Article Image

ARTIKEL PODCAST

PHK Bikin Rentan Gangguan Mental

"Selain Satgas PHK, Dukungan Kesehatan Mental juga Diperlukan Korban PHK"

Ilustrasi korban PHK

KBR, Jakarta- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli meminta masyarakat menanti kepastian pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) yang saat ini sedang tahap menyusun draf pembentukan satgas sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto. Satgas ini digadang-gadang mau meluncur tepat di Hari Buruh, 1 Mei 2025 mendatang. 

Satgas PHK bakal bertugas menangkap informasi terkait data-data PHK, meski teknisnya masih dibahas dan disiapkan draf aturannya.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada Januari 2025 terdapat 3.325 tenaga kerja mengalami PHK. Di mana PHK terbanyak terjadi di DKI Jakarta 2.650 tenaga kerja, disusul Riau 323 orang dan Banten 149 orang.

Tetapi kalau melihat data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), ada 60 ribu buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja mulai dari Januari sampai Maret 2025.

Memang PHK masih terus menghantui dunia kerja, tak terkecuali di Indonesia. Lantas, bagaimana nasib para tenaga kerja yang tiba-tiba kehilangan pekerjaannya?

Pemimpin Umum Marsinah.id, Dian Septi Trisnanti menceritakan kesulitan buruh setelah PHK.

Pemimpin Umum Marsinah.id, Dian Septi Trisnanti menjelaskan salah satu faktor penyebab angka pengangguran yang makin tinggi.

"Jadi kontrak teman-teman buruh di pabrik itu semakin pendek. Makanya kemudian banyak yang menerapkan buruh lepas. Atau mudah di PHK, mudah di rekrut. Kenapa? Karena semakin banyak angka tenaga kerja yang butuh kerja. Artinya angka penganggurannya makin tinggi," tuturnya

Menurut Dian, kondisi tersebut diperparah dengan timpangnya ketersediaan lapangan kerjanya dengan jumlah pencari kerja.

Sayangnya, menurut Dian, mereka korban PHK ini rata-rata tak mendapat haknya.

"Kalau dari pengamatan teman-teman yang ter-PHK, rata-rata tidak (mendapatkan haknya). Banyak, misalkan pabrik yang tutup itu bisa tutup tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Atau kemudian dia menyatakan rugi dan tidak mau membayarkan pesangon. Atau kemudian dia menekan buruh, misalkan mau dapat pesangon tapi cuman sekian saja atau tidak sama sekali. Yang intinya adalah dia menyatakan nggak sanggup hanya sekian, kalau nggak mau ya nggak sama sekali. Jadi memang ada posisi tawar yang itu tidak setara,' ungkap Dian.

Sulit Dapat Kerjaan Baru?

Setelah mengalami PHK dan tidak mendapatkan haknya, buruh juga kesulitan mendapatkan pekerjaan baru.

"Ketika terjadi relokasi masif ke Jawa Tengah, banyak perusahaan dan pabrik itu tutup, terjadi informalisasi gitu. Terjadi informalisasi dalam artian mereka terjebak dalam pekerjaan-pekerjaan informal dan tidak bisa lagi kembali ke pekerjaan formal. Kenapa tidak bisa lagi ke pekerjaan formal? Ada masalah usianya. Di Indonesia tidak bisa dipungkiri syarat kerja itu maksimal 25 tahun."

Baca juga: Batas Usia Lowongan Kerja adalah Diskriminasi, Stop Normalisasi

Imbasnya, buruh mengalami krisis, baik finansial maupun mental. Kata Dian, buruh mengalami stres dan kebingungan setelah alami PHK. Hal ini juga menyebabkan masalah di keluarganya.

"Ada yang memilih menjadi pekerja seks. Kemudian hubungan di dalam keluarga dengan anak semakin menjauh. Lalu terjadi pertikaian keluarga dan itu berakar dari emosi yang tidak stabil. Kenapa emosi menjadi tidak stabil? Karena ada ketidakpastian dalam hidup. Ada juga yang merasa sudah bekerja selama bertahun-tahun, hampir dari seluruh hidupnya bekerja di pabrik, seolah-olah tidak akan pernah tutup. Ketika tutup, tidak tahu harus mau kemana?," tuturnya.

Psikolog selaku Dosen Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya, Hidayatul Annisa bahas kesehatan mental korban PHK.

Psikolog selaku Dosen Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya, Hidayatul Annisa mengatakan, ada beberapa tanda korban PHK mengalami gangguan kesehatan mental.

1. Gangguan tidur

Korban PHK dapat mengalami gangguan tidur. Mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak, lantaran diliputi berbagai kekhawatiran. Seperti mengkhawatirkan kondisi finansial ke depan.

Gangguan tidur dapat ditandai dengan mengantuk di siang hari, sulit tidur di malam hari, atau siklus tidur dan bangun tidur yang tidak teratur.

2. Gangguan suasana hati

Perubahan suasana hati ekstrem juga bisa terjadi pada korban PHK seperti kesedihan secara berlebih.

Meski suasana hati seseorang bisa berubah tergantung kondisi yang dihadapi seseorang, tapi ketika perubahannya terlalu ekstrem, maka mood disorder pun bisa terjadi.

Mood disorder atau gangguan suasana hati adalah gangguan kesehatan mental yang mempengaruhi keadaan emosi seseorang.

Gangguan ini menyebabkan seseorang mengalami kebahagiaan yang ekstrem, kesedihan yang ekstrem, atau keduanya secara bergantian dalam waktu yang lama.

3. Menarik diri

Berbagai tuntutan hidup dan pertanyaan setelah  PHK mungkin saja berdatangan. Apalagi jika korban PHK belum mendapat pekerjaan baru.

Faktor-faktor tersebut bisa membuat seseorang menarik diri dari lingkungan atau keluarga.

Baca juga:

Hidayatul Annisa menekankan pentingnya menjaga kesehatan mental bagi korban PHK. Apalagi kalau mereka sedang mencari kerja.

"Kalau kesehatan mental terganggu. Itu membuat kita sulit fokus untuk cari opportunity baru. Kalau mental stabil dia bisa menilai berbagai kondisi dengan objektif. Misalnya kondisi ekonomi dan peluang kerja. Apakah dia akan bekerja di bidang yang sama atau mencari kesempatan di bidang baru," ungkap Hidayatul dalam Podcast Disko "Diskusi Psikologi".

Tetapi Hidayatul menilai, kondisi mental korban PHK yang kemungkinan tidak stabil justru membuat mereka tidak produktif dalam mencari pekerjaan atau peluang cuan yang baru.

"Jadi terlalu berlarut, terburu-buru mencari pekerjaan baru. Padahal kondisi mental belum stabil. Jadi ketika mencari pekerjaan baru terasa susah. Karena bisa jadi kehilangan kepercayaan diri dan gak bisa berfikir jernih," pungkasnya.

Bagaimana, sih kiat menjaga stabilitas mental demi peluang cuan baru bagi korban PHK? Yuk simak di podcast Diskusi Psikologi di link berikut: