Sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 21 Juli lalu, presiden terpilih Joko Widodo mulai mendapat pengawalan ketat oleh Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres). Tapi Jokowi mengaku keberatan dengan pola pengawalan itu. Ia pun meminta kepada Panglima TNI Mo
Penulis: Antonius Eko
Editor:

KBR, Jakarta - Sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 21 Juli lalu, presiden terpilih Joko Widodo mulai mendapat pengawalan ketat oleh Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres). Tapi Jokowi mengaku keberatan dengan pola pengawalan itu. Ia pun meminta kepada Panglima TNI Moeldoko untuk mengurangi jumlah personel Paspampres maupun kendaraan pengawalan.
Ia hanya minta dikawal oleh tujuh mobil Paspampres agar lebih leluasa melakukan blusukan. Namun, dengan kualitas keamanan yang baik. Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Hasto Kristianto mengatakan, Jokowi tetap akan melakukan tatap muka dengan warga, namun didahului dengan E-blusukan, sehingga kegiatan turun ke lapangan ini efisen dan aman. Berikut penjelasan Hasto Kristianto dalam program Sarapan Pagi KBR.
Gaya pengamanan presiden yang ketat seperti presiden sebelumnya ini apakah Pak Jokowi akan berubah dengan gaya blusukannya?
Saya pikir kalau kami mencermati dari standar pengamanan pun sudah menunjukkan adanya perubahan yang sangat fundamental. Misalnya dari jumlah iring-iringan kendaraan dari total 27 awal menjadi sekitar 9. Itu menunjukkan suatu perubahan dan kalau kita melihat dari Pak Jokowi sejak awal didalam kampanyenya mengatakan bahwa blusukan tidak akan berubah dan tetap akan dilakukan.
Dari tim kampanye mengingat keterbatasan waktu tentu saja dan dari Tim Transisi kami juga sudah menyiapkan bahwa sebelum blusukan dijalankan kami perkenalkan dengan E-Blusukan. Untuk mengetahui misalnya dari berbagai macam instrumen pemberitaan dengan mengintegrasikan 330 media online, kami bisa mengetahui secara realtime segala persoalan yang dihadapi rakyat.
Misalnya Pak Jokowi ingin tahu dimana angka putus sekolah yang paling besar, dari E-Blusukan kami bisa mengetahui secara cepat ternyata tahun 2013 di Depok sebanyak 7 ribu orang putus sekolah. Bayangkan di Depok, perbatasan dengan DKI Jakarta ada persoalan yang sangat fundamental di pendidikan kita yaitu banyaknya anak putus sekolah.
Kemudian juga terkait dengan misalnya kesehatan, dari E-Blusukan kita mengatakan bahwa persoalan kita di bidang kesehatan masih didominasi oleh persoalan-persoalan penyakit menular. Juga ada persoalan busung lapar, tipes, kolera yang seharusnya untuk 69 tahun kita merdeka Indonesia sudah bebas dari penyakit-penyakit itu. Dengan demikian gambaran-gambaran problematika rakyat itu menjadi mudah untuk didapatkan oleh Pak Jokowi.
Artinya blusukan ini bakal terencana sangat matang dan target daerahnya ditetapkan yang paling buruk bakal didatangi?
Iya sudah yang sangat spesifik. Bahkan nanti juga diperkenalkan dengan menggunakan teknologi IT yang tepat kita juga bisa memiliki satu peta kebijakan dimana mengintegrasikan dengan data Pak Jokowi bisa mengetahui secara cepat.
Misalnya, bulan April yang merupakan panen raya kita itu dari sisi jumlah gabah yang diproduksi oleh petani bagaimana, bagaimana supply and demand, apakah nanti terjadi penurunan harga gabah pada saat panen raya. Sehingga segala sesuatunya dengan bantuan teknologi yang tepat kita bisa mempermudah blusukan tersebut.
Kalau kita melihat keamanan yang jadi pemimpin harus punya keberanian mengambil resiko. Kalau protokoler kepresidenan tidak berubah, standar keamanan tetap. Hanya standar protokoler dan keamanan jangan sampai mengurangi substansi ketika blusukan itu dijalankan.
Kan artinya daerah sudah tahu bakal kedatangan Jokowi kalau ada tim advance-nya. Itu bagaimana caranya?
Makanya dengan tahapan-tahapan blusukan yang kami lakukan dengan E-Blusukan maka ketika Pak Jokowi datang akan betul-betul langsung menyentuh persoalan rakyat itu sendiri. Kami percaya pada rakyat, bahwa ketika pemimpin turun rakyat juga sekaligus menjadi pelindung yang baik bagi pemimpinnya.
Ini akan tetap mempertahankan metode tatap muka karena ciri Pak Jokowi adalah mendengar?
Tetap tidak akan berubah. Karena inilah yang memang menjadi karakter dasar bagi Pak Jokowi.
Dengan wilayah Indonesia yang begitu luas maka prioritas yang akan jadi pertiimbangan?
Makanya kan kita awali dengan E-Blusukan. Sehingga ketika datang ke lapangan kita memahami betul persoalan yang akan dihadapi, kemudian dari proses dialog itulah kemudian akan dirancang satu garis keputusan yang menyelesaikan masalah yang ada di bawah.
Di negeri ini kalau kita lihat persoalan-persoalan ini lebih persoalan masalah implementasi dan keberanian mengambil terobosan dalam kerangka membangun sistem. Kita melihat masalah APBN kita mengapa hanya 25 juta wajib pajak, mengapa penerimaan perpajakan kita masih 13,8 persen yang sekarang baru sekitar 12,3 persen.
Kemudian kita menjadi negara dengan penerima perpajakan dari aspek persentase sama dengan kategori negara miskin. Padahal kita begitu banyak orang kaya yang tidak membayar pajak, itu persoalan implementasi.
Untuk melakukan E-Blusukan siapa orang-orang di balik tim ini? apakah orang pemerintahan?
Di Indonesia ini begitu banyak orang-orang muda yang kreatif yang mereka mampu memberikan kontribusi karena keyakinan kepada kepemimpinan Pak Jokowi. Tidak harus di pemerintahan dan di dalam pemerintahan kita melihat presiden didukung oleh UKP4 yang sebenarnya dari aspek sistemnya, dari aspek informasi yang tersedia sangat handal. Menjadi powerful didalam mengkoordinasikan gerak pemerintahan untuk membela kepentingan rakyat.
Artinya ini dijamin tidak ada poles memoles informasi yang akan diberikan kepada Jokowi?
Di dalam kantor transisi ketika kami menemukan fakta-fakta. Sebagai contoh kalau kita berbicara untuk mendapatkan data-data yang menyenangkan soal orang miskin, ketika kita melihat kriteria orang miskin dari data Bank Dunia di situ ada 123 juta orang miskin. Kalau kita menggunakan data dari BPS jauh lebih kecil, dari mana kita tentu saja tidak menggunakan data-data yang menyenangkan seorang pemimpin tapi kita siap menggunakan data-data yang memang menggambarkan kemiskinan.