DARI POJOK MENTENG

Komitmen Pemimpin Daerah Jadi Kunci Keberlanjutan Program BEC- TF

AUTHOR / Dede Riani

Komitmen  Pemimpin Daerah Jadi Kunci Keberlanjutan Program BEC- TF
BEC-TF, pendidikan dasar, Jakarta, Hotel Crown

KBR68H-Pendidikan dasar adalah pondasi. Pembenahan pendidikan harus dimulai dari tingkat dasar. Dalam upaya itu Indonesia menghadapi berbagai masalah. Salah satunya, tata kelola pendidikan dasar yang belum baik dan akuntabel.  

Program Basic Education Capacity Trust Fund (BEC-TF), program kolaborasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bank Dunia dan didukung oleh Kedutaan Belanda menyasar pembenahan tata kelola ini. Program BEC-TF ini memberi pendampingan kepada penyelenggara pendidikan melalui reformasi manajemen dan alokasi pembiayaan pendidikan untuk memberdayakan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam era desentralisasi. Setidaknya 50 kota mendapat pendampingan program ini hingga akhir 2012 lalu. 

Sejumlah perubahan tata kelola pendidikan mulai terlihat setelah pelaksanaan program BEC-TF. Sekretaris BEC di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Aceh Utara Sazali mengatakan standar pelayanan pendidikan di wilayahnya menjadi lebih baik. Persoalan kurang guru atau kurang buku bisa ditanggulangi dengan cepat. “Pakai TRIMS, data jumlah kebutuhan guru atau buku bisa lebih valid dan cepat. Sebelumnya pakai aplikasi yang ada lama sekali,” cerita Sazali dalam talkshow Berbagi Pengalaman: Komitmen Pemerintah Daerah dalam Benahi Tata Kelola Pendidikan Dasar Keberlanjutan Program BEC-TF, di Hotel CrowneJakarta, Rabu, 20 Maret 2013.
Kateristik wilayah yang begitu luas dan berbeda menjadi tantangan tersendiri untuk tata kelola pendidikan di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Apalagi banyak daerah di Kalimantan Tengah yang terpencil dan terisolir. Untunglah ada Program BOSDA Berformula dan TRIMS sebagai inovasinya. “Formulasi yang memberikan rasa keadilan bagi semua. Daerah yang kurang fasilitas, siswanya sedikit, mereka yang berada di daerah terpencil dan terisolir bisa mendapatkan haknya secara adil. Pakai formulasi ini mereka dapat sharing subsidi karena keterpencilan tadi. Biasanya kan pengalokasian BOSDA biayanya menggunakan formula persiswa, seperti BOS Nasional,” tutur Marzuki Manajer BOS Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah juga dalam talkshow tersebut.

Marzuki juga memberikan gambaran bagaimana anak-anak di wilayahnya sangat susah untuk mendapatkan sarana kelengkapan pendidikan. “Sekolah hanya pakai baju dan celana saja. Sekarang mereka sudah punya sepatu dan tas serta atribut lainnya. Ini berkat BOSDA Berformula dan pendataan TRIMS,” ungkap Marzuki.  Tak hanya pada atribut dan sarana kelengkapan sekolah. Marzuki berharap melalui program BEC-TF angka wajar pendidikan dasar diwilayahnya menjadi lebih baik. “Angka Dikdas wajar kita baru APK 85,67%, target Renstra kita 2015 insya allah 98%, akhir 2015 mencapai 100% lah,” harap dia.

Manfaat penggunaan program BEC-TF tak hanya di Kotawaringin Timur dan Aceh Utara saja. Tapi juga di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Dinas Pendidikan dan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Polewali Mandar, Yohanes Piterson mengatakan prinsip transparansi dan akutanbel lah yang kini ada dalam tata kelola pendidikan dasar di wilayahnya.  Polman memilih aplikasi program TRIMS yang dikombinasikan dengan data dari luar sekolah. “Jadi ini adalah sistem informasi pendidikan yang berbasis masyarakat,” ujar Yohanes. Dalam proses ini, masyarakat bisa ikut terlibat. Mulai dari rencana, pelaksanaan hingga pemanfaatan data. 

TRIMS yang berisi data dari sekolah dilengkapi dengan data yang berasal dari masyarakat. Data yang dibutuhkan dari masyarakat ini meliputi data anak-anak putus sekolah dan yang tak terlayanai pendidikan. “Selama ini dengan TRIMS, kami tahu ada anak yang putus sekolah. Tapi kami tidak tahu mereka ada di mana. Nah, informasi dan data masyarakat inilah yang kami butuhkan,” lanjut Yohanes.
Metode TRIMS yang dikombinasikan dengan data dari luar sekolah mengantarkan Kabupaten Polewali Mandar sukses mengembalikan sekitar 2000 anak putus sekolah  untuk kembali ke bangku sekolah. Bahkan gerakan yang diberi nama Gerakan Anak Kembali ke Sekolah ini juga dicontoh oleh sejumlah daerah lain. 

Melirik inovasi dari kota lain demi perubahan dan perbaikan tata kelola pendidikan dasar inilah yang dilakukan Kepala Sekolah SMP 20 Singkawang Kalimantan Barat, Asep Wahyudin. “Saya lihat, saya juga pernah diundang pelatihan di dinas pendidikan bagaimana program ini berjalan dan bermanfaat di kota-kota yang masuk program BEC-TF,” Katanya. Meski di daerahnya belum masuk Program BEC-TF, tapi Asep Wahyudin berkomitmen melaksanakan program itu secara mandiri. Program yang dimaksud adalah TRIMS.  “Manfaatnya sangat besar dari penggunaan TRIMS untuk tata kelola pendidikan dasar. Dengan aplikasi trims, kita bisa langsung dapat ouputnya, Apadan bagaimana kelemahan kita di sekolah bisa kita tahu, bagaimana standar pelayanan pendidikan kita bisa dapatkan. Kita bisa membenahi dan apa yang kurang di sekolah,” tutur Asep Wahyudin.

Sebelumnya, data pendidikan Singkawang menggunakan aplikasi yang tersedia di wilayahnya.  Tingkat kemungkinan kesalahan lebih tinggi ketimbang menggunakan program TRIMS. “Gaji saya pernah tidak dibayar gara-gara salah input data masa kerja. Nah kalau pakai TRIMS, kesalahan seperti itu bisa dikurangi, malahan ditiadakan. Bentuk datanya bagus dan valid. Bagus karena ada gambar-gambar dan grafik mudah dibaca dan dipahami. Berbeda dengan aplikasi yang saya pakai sebelumnya,” cerita Asep Wahyudin dengan semangat dalam talkshow tersebut.

Karena manfaat yang besar itu pula, cara unik ditelurkan dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Singkawang, Kalimantan Barat. Suatu cara supaya program ini bisa berjalan secara mandiri dan berlanjut ke sekolah lain yang ada di Singkawang, Kalimantan Barat. “Kita rapat, kita musyawarahkan bersama kepala sekolah. Kalau setiap kepala sekolah mengeluarkan iuran besarnya setara dengan jumlah murid/siswa yang ada di sekolah, ada iuran Rp 500,- /bulan. Pokonya kita bahu membahu. Jangan melulu mengandalkan dana APBD,” terang Asep Wahyudin. Sementara untuk pelatihan SDM-nya, lanjut Asep Wahyudin, dia secara sukarela memberikan pelatihan bagi kepala sekolah atau guru yang tertarik mereplikasi program TRIMS di sekolah lainnya. “Tidak dibayar tidak apa. Yang penting SDM-nya paham dengan aplikasi TRIMS. Bisa pakai,” tegasnya.

Inovasi yang baik serta perubahan yang sudah dibawa program ini memang sudah semestinya tak berhenti. Bahkan berlanjut. Ini pula yang menjadi komitmen Kotawaringan Timur, Kalimantan Tengah dan Aceh Utara. Menurut Marzuki, tim pengawas internal akan dibentuk untuk memastikan program BOSDA Berformula dan TRIMS berjalan sesuai prosedur. Baik di tingkat kab/kota. Pun dukungan anggaran. “Total anggaran untuk BOSDA Rp 310 juta, nah Rp 95 juta untuk BOSDA Berformula, Ada di APBD,” sebut Marzuki. Evaluasi pelaksanaan program BEC-TF juga dilakukan setiap tahunnya. “Semua sekolah kita undang, kepala sekolah, kita review bersama. Kalau ada yang belum sempurna kita berikan lagi sosialisasinya,” tambah Marzuki. Hal serupa dituturkan Sazali dari Aceh Utara. Kata dia, Komitmen untuk melanjutkan dan melebarkan program BEC-TF sudah ada di daerahnya. “Semua sudah dianggarkan tahun ini ada di APBD, tahun depan juga ada. Di Renstra juga begitu. Sekitar Rp 300 jutaan,” sebutnya. Untuk menyamakan dan menguatkan komitmen pelaksanaan dan keberlanjutan Program BEC-TF sosialisasi pun digencarkan. “Kita kasih sosialisasi dan gambaran kalau ingin sekolahnya maju, mutunya baik, tata kelolannya baik sesuai ketentuan yang berlaku pakai program TRIMS dan SUMS, hanya pakai aplikasi excel, kita belajar seminggu insya allah sudah bisa, hasil datanya bisa dengan hitungan jam, datanya valid. Bisa kita jual dalam arti kata bisa digunakan untuk permintaan bantuan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan sekolah. Kan terlihat apa yang kurang, apa yang dibutuhkan dengan data yang ada,” tutur Sazali. Namun yang terpenting, kata Asep Wahyudin, pemimpin daerah atau penyelenggara pendidikan dasar harus punya komitmen yang kuat untuk melaksanakan program ini. “Ini berada di masing-masing pemimpin. Yang terpenting ya pemimpinnya. Kalau ingin baik dan ada perubahan di tata kelola pasti akan melajutkan program ini,” tutup dia. 


Acara terselenggara atas kerjasama KBR68H, program BEC-TF dan Kemdikbud.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!