EDITORIAL

Salah Sepatu, Buram Masa Depan Cepi

Cepi Herdiansyah baru berumur 14 tahun. Tapi, gurunya sudah menganggap ia adalah anak paling berbahaya bagi sekolah sehingga harus dikeluarkan.

AUTHOR / KBR68H

Salah Sepatu, Buram Masa Depan Cepi
sepatu, Cepi Herdiansyah, SMP YPI Al Huda, Dinas Pendidikan, Tasikmalaya

Cepi Herdiansyah baru berumur 14 tahun. Tapi, gurunya sudah menganggap ia adalah anak paling berbahaya bagi sekolah sehingga harus dikeluarkan.

Cepi belajar di Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Islam Al-Huda, di Tasikmalaya. Sekarang ia kelas 8. Tinggal 1,5 tahun lagi lulus untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Pada 29 Januari lalu ia salat duha sebagaimana diwajibkan oleh sekolah. Namanya salat, tentu tak boleh menggunakan alas kaki, dan sekolah sudah menyediakan satu rak khusus untuk itu. Semua anak mematuhi aturan itu.

Tapi, namanya anak-anak, ada saja keisengan-keisengan. Sepatu Cepi berpindah tempat ke tangga. Soal sepatu yang bukan disimpan di rak inilah yang kemudian membuat Cepi dipecat dari sekolah. Cepi pulang dengan muka sembab lantaran menangis. Ibunya gulung kuming menggerung-gerung ketika ditemui wartawan. Keluarga itu tak mengerti mengapa sebab sepele membuat masa depan anaknya jadi gelap. Bahkan ketika langit Tasikmalaya tengah cerah.

Hebatnya, sekolah berbeda alasan tiga kali mengenai sebab pemecatan Cepi. Kepada wartawan, Wakil Kepala Sekolah mengakui bahwa langkah itu dilakukan untuk menegakkan disiplin. Sepatu Cepi, katanya, disita karena salah tempat. Dan ketika Cepi meminta balik mengeluarkan kata-kata keras. Maka, Cepi harus jadi contoh bagi kemungkinan terjadinya pelanggaran disiplin lain di sekolah. Sehari kemudian alasan ini berubah. Seorang guru mengatakan, Cepi dikeluarkan karena sering bolos pelajaran Iqro. Ini maksudnya pelajaran membaca huruf Arab dalam Alquran.

Paling hebat adalah ketika Dinas Pendidikan Tasikmalaya yang menanyakan ikhwal pemberhentian ini. Kepada Dinas Pendidikan, SMP YPI Al Huda mengaku belum memberi sanksi kepada Cepi. Justru Cepi dan keluarganya yang kemudian minta keluar untuk pindah ke sekolah lain.

Sampai di sini, kita mencatat sekolah yang berbasis pendidikan agama Islam itu gagal berkali-kali dalam mengajarkan prinsip pendidikan. Pertama nilai kejujuran. Sekolah telah tidak jujur ikhwal kasus ini. Bahkan berbohong mengenai pemecatan, sedangkan di tangan keluarga Cepi sudah jelas ada surat resmi pemberhentian. Kedua, Al Huda telah mengubah watak pendidikan yang mestinya terbuka, berwawasan, bertenggang rasa, dan tempat yang menyenangkan menjadi tempat yang mengerikan. Jauh lebih mengerikan daripada penegakan disiplin militer. Ketiga, karenanya Al Huda telah gagal memahami apa itu pendidikan sebenarnya. Bila gagal paham, apa layak mereka masih dibiarkan mengajar?

Dinas Pendidikan Tasikmalaya tak boleh hanya duduk di tempat menerima laporan. Seorang peserta didik, sebandel apapun anak ini, sedang terancam kehilangan masa depan. Mereka semua pernah menjadi anak-anak. Pasti pernah bandel. Kalau tidak pernah bandel, kasihan sekali masa kanak-kanaknya.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!