beleid  yang  mengatur ormas  itu sempat ditunda parlemen bulan lalu, akibat diprotes masyarakat sipil.

Dalam RUU ini, terdapat delapan pasal yang diubah setelah Pansus RUU Ormas melakukan dialog dengan sejumlah petinggi ormas yang menentang keberadaan RUU ini. Ketua Pansus RUU Ormas Abdul Malik Haramain menjabarkan ada delapan pasal yang mengalami perubahan. Di antaranya  Pasal 7 yang awalnya mengatur tentang bidang kegiatan organisasi akhirnya dihapuskan. Juga Pasal 47 ayat (2) dan (3) yang mengatur soal syarat bagi ormas yang didirikan Warga Negara Asing  dan badan hukum asing, yaitu salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara harus dijabat oleh Warga Negara Indonesia.

Hal lainnya jelas Malik terkait  sanksi penghentian sementara bagi ormas yang melanggar aturan.  Sanksi dijatuhkan terkait kegiatan ormas yang melibatkan publik. Sementara rapat internal ormas tetap bisa dilakukan. Penghentian sementara ormas bandel,  dilakukan maksimal  enam bulan. Meski sudah mengalami perbaikan sebagian besar ormas berkeras menolak RUU Ormas yang dinilai bertentangan dengan demokrasi. RUU tersebut dinilai  mengekang kebebasan kalangan ormas sebagai representasi masyarakat sipil yang mengawasi kebijakan pemerintah.

Anggota Koalisi Kebebasan Berserikat Poengky Indarti mengatakan inisiator RUU Ormas  adalah Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kementerian Dalam Negeri, bukan DPR. Pada masa Orde Baru Kesbanglinmas, menurut Direktur Eksekutif Imparsial tersebut adalah pemantau aktivitas masyarakat yang dinilai akan mengganggu keamanan dan stabilitas sosial-politik.

Setidaknya ada enam alasan mengapa RUU tersebut mesti ditolak.  Koalisi Kebebasan Berserikat yang beranggotakan 15 ormas menyebut diantaranya pasal yang mengatur ormas yang multitafsir. Akibatnya, organisasi anti korupsi yang menyuarakan upaya penindakan terhadap pejabat yang korup bisa dianggap organisasi yang membahayakan keselamatan negara. Demikian pula organisasi yang mengkampanyekan mahkamah internasional atas pelanggar HAM berat bisa saja dianggap berbahaya bagi keutuhan negara.

Nasi sudah jadi bubur. Kini langkah realistis yang bisa ditempuh oleh kalangan penolak Undang-undang Ormas adalah lewat jalur hukum, yaitu  uji materi pasal bermasalah  ke Mahkamah Konstitusi. Jika  kelak dalam putusan MK menyatakan sejumlah pasal dalam regulasi  itu bertentangan dengan konstitusi, selayaknya para penggagas RUU Ormas di parlemen mendapat hukuman politik. Caranya seperti yang diusulkan Koalisi Kebebasan Berserikat:  tidak lagi memilih 22 anggota Pansus Ormas yang mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPR pada Pemilu tahun depan.

Sebaliknya jika dalam putusannya kelak MK menyatakan   Undang-undang Ormas tak bertentangan dengan konstitusi, kalangan ormas mesti menerima dengan lapang dada.
 
Itulah demokrasi.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!