BERITA

Kasus TWK, Akademisi: Pimpinan KPK Bisa Dicopot

Jika ada tindak pelecehan dan pelanggaran konstitusi, maka sesuai pasal 32 Undang-Undang KPK hal ini bisa membuat pimpinan KPK, Firli Bahuri kehilangan jabatan. Termasuk pelanggaran hak asasi manusia.

AUTHOR / Heru Haetami, Dwi Reinjani

Kasus TWK, Akademisi: Pimpinan KPK Bisa Dicopot
Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung KPK Jakarta, Senin (2/8/2021). (Foto: ANTARA/Reno Esnir)

KBR, Jakarta - Pakar hukum tata negara, Feri Amsari menyebut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus memperhatikan serius isi laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). 

Laporan itu terkait dugaan pelanggaran hak asasi dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Feri Amsari mengatakan jika ada tindak pelecehan dan pelanggaran konstitusi, maka sesuai pasal 32 Undang-Undang KPK hal ini bisa membuat pimpinan KPK, Firli Bahuri kehilangan jabatan.

"Yang ditemukan Komnas HAM itu adalah pelanggaran HAM, di mana prinsip-prinsip perlindungan HAM itu diatur di dalam konstitusi. Setiap pelanggar konstitusi dapat diberhentikan dari penyelenggara negara. Bahkan seorang presiden sekalipun. Apalagi kalau hanya pimpinan KPK. Jadi konsekuensinya, kalau pimpinan KPK mengabaikan perlindungan konstitusi atau nilai-nilai yang dilindungi konstitusi, maka ujungnya mestinya pemberhentian pimpinan KPK," ujar Feri, dalam pesan suara kepada KBR, Selasa (17/8/2021).

Baca juga:

Feri Amsari meminta Presiden Joko Widodo bersikap tegas menyikapi hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM terhadap penyelenggaraan TWK oleh KPK.

"Presiden harus memastikan bahwa TWK ini harus dibatalkan dan tidak sesuai dengan undang-undang hak asasi manusia. Oleh karena itu Presiden harus bersikap dan memenuhi standar penyelenggara hak asasi manusia, terhadap berbagai tindakan negara. Oleh karena itu saatnya kita pastikan bahwa pelanggaran undang-undang, pelanggaran HAM tidak boleh terjadi di negeri ini." Ujarnya.

Akan dipelajari

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati terbitnya hasil pemantauan dan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Juru bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, KPK belum menerima laporan lengkap hasil pemeriksaan yang menyatakan ada pelanggaran HAM dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan pegawai KPK.

Ali menyebut, KPK akan mempelajari terlebih dahulu laporan itu, dan menelaah lebih rinci temuan, saran, dan rekomendasi dari Komnas HAM kepada KPK.

"Di awal kami perlu sampaikan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN bukan tanpa dasar, namun sebagai amanat peraturan perundang-undangan yang telah sah berlaku yakni UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020, dan Perkom Nomor 1 tahun 2021," ungkap Ali kepada KBR, Selasa, (17/8/2021).

Baca juga:

Ali Fikri mengklaim, dalam pelaksanaan alih status pegawai menjadi ASN, KPK patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku. Termasuk terhadap putusan MK dan amanat Presiden. Diantaranya melibatkan kementerian/lembaga negara yang punya kewenangan dan kompetensi dalam proses tersebut.

"Proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN saat ini juga sedang dan masih menjadi objek pemeriksaan di MA dan MK," imbuhnya,

Ali menjelaskan, lantaran proses pemeriksaan di MA dan MK masih berlangsung, ia mendorong agar semua pihak yang tengah memeriksa terkait tes wawasan kebangsaan KPK agar menjujung tinggi azas hukum. Ali menekankan agar sejumlah pihak sepatutnya juga menunggu hasil pemeriksaan tersebut untuk menguji dasar hukum dan pelaksanaan alih status ini.

Editor: Agus Luqman

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!