BERITA

Kominfo: Kini Situs Pornografi Bisa Langsung Diblokir

"Karena sekarang Kominfo bisa langsung memblokirnya tanpa menunggu aduan masyarakat."

Vitri Angreni

Kominfo: Kini Situs Pornografi Bisa Langsung Diblokir
Permen, situs, konten negatif, pornografi, kebebasan berekspresi

KBR, Jakarta – Juli lalu, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengesahkan Peraturan Menteri (Permen) Kominfo nomor 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawidu mengatakan Permen ini mengincar situs-situs pornografi. Karena sekarang Kominfo bisa langsung memblokirnya tanpa menunggu pengaduan masyarakat. Lalu bagaimana perlakuan terhadap situs-situs lain yang bukan pornografi tapi berisi konten negatif atau fitnah?

Simak wawancara Ismail Cawidu selengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (12/8). 

Ada proses transparansi yang dibuat oleh teman-teman aktivis masyarakat dari pemblokiran situs internet. Bagaimana penjelasan dari Kemenkominfo?

“Di dalam Peraturan Menteri No. 19 Tahun 2014 yang sudah ditandatangani menteri itu dan sudah diundangkan itu prosesnya transparan semua. Pertama yang ditegaskan dalam peraturan tersebut bahwa kalau itu menyangkut pornografi itu Kemenkominfo bisa langsung, karena itu diperintahkan Pasal 18 UU Pornografi pemerintah berhak memblokir, memutus jaringan itu jelas. Tapi di luar pornografi ada mekanisme laporan dari masyarakat, lembaga. Kemenkominfo itu tidak langsung serta merta menutupnya, harus ada aturan yang dilanggar apa.”

Bagaimana prosedurnya sehingga sebuah situs kemudian bisa diblokir?

“Prosedurnya kita menunggu laporan dari masyarakat. Jadi sebenarnya bukan Kemenkominfo yang serta merta memblokir kalau di luar pornografi. Tapi di luar pornografi yaitu konten-konten ilegal lainnya yang meresahkan masyarakat itu dilaporkan ke lembaga terkait atau pemerintah. Seperti kasus video ISIS itu kita setelah mendapatkan permintaan resmi dari Kemenkumham bahkan presiden memerintahkan baru kita blokir.”

Jadi  yang diincar situs-situs pornografi?

“Jadi peraturan itu namanya Penanganan Konten Internet Bermuatan Negatif.”

Ada perlakuan yang berbeda antara yang pornografi dengan non pornografi?

“Iya ada. Karena pornografi jelas-jelas di dalam UU No. 44 Tahun 2008 Pasal 18 bahwa pemerintah punya kewenangan menutup dengan memlokir bila menemukan itu. Termasuk masyarakat yang melaporkan.”

Di luar pornografi walaupun itu misalnya kontennya negatif, fitnah, dan sebagainya tidak bisa diperlakukan sama?

“Kalau memang itu berada pada posisi yang sangat meresahkan masyarakat tetap diperlukan ada pengaduan.”

Kemudian yang dipersoalkan juga adalah tentang keberadaan Transpositif. Bagaimana Transpositif ini memasukkan daftar situs-situs yang dianggap bermasalah?

“Transpositif bekerja atas nama pemerintah sebagaimana kewenangan yang diberikan itu juga tidak langsung serta merta. Misalnya pada saat ada permintaan dari Badan POM ada kurang lebih 200 situs menjual obat palsu, itu Badan POM memberikan daftar kepada pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo. Lalu setelah kita verifikasi daftar tersebut baru kita perintahkan kepada Transpositif mencantumkan dalam daftar konten atau domain internet yang harus diblokir. Tidak ada sesuatu yang perlu dirisaukan karena peraturan ini dibahas dari 2013 sudah melibatkan teman-teman dari para pemerhati IT termasuk ICT Watch dan lainnya.”

Tapi ICT Watch, APJII sekarang memprotes bagaimana?

“Saya tidak tahu apa yang diprotes karena mereka juga ikut dalam pembahasan itu.”

(Baca juga: LSM Tolak Permen Kominfo Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif)

Mereka menginginkan adanya audit kinerja yang transparan, kira-kira bisa?

“Bisa saja, tidak ada yang disembunyikan di kantor Kemenkominfo itu yang dipersoalkan apanya. Justru kali ini dalam peraturan tersebut melindungi kepentingan umum, bukan hanya semata-mata kepentingan teman-teman yang merasa dilanggar haknya tidak.”

Ada juga rencana mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan Menteri bagaimana?


“Itu hak setiap warga negara siapapun boleh saja. Kita akan tunjukkan bahwa proses keluarnya peraturan ini sudah dari 2013 kita bahas bersama, 5 Desember kita diskusi terbuka, 14 Februari kita uji publik, tanggal 3 sampai 15 Maret kita melaksanakan uji publik, tanggal 24 Maret kita mendapatkan tanggapan dari uji publik termasuk dari Elsam dan ICT Watch. Tanggal 5 Mei kita dengan Dewan Pers, tanggal 7 Juli baru pak menteri itu diproses jadi tidak serta merta ini keluar. Saya juga heran sebenarnya yang berhak memblokir bukan saja pemerintah tapi dari penyelenggara IT pun yang bersertifikat dan berbadan hukum itu boleh memblokir sepanjang itu pengaduan dan meresahkan masyarakat.”

Masih juga adanya perbedaan pendapat ini apakah Anda setuju UU ITE direvisi?

“Kalau soal perbedaan pendapat masalah hukum dimanapun ada, silahkan saja tidak perlu dipersoalkan.”

Kemenkominfo menganggap UU ITE sudah selesai?

“Sudah sesuai.”

Tidak perlu direvisi sama sekali?

“Kami tidak mengajukan revisi.”

Kalau direvisi pun tidak persoalan ya?

“Tidak persoalan ada lembaga yang merevisinya. Jadi kita jangan hanya memperhitungkan kepentingan mereka yang aktif, kita perhitungkan the silent majority itu luar biasa besarnya. Katakan kita bicara pornografi itu industri berapa keuntungan yang mereka dapatkan luar biasa tapi dampak negatif untuk bangsa kita apa, kita melindungi kepentingan rakyat kita. Jadi mereka berpikir tentang industri tidak berpikir tentang bagaimana melindungi masyarakat kita.” 

Jadi Anda melihat ini persoalan industri semata?

“Bukan. Negara ini harus punya kedaulatan melindungi masyarakatnya. Kalau ada hal-hal yang perlu dibicarakan kita bicarakan.”

Akan ada rencana bertemu dengan mereka untuk memperjelas duduk persoalan?

“Tentu saja dengan banyaknya masukan-masukan. Kita lihat lagi kembali barangkali ada hal-hal yang perlu kita sempurnakan. Tapi negara harus punya alat-alat seperti ini, kalau tidak ya tidak mungkin negara ini kita biarkan begitu saja setiap orang memasukkan konten-konten negatif yang sangat merugikan bangsa kita tidak mungkin juga kita biarkan.”

(Baca juga: Cabut Permen Kominfo Anti Kebebasan Berekspresi)
     


            


  • Permen
  • situs
  • konten negatif
  • pornografi
  • kebebasan berekspresi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!