KBR68H, Jakarta
Penulis: Doddy Rosadi
Editor:

KBR68H, Jakarta – Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ingin menghapus penggolongan kelas rumah sakit. Keinginan itu sebagai bentuk evaluasi program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Saat ini, rumah sakit digolongkan berdasarkan kemampuan mereka memberikan pelayanan medis. Ada rumah sakit kelas A, B, C, dan D. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit dengan tipe paling tinggi karena bisa menangani pasien dengan penyakit yang membutuhkan perawatan sub-spesalis. Apakah penghapusan kelas ini mempunyai dampak positif kepada pelayanan terhadap pasien? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Irvan Imamsyah dengan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta dalam program Sarapan Pagi
Apa tanggapan anda atas rencana penghapusan kelas di RS ?
Jadi yang tidak boleh dibeda-bedakan adalah standar pelayanan medisnya, kalau akomodasi boleh saja. Jadi misalkan kita sakit tipes, untuk pelayanan tipes kelas tiga dengan pelayanan tipes yang VIP itu sama, cuma akomodasinya beda. Rencananya nanti BPJS kalau untuk orang yang ingin plus lagi dia bisa ikut asuransi swasta.
Kalau untuk komoditi lain harganya ketahuan patokannya, kalau yang mengatur standar biaya perawatan, penanganan ini bagaimana?
Ini kendalanya karena Kementerian Kesehatan sudah hampir 20 tahun saya teriak-teriak mungkin dia tuli saya kesal juga ya. Karena harusnya ada Standar Pelayanan Medik, maka pemerintah bersama institusi terkait itu membuat Riwayat Perjalanan Penyakit. Setelah itu keluar barulah bisa kita duduk bareng-bareng lagi menentukan biaya, setelah itu barulah ketahuan misalnya untuk diagnosa tipes berapa yang harus dibayarkan. Kalau dibilang tidak penting tidak mungkin karena Peraturan Menteri Kesehatan masalah audit pelayanan medik sudah ada tahun 2005. Tapi aneh juga di situ pedoman audit medik disebutkan tujuan khususnya antara lain untuk melihat sejauh mana pelaksanaan Standar Pelayanan Medik, padahal materinya tidak ada tapi auditnya ada ini aneh. Tanpa Standar Pelayanan Medik bukan tidak mungkin beda pelayanannya, kalau ada Standar Pelayanan Medik mau orang miskin atau kaya itu sama, cuma akomodasinya yang berbeda. Pelayanan harus sama karena standarnya sama, bukan karena tidak ada kelas 1, tidak ada VIP. Kalau kita beli gado-gado di pinggir jalan yang satu langsung makan langsung di situ terus yang satu dibawa ke hotel mewah itu haknya dia tapi gado-gadonya itu-itu juga.
Kalau kelas di antara rumah sakit ada yang kualitas A, B, C, D itu apakah masih perlu juga?
Sebetulnya bukan kelasnya, itu tingkat pelayanannya. Untuk rumah sakit pemerintah dibagi jadi kalau D tempat pelayanan besar, anak, kebidanan, penyakit dalam. Nanti kalau dia naik lagi ke C lebih banyak lagi, kalau sudah B dan A sudah ada super spesialis. Bukan kelasnya, bisa saja rumah sakit yang kecil punya super VIP segala macam itu terserah saja tinggal pangsa pasarnya ada tidak. Tapi untuk mendirikan rumah sakit ada persyaratan antara lain kalau yang PT itu 20 persen untuk orang yang tidak mampu, yayasan itu 25 persen.
Jadi problem kekisruhan Kartu Jakarta Sehat itu karena tidak ada Standar Pelayanan Medis?
Iya. Apalagi saya dengar kemarin Pak Ahok mengatakan ada perbedaan harga segala macam, itu jangan dibuat begitu nanti kisruh. Sekarang sudah terjadi contoh Jamkesmas, misalkan harga pelayanan untuk operasi usus buntu di rumah sakit tipe D, beda dengan harga rumah sakit tipe B. Nanti akan lempar-lemparan, makanya yang harus disamakan adalah Standar Pelayanan Medik, nanti kita juga bisa mengaudit betul tidak pelayanan dia. Selama ini KJS yang dilaksanakan manajemen panik.
Itu dulu yang harus digarap ya?
Iya. Saya kebetulan tim harga obat generik di Kementerian Kesehatan sampai sekarang, dulu orang tidak ada yang memproduksi harga obat generik murah sekali. Akhirnya kita tim pakai standar internasional (COGS) setelah itu kita ikutkan industri duduk bareng. Setelah di-launching sekarang yang ngelamar mau memproduksi itu produsennya ada 22 . Tapi karena tidak boleh banyak-banyak akhirnya dipilih tinggal 10, artinya nanti juga Pak Jokowi tidak usah pusing-pusing.