BERITA

Respon Istana terhadap Polemik TWK KPK: Tunggu!

Respon Istana terhadap Polemik TWK KPK: Tunggu proses hukum gugatan di MK dan MA

AUTHOR / Resky Novianto, Astri Yuanasari

Respon Istana terhadap Polemik TWK KPK: Tunggu!
Pekerja mengecat logo KPK yang sempat rusak di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (10/8/2021). (Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto)

KBR, Jakarta - Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Stafsus Mensesneg) Faldo Maldini menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menunggu bergulirnya proses hukum gugatan tes wawasan kebangsaan (TWK) di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA).

Faldo menanggapi respons dari sejumlah pihak yang meminta Presiden turun tangan menangani persoalan TWK KPK hingga adanya permohonan pegawai KPK nonaktif yang meminta pengangkatan sebagai ASN.

"Kita tunggu hasil dari proses hukum di MA dan MK. Sekarang, kan sedang jalan semua. Kami yakin pengadilan akan keluarkan putusan yang kredibel dan mengedepankan keadilan. Pemerintah tentunya terus mengkaji semua yang masuk. Setiap input akan dibahas dengan kementerian dan lembaga terkait, sebelum menjadi suatu keputusan yang diambil. Untuk urusan ini, pemerintah akan mengacu kepada proses yang berjalan," kata Faldo kepada KBR, Minggu (29/8/2021).

Baca juga:

Faldo Maldini mengatakan setiap saran dan masukan dari berbagai pihak yang masuk kepada Presiden Jokowi akan diterima dan dibahas secara seksama.

Pemerintah, kata dia, tetap menunggu keputusan akhir dari MA dan MK, terkait gugatan TWK dari pegawai KPK nonaktif.

Sebelumnya, Ombudsman RI dan Komnas HAM mengusut dugaan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK. Rekomendasi juga telah dikeluarkan oleh kedua lembaga tersebut.

Perwakilan pegawai KPK, Hotman Tambunan, mengatakan Ombudsman RI menemukan dugaan maladministrasi dan menyarankan berupa tindakan korektif kepada KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Sedangkan, dari Komnas HAM, berdasarkan hasil penyelidikan menemukan dugaan 11 bentuk pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

Desak presiden

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Rieswin Rachwell, meminta presiden Joko Widodo memberikan perhatian penuh terhadap perjuangan pegawai KPK yang akan dipecat.

Rieswin menganggap praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap sejumlah pegawai KPK merupakan bentuk pelanggengan praktik korupsi di Indonesia.

"Harapan saya ke depan semoga bapak presiden menaruh atensi penuh terhadap upaya ini, karena bagaimanapun suatu negara tidak bisa berjalan baik dengan pemberantasan korupsi yang tidak benar. Dan ini pandangan pribadi saya dan pengamatan saya yang sok tahu, bagi saya negara yang melanggengkan praktik pelanggaran HAM biasanya pasti melanggengkan praktek koruptif juga," kata Rieswin dalam diskusi yang digelar YLBHI, Minggu (29/8/2021).

Baca juga:

Rieswin meyakini, TWK yang merupakan bagian dari alih status peawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), diadakan untuk menyingkirkan pegawai yang memiliki pandangan berbeda dan tidak bisa diatur.

"Mereka memang tidak menyingkirkan karena saya minoritas, tetapi ternyata saya disingkirkan karena beberapa pandangan-pandangan pribadi saya atau memang sudah dirancang untuk menyingkirkan saya dan teman-teman, Pak Novel, Pak Harun Al-Rasyid. Karena saya anak buahnya Pak Harun, barangkali, kemudian saya disingkirkan. Tidak ada yang tahu. Karena sampai sekarang kami tidak pernah melihat hasil tes tersebut dan bagaimana proses-proses penilaian dan segala macam itu tidak pernah secara transparan diberikan kepada kami. Dan sekarang kami sedang mengajukan sengketa informasi ke KIP mengenai itu," imbuhnya.

Sebelumnya, tercatat ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Sebanyak 51 di antaranya dinyatakan sudah tidak bisa dibina dan masuk daftar yang akan dipecat, dan sisanya 24 pegawai dinilai masih bisa dibina.

Namun, hanya 18 pegawai yang menyatakan bersedia ikut diklat pembinaan, sedangkan enam di antaranya menolak.

Jadi total ada 57 pegawai yang masuk daftar pecat KPK pada 1 November 2021. Namun, satu di antaranya sudah pensiun, sehingga total yang akan dipecat KPK adalah 56 pegawai.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!