Setiap tahun, etnis Tionghoa melaksanakan sebuah tradisi untuk menghormati orang yang meninggal.
Penulis: Aika Augustine
Editor:
Setiap tahun, etnis Tionghoa melaksanakan sebuah tradisi untuk menghormati orang yang meninggal. Perayaan ini dinamakan Festival Hantu Lapar.
Menurut kepercayaan, pintu neraka dibuka sekali dalam setahun. Tepatnya, pada bulan ke-7 penanggalan Lunar. Pada periode tersebut roh serta hantu akan keluar dari neraka akan mengunjungi manusia di bumi. Mereka yang masih hidup di dunia diharapkan mengirimkan berbagai hadiah buat arwah leluhur demi menyenangkan arwah leluhur.
Hadiah-hadiah berupa uang, pakaian, emas, gigi palsu dan barang-barang lainnya dibakar sebagai persembahan. Tenang, hadiah-hadiah tersebut bukanlah barang sungguhan melainkan dalam bentuk kertas karton. Selain barang-barang tersebut, setiap rumah diharuskan untuk membakar dupa di depan pintu rumah. Konon semakin banyak dupa, semakin baik sebab jumlah dupa menunjukkan tingkat kemakmuran.
Selama bulan ketujuh, etnis Tionghoa dilarang untuk melakukan perjalanan jauh karena banyak roh jahat yang keluar untuk menangkap jiwa. Pesta pernikahan, pindah rumah, perjanjian bisnis atau perayaan baik lainnnya juga dilarang karena akan mendatangkan kesialan. Banyak juga orang yang menghindari berenang lantaran takut para roh air akan menenggelamkan mereka.
Di beberapa negara di Asia Tenggara, festival ini dirayakan secara besar-besaran seperti etnis Tionghoa di SIngapura. Setiap tahun mereka mengadakan pertunjukan opera, nyanyian, tarian sampai persata makan besar untuk menghibur roh-roh yang tengah berkeliaran. Perayaan ini biasanya bertempat di kawasan pemukiman seperti di Cinatown, Redhill dan Geylang. (chineseculture.about.com, wsj.com, yoursingapore.com)