KBR, Jakarta- Presiden Joko Widodo menegaskan tidak pernah menerbitkan izin reklamasi saat menjabat sebagai gubernur Jakarta. Ia mengakui mengeluarkan Peraturan Gubernur nomor 146 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan Prasarana Reklamasi Strategis Pantai Utara, Jakarta.
Kata dia, Pergub itu bukan penetapan izin reklamasi, melainkan aturan untuk pengajuan izinnya.
"Sebagai gubernur saya juga tidak pernah mengeluarkan izin untuk reklamasi. Kalau yang Pergub itu, Pergub yang acuan petunjuk dalam rangka kalau kamu minta izin, bukan reklamasinya. Kalau kamu minta izin, aturannya seperti apa, bukan kamu saya beri izin reklamasi, bukan itu. Tolong dilihat," kata Jokowi di Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (1/11/2017).
Jokowi juga menegaskan selama menjadi presiden belum pernah mengeluarkan izin reklamasi. Peraturan presiden tentang reklamasi diterbitkan oleh Presiden Soeharto (Kepres nomor 52 tahun 1995) dan diperkuat dengan Perpres di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Perpres nomor 122 tahun 2012).
"Saya sebagai presiden tidak pernah mengeluarkan izin untuk reklamasi," ujar dia.
Sementara di Jakarta, Gubernur Anies Baswedan menegaskan akan memenuhi janji kampanye untuk menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Hal tersebut menanggapi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai tiga pulau yang sudah telanjur dibangun. JK menyebut, Anies-Sandi sepakat bahwa pembangunan di atas Pulau C, D dan G itu tetap dilanjutkan asalkan pemanfaatannya untuk kepentingan publik.
"Dilihat yang lengkap pernyataannya. Anda lihat janji kita, itulah pegangan kita. Anda lihat, di situ ada Jakarta Maju Bersama salah satunya, itu saja. Kita masih sesuai sama visi misi," responsnya menanggapi pembahasan reklamasi bersama JK, Rabu (01/10).
Dalam laman yang dimaksud Anies (jakartamajubersama.com), tertulis bahwa prinsip penghentian reklamasi salah satunya mengenai pulau yang telanjur dibangun maka akan dikembalikan fungsinya untuk kepentingan masyarakat, konservasi dan infrastruktur. Namun tak dirinci fasilitas publik itu seperti apa.
Dalam berbagai kesempatan, Anies dan Sandi juga enggan merinci setiap kali diminta menjelaskan langkah konkret penghentian reklamasi. Keduanya juga tak menjawab ketika beberapa kali ditanya mengenai wacana penarikan dua Raperda terkait reklamasi.
Sementara itu Anggota Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia, Marthin
Hadiwinata meminta pemerintah membuat kajian kelanjutan 3
pulau di Teluk Jakarta. Ia mengatakan jika nantinya
reklamasi tetap dilanjutkan untuk kepentingan masyarakat pun akan
blunder jika tidak didasari kajian lingkungan yang benar dengan
melibatkan masyarakat.
"Iya harusdi kaji dulu. Menurut kami harus jelas dasar berpikirnya
seperti apa, sebuah kebijakan publik harus ada dasarnya, entah dasar
ilmiah, sosiologis dan yuridis. Mungkin sosiologis sudah jelas dia
adalah pemimpin dan masyarakat ingin reklamasi berhenti, kemudian secara
yurids dia adalah gubernur Jakarta yang berwenang, dasar ilmiahnya
seperti apa pemilihan kebijakannya seperti apa nah ini yang harus
diperjelas angan sampai blunder sendiri," ujar Martin, saat
dihubungi KBR, Rabu (01/11/2017).
Disinggung mengenai langkah selanjutnya, ia mengatakan sudah
mengirimkan surat permohonan bertemu dengan Gubernur untuk memperjelas
keputusan yang diambil oleh pemerintah.
"Kita sudah kirim surat untuk bertemu dengan pak Anies, untuk audiensi," ujarnya.
Selain itu Martin juga mengatakan jika memang nantinya hasil kajian 3
pulau mengatakan dapat dilanjutkan tanpa merusak ekosistem dan
mempersulit para nelayan, KNTI meminta agar pemerintah membuat kampung
deret bagi nelayan dan fasilitas lainnya yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitar.
Martin juga menanggapi rencana Anies mencabut 2 perda terkait zonasi dan
tata ruang, menurutnya jika Anies memang akan memberhentikan proyek
reklamasi, maka seharusnya Anis membuat perda baru atau setidaknya
merevisi perda yang sudah ada.
Raperda Zonasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, menolak berkomentar terkait pencabutan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Dia mengalihkan ke Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik.
"Tentang Raperda mau dicabut oleh Pemprov ya? Mungkin Pak Taufik (sambil mempersilakan Mohamad Taufik bicara) lebih cocok berkomentar," ujarnya saat ditemui usai Rapat Internal bersama Fraksi Gerindra di Lantai 9 Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (1/11/17).
Tapi Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik balik mengatakan pencabutan draf Raperda merupakan wilayah kekuasaan eksekutif.
"Oh itu kan haknya Pemprov, itu juga usul inisiatifnya dia," katanya.
Taufik melanjutkan, "Raperda itu dilanjutkan atas usulan dari eksekutif karena atas inisiatif mereka. Kan yang lalu Pak Djarot meminta tetap dilanjutkan, kemudian ada salah di suratnya, dan sudah kita kembalikan. Dan tinggal sekarang itu belum dikembalikan lagi (belum ada respons dari pihak Pemprov)."
Editor: Rony Sitanggang