indeks
Anton Medan: Penjara Hanya Membatasi Fisik, Bukan Hati Dan Pikiran

Pilihan itu dua, manusia itu kalau mau baik ya baik, kalau mau bajingan ya sekalian jangan tanggung-tanggung, itu pilihan dulu.

Penulis: HH

Editor:

Google News
Anton Medan: Penjara Hanya Membatasi Fisik, Bukan Hati Dan Pikiran
Anton Medan | Bung Karno | penjara | agama dan masyarakat

KBR68H -- Nama aslinya Tak Hok Liang. Teman-teman kecilnya memanggilnya Kok Lien. Tapi publik lebih mengenalnya sebagai Anton Medan. Lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Anton Medan sudah mengalami kerasnya hidup sejak usia kanak-kanak. Ketika anak-anak sebayanya sibuk belajar, orangtuanya tak lagi sanggup membiayai sekolahnya. Anton kecil harus drop-out pada usia sangat dini dari bangku sekolah dasar.

Kok Lien lebih banyak menghabiskan hari-harinya di jalanan. Antara lain menjadi calo penumpang bus. Kerasnya hidup membuat ia tak takut apa pun, termasuk menghajar sopir bus dengan balok kayu lantaran ia tak diberi upah ketika berhasil mendapatkan penumpang. Padahal saat itu usianya baru menginjak 12 tahun.

Sejak itu ia malang melintang di dunia preman. Pada usia 13 tahun, ia sudah masuk penjara karena membunuh. Usai menjalani hukuman selama 4 tahun, ia pulang ke rumah. Tapi ternyata keluarganya sudah kadung malu. Anton ditolak.


Ia lantas merantau ke Jakarta. Di ibukota ini, bakat premannya makin menjadi. Ia merajai dunia hitam, mulai dari jambret, rampok, hingga judi. Namanya melambung dengan sebutan Anton Medan. Hidupnya dilalui dari penjara ke penjara.

Tapi justru penjara yang mengubah Anton Medan dari penjahat besar menjadi seorang pembimbing rohani bagi para napi dan bekas napi. Bersama Novriantoni Kahar dan Mellie Cynthia, Anton Medan membagi pengalamannya dalam program Agama dan Masyarakat KBR68H dan TempoTV.


Penjara itu asumsinya untuk restitusi, untuk pemulihan mereka yang tadinya bersalah, mereka yang ingin dibuat lebih baik. Menurut anda selama ini apakah peranan penjara sebagai tempat memperbaiki orang secara umum bisa diandalkan?
 
Saya ralat sebenarnya bukan penjara lagi, kalau Malaysia itu masih gunakan bahasa penjara. Jadi tanggal 27 April tahun 1967 oleh Dr Raharjo diubah menjadi lembaga pemasyarakatan, karena konotasinya penjara itu lain, dikurung, tidak ada pembinaan. Kalau lembaga pemasyarakatan itu ada keterampilan, pemberdayaan sampai keagamaan. Saya pengalaman dari tahun 1971 saya dihukum 4 tahun, usia saya waktu itu 12 tahun. Terus bebas, masuk lagi 6  tahun, bebas kena lagi 3 tahun, bebas dijemput lagi 2 tahun, terakhir 12 tahun jadi 14 lembaga pemasyarakat. Pilihan itu dua, manusia itu kalau mau baik ya baik, kalau mau bajingan ya sekalian jangan tanggung-tanggung, itu pilihan dulu.  


Anda saat ini tertarik memberi siraman rohani kepada narapidana, apa yang membuat anda tertarik?

Saya tahun 1992 (masuk) Islam. Sebelumnya agama saya Budha., 4 tahun saya Kristen. Tahun 1996 saya keliling dakwah di hampir seluruh LP, rutan dan cabangnya. Saya merasa utang budi dan saya bisa berubah bukan dari petugas, jadi saya otodidak dan saya menyadari diri saya siapa harus kemana. Kalau soal trauma saya pindah-pindah, tahun 1982 ada petrus saya di Cipinang, Bogor, Cianjur, Subang, Cirebon, pindah terus ke Nusakambangan. Kalau saya tidak pindah tahu-tahu jadi mayat, teman-teman banyak seperti itu.     

Itu minta sendiri pindahnya?

Saya pukul orang. Ada petugas saya pukul, ada yang napi. Setiap orang salah itu dipindah-pindah, kalau saya tidak lakukan kekerasan saya tidak dipindah-pindah. Di dalam LP itu saya dikaryakan sebagai montir motor, mobil, dan saya sekolah yang mengajar juga narapidana. 

Jadi kehidupan Bang Anton bisa dikatakan di dalam LP?

Proses. Kecerdasan spiritual saya maupun keduniaan itu di dalam LP dan banyak contoh tokoh dunia yang sukses di dalam LP. Salah satunya Nelson Mandela, Xanana Gusmao, Buya Hamka. Ketika di LP itu saya pernah baca buku Bung Karno. Beliau mengatakan universitas tertinggi di dunia adalah penjara. Artinya setelah saya pikir, saya analisa ternyata benar penjara itu hanya mampu membatasi langkah dan fisik kita tapi tidak mampu membatasi hati dan pikiran kita. Disitulah saya banyak belajar. 

Tapi pada titik apa orang bisa tersadar seperti anda?

Biasanya manusia kalau mau tenggelam apa pun diraba. Ketika itu kalau mau mati saya tetap dalam keadaan baik, kalau saya salah saya sudah jalani hukuman. Saya kebutlah belajar, setelah saya pelajari ternyata memang benar agama menjadi pedoman hidup.

Berarti pendalaman spiritual sangat penting?

Sangat penting.


Bersambung Ke Bagian II

Anton Medan | Bung Karno | penjara | agama dan masyarakat

Berita Terkait


Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Loading...