ARTIKEL PODCAST
"Pusing Mikirin Omongan Orang"
KBR, Jakarta- Dari sudut mana seseorang melihat, bisa menentukan pandangan dan ekspektasi seseorang. Tak jarang seseorang mesti berhadapan dengan sejumlah pandangan dan ekspektasi orang.
"Kamu mesti jadi seperti ini", "kamu kan begini", "kok begitu sih", "kapan kamu begitu" dan banyak perkataan lainnya yang kadang membuat kita mesti jadi seperti yang dibayangkan dan diekspektasikan orang lain.
Tapi bagaimana kalau kita bukan seperti, yang orang-orang bayangkan dan bicarakan? Haruskan kita memenuhi ekspektasi orang itu? Atau, kekeuh menjadi diri sendiri? Gimana sih, kita mesti menghadapi ekspektasi orang lain?
Clinical Psychologist dari @personalgrowthid, Mutiara Maharini mengatakan, banyak pertanyaan seputar kehidupan kita, dan itu bisa jadi tekanan.
"Kita gak bisa mengontrol siapa yang dekat, siapa yang care sama kita, siapa yang kepo doang, siapa yang mungkin benar basa-basi doang. Tapi kita bisa kontrol cara kita merespon," katanya.
Foto: Dosen tetap Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya, Veronnica Anastasia Melany Kaihatu, S.Psi., M.Si
Sementara itu, Veronnica Anastasia Melany Kaihatu, S.Psi., M.Si selaku Dosen tetap Prodi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya tak menyangkal, banyak orang yang mungkin tergerak atau ter-triger dengan omongan orang lain. Itu lantaran orang sering menggunakan standar yang sudah ada
"Misalnya saya umur 20 ditanya kok belum punya pacar. Kemudian saya merasa 20 tahun udah punya pacar, saya akan merasa gagal, dan kegagalan itu yang digarisbawahi sama yang nanya itu. Tapi kalau kita gak memahami standar itu sebagai kegagalan, mungkin akan jadi berbeda," ungkapnya dalam Podcast Disko "Diskusi Psikologi".
Nah tapi Veronnica mengatakan, pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan kita, yang disampaikan orang-orang di sekitar kita, bisa jadi bentuk perhatian. Meskipun terkadang bisa jadi menyebalkan, sampai menyakitkan.
Nah Veronnica juga mengungkapkan, gimana kita bisa menanggapi pertanyaan-pertanyaan dan ekspektasi orang lain.
Baca juga:
- Tekanan Finansial jadi Tekanan Mental?
- Minta Maaf Lahir Batin ke Diri Sendiri juga Penting!
- Cerita Dokter Noriyu Bertahan saat Gagal Nyaleg sampai Berhasil Bangkit!
"Pertanyaan itu mungkin bisa dipahami sebagai perhatian. Sebetulnya kan kita jawabnya juga, bisa setengahnya, kan. Oh iya nanti, gitu kan. Kemudian untuk orang-orang dalam tanda kutip tidak penting, maka jawabannya juga bisa diplomatis, gitu kan," ungkapnya.
Jawaban diplomatis atas pertanyaan dan ekspektasi seseorang disarankan sama Veronnica nih. Lantaran dia menilai, kalau kita menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi dengan jawaban yang ketus, jutek, dll. Bisa jadi itu tidak menyelesaikan masalah yang ada.
"Saran saya sih berhubung kita Indonesia ya, balik lagi ya. Eh menjawab ketus, menjawab tidak sopan itu malah akan jadi bumerang. Kenapa? Karena apalagi situasinya kanm konteksnya. Social event di mana kita punya harapan tertentu kalau orang datang. Jadi kalau ditanya apa kabar, dll. Itu bukannya kemudian orang akan berharap bahwa kamu akan memberikan informasi jelas,"
Lebih lengkapnya soal gimana menghadapi ekspektasi orang, dan supaya gak beban terus. Yuk dengarkan podcast Disko (Diskusi Psikologi) di link berikut: