BERITA

Polemik Elpiji 12 Kg, SBY Lakukan Lawakan Politik

"KBR68H, Jakarta - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengakui kesalahannya terkait kisruh penaikan harga LPG 12 Kg. Dahlan mengatakan kurangnya koordinasi itu menimbulkan kesalahpahaman diantara kementerian terkait dan Pertamina."

Doddy Rosadi

Polemik Elpiji 12 Kg, SBY Lakukan Lawakan Politik
elpji, SBY, Pertamina, lawakan politik

KBR68H, Jakarta - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengakui kesalahannya terkait kisruh penaikan harga LPG 12 Kg. Dahlan mengatakan kurangnya koordinasi itu menimbulkan kesalahpahaman diantara kementerian terkait dan Pertamina. Karena itu, untuk memperbaikinya, dia akan berkoordinasi dengan BPK untuk menentukan besaran harga LPG 12 Kg yang sesuai.

Kenapa tidak ada koordinasi antara pemerintah dengan PT Pertamina dalam kenaikan harga gas elpiji 12 kg ini? Simak perbincangan penyiar KBR68H Irvan Imamsyah dan Rumondang Nainggolan dengan Pengamat Ekonomi INDEF Sugiyono dalam program Sarapan Pagi.

Pemerintah tiba-tiba saling lempar tanggung jawab padahal dalam RUPS harusnya pemerintah ada wakil dan tidak ada alasan untuk tidak tahu bahwa Pertamina menaikkan harga. Menurut Anda disebabkan karena apa?

Saya menafsirkannya beberapa hal. Pertama bahwa pemerintah maupun partai politik yang berkuasa termasuk Demokrat dan partai koalisi itu berkepentingan dengan memanfaatkan suatu momentum, yaitu membela kepentingan rakyat. Jadi kalau ada kebijakan harga naik kemudian berhasil dibatalkan atau dikecilkan itu maka akan pihak-pihak yang mengambil keputusan di pemerintah akan mengambil keuntungan politik dari kegiatan seperti itu.
 
Apa karena pemilu 2014 ini ya?

Ya apalagi hancur-hancuran. Kampanye perlu uang, dana politik dan seperti itu kita tahu bahwa menaikkan pajak itu sulit dan harus melalui mekanisme APBN, tidak ada waktu lagi. Maka ada sumber-sumber yang bisa dimanfaatkan untuk itu, yaitu BUMN dimana saham negara di situ mayoritas walaupun dia misalnya persero. Drama politik dilakukan adalah subsidi yang dipolitisasi, subsidi yang menentukannya dengan cara membandingkan antara harga jual di tingkat internasional dengan Harga Pokok Produksi sumber dalam negeri dengan sumber dari luar negeri. Jadi perlu informasi yang simetris dalam hal itu, subsidi itu ketika situasi seperti ini memang adalah isu yang layak diperjualbelikan. Kalau terjadi misalnya penolakan yang tinggi maka pilihannya adalah menolak kebijakan Pertamina itu atau menerima sebagian.

Pertamina mengatakan harus menaikkan karena memang dari seluruh produksi elpiji itu lebih dari 50 persen impor, jadi tergantung dengan harga internasional dan dalam tiga tahun terakhir saja mengalami kerugian. Menurut Anda apakah ada langkah lain yang bisa ditempuh untuk menekan kerugian ini?

Bisa. Itu adalah kerugian semu, itu suatu informasi yang tidak simetris. Jadi kalau membandingkan harga internasional 100 persen, sedangkan kemampuan daya beli masyarakat bukan pada pendapatan internasional tidak sama. Maka instrumen yang dimainkan adalah besaran subsidi, kalau tadi berhasil tidak ada penolakan maka manfaat memainkan isu ekonomi politik ini adalah totalnya Rp 22 triliun yang bisa dibagikan kepada pihak-pihak yang ikut dalam rombongan peserta pengambil keputusan seperti ini. Negara selalu memerlukan dana untuk bernegara, berpolitik tapi harus memperhatikan etika politik karena memang selalu defisit karena utang negara besar dan segala macam saya memahami hal itu. Namun kiranya yang seperti itu keberhasilan pada penentuan harga BBM dengan cara membandingkan harga internasional itu harus proporsional. Jadi kalau pengetahuan saya yang impor itu tabung, terus bahan baku utamanya itu dari Indonesia gasnya kemudian dilakukan bagi hasil yang tentu porsi untuk pemerintah lebih besar dibandingkan dari asing yang mengerjakannya. Kemudian kalau yang pernah disampaikan bahwa sharing kepada negara paling kecil karena resiko tinggi tapi itu sudah berubah tiba-tiba ketika akan menggunakan isu subsidi ya terus dibicarakan ke publik, maka berubah porsi kepada pemerintah lebih besar karena masalah kedaulatan politik. Kemudian setelah itu maka yang dilakukan adalah tawar menawar bagaimana mendapatkan Rp 22 triliun itu, sehingga apakah itu bisa diterima masyarakat. Kalau jatuhnya pada rumah tangga menaikkan 60-70 persen tabung 12 kg itu adalah meminta iuran sumbangan kepada per rumah tangga sekitar Rp 50 ribu per bulan tambahannya. Jadi kalau selama satu tahun kira-kira Rp 600 ribu, dampaknya kepada rumah tangga 3 kg itu tentu lebih kecil dari Rp 50 ribu. Kalau misalnya yang terakhir dibicarakan itu mau dibatalkan semua berarti bagaimanapun yang terjadi maka gain kepada pemerintah  yang sekarang memerintah itu akan menjadi pahlawan, tapi bagi saya itu pahlawan kesiangan cara mencari uang untuk berpolitik dan bernegara, itu kurang baik. Harus diperhatikan bahwa efisiensi dari memperoleh pendanaan seperti itu karena kegiatan yang lain misalnya dari sapi, bahan pokok, infrastruktur segala macam itu sudah sering tertangkap oleh KPK. Cara lain itu dari BUMN seperti tadi memainkan subsidi yang semua orang tergerak ribut dan bagaimana, pemerintah pasti akan menang memperjuangkan untuk diturunkan atau dihapuskan karena itu pura-pura, khayalan. Seperti kasus BBM itu penghilangannya di luar negeri katanya lebih efisien, tahun 2013 saya setuju untuk BBM naik, tahun 2012 saya menolak. Ketika saya setuju itu dengan saya bayangkan ada komitmen akan membangun kilang minyak dalam negeri, konversi BBG maksimum, bahan bakar nabati juga maksimum tapi saya diingkari. Karena ini saya perlu transparan sebagai rakyat.

Kalau melihat dari sepak terjang Pertamina selama ini untuk industri hulu misalnya gas, apakah banyak sebetulnya potensi-potensi yang bisa dimanfaatkan?

Banyak. Pertama yang harus jelas di dalam informasi adalah berapa sebenarnya kandungan gas atau minyak di dalam bumi kita, karena itu cadangan yang belum terbukti itu sejumlah sama besar dengan yang sudah dieksplorasi. Pada gas lebih tinggi lagi gas itu baru memulainya, persoalan karena mismanajemen lebih banyak yang diekspor kemudian harganya waktu itu kontrak lama dan pemerintah tidak punya nyali sehingga gain kita menurun. Kemudian pengilangannya itu apakah lebih efisien di luar negeri atau dalam negeri, tapi sejauh yang saya ketahui teknologi itu bisa diajarkan dan bisa dibangun di dalam negeri. Cuma masalahnya begitu itu masuk di Indonesia maka auditor akan tahu itu kemana mengalirnya dana non budgeter yang sampai jauh itu. Kalau misalnya pengilangannya di luar negeri itu sulit dan bagian yang tidak efisien adalah ekspor impornya itu. Seperti pada mineral pertambangan ya, itu diminta hilirisasi di Indonesia itu akan banyak pihak-pihak broker akan merugi. Misalnya pada kasus BBM di kilang Singapura dan di luar Singapura itu janji-janji kosong tidak jadi-jadi juga itu akan merugikan kepentingan para broker dan dana non budgeter yang mengalir sangat deras itu.

Jadi apa yang harus dijelaskan Pertamina kepada publik dan pemerintah?

BUMN itu ada saham negara. Jadi tidak bisa karena alasan non subsidi kemudian DPR tidak bisa campur tangan, itu wilayah publik karena monopoli tidak ada sumber yang lain. Substitusinya dulu juga minyak tanah juga sudah dihilangkan oleh Jusuf Kalla kemudian itu harus diperbaiki diganti substitusinya listrik karena kayu bakar mengganggu lingkungan. Karena itu DPR harus minta penjelasan atau bahkan lebih jelasnya pertanggungjawaban Dirut Pertamina termasuk pemegang sahamnya, Menteri BUMN untuk menjelaskan hal itu. Tapi bukan dalam rangka politik dagang sapi ya mendapatkan manfaat disitu, karena kalau masih tetap naik berarti mendapat manfaat disitu. Jadi bagi generasi muda berpolitik harus lebih transparan jangan seperti saat ini. Kalau perlu DPR mengundang presiden dan DPD untuk menjelaskan tidak bisa presiden lepas tangan kemudian main dagelan politik, meminta Dirut untuk meninjau ulang itu bagi saya melawak di siang hari. Perjanjian internasional itu memang harus ditinjau ulang dari sisi kepentingan nasional.
 
Apakah perlu dilakukan misalnya seperti kebijakan smelter bahwa diolah dulu di dalam negeri?

Iya tapi ada resiko kita gigit jari. Seperti pada kasus rotan hilirisasi itu dengan syarat waktu itu saya ikut lakukan riset saya sarankan itu tidak realistis, itu akan merugikan bagi produsen kita dalam negeri. Itu hanya bisa dicapai kalau pasar dalam negeri bisa dinaikkan lebih dari 30 persen. Tetapi persyaratan itu tidak terpenuhi sehingga ekspor yang maksudnya hilirisasi tidak terjadi, kemudian para perajin rotan itu tidak bisa mengumpulkan rotan itu dan ini tidak boleh terjadi pada mineral pertambangan. Toh akhirnya tawar menawar pelaku lama misalnya Freeport dan Newmont tidak diberlakukan kewajiban smelter karena ada penolakan dari daerah dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Jad kita sebagai rakyat membiarkan abu-abu seperti itu.
 
Kaitannya dengan gas seperti apa seharusnya?


Mereka diundang oleh DPR, DPD untuk menjelaskan, termasuk presiden. Politik dengan cara mencari uang untuk dana non budgeter maupun budgeter itu harus jelas pertanggungjawaban kepada publik. Sebab kita tahu pada tahun 1996 itu realisasi dari belanja negara hanya sebesar Rp 82 triliun kemudian sekarang Rp 1,2 kuadriliun. Jadi rata-rata per tahun itu belanja negara sudah meningkat 98 persen atau sekitar Rp 100 triliun. Namun kita melihat bahwa pasokan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah sangat tertinggal jauh dibandingkan kinerja swasta. Walaupun swasta akhirnya utangnya itu terhadap PDB sekitar 33 persen dan pemerintah utangnya sebesar 2 persen per kuartal. Itu berat, maksudnya adalah pembayaran pokok  dan bunga luar negeri belum termasuk dalam negeri yang lebih besar lagi. Jadi yang seperti itu mengganggu nilai tukar yang dibayar oleh masyarakat dengan sengsara seperti ini ketika diminta menyumbang misalnya konsumen 12 kg itu kira-kira tambahannya adalah Rp 50 ribu per bulan atau Rp 600 ribu per tahun menjadi keberatan apalagi UMKM dan segala macam. Makin besar dia konsumsi elpiji 12 kg makin besar yang disumbangkan kepada negara. Tetapi pemerintah itu memasok infrastruktur itu lambat dan yang cepat cuma jalan tol berbayar yang lainnya lambat.

Padahal kewajiban negara ya?

Iya. Jadi dia menggunakan belanja negara harus balik, kira-kira 30 persen untuk bayar utang. Saya tidak ada masalah soal itu tapi dampak bergandanya mana yang dilakukan pemerintah? kita lihat di Jakarta saja gedung-gedung pencakar langit swasta megah dan cepat. Tetapi produk pemerintah mana? itu jalan tol berbayar itu yang saya persoalkan yang katanya itu perpindahan alokasi untuk mengatur dana negara, termasuk ingin membangun jembatan Selat Sunda dan segala macam mana? saya ingin lihat hasilnya.       


  • elpji
  • SBY
  • Pertamina
  • lawakan politik

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!