HEADLINE

37 Bahasa Daerah di Maluku Utara Terancam Punah

"Satu sudah menghilang, Bahasa Jailolo Kabupaten Halmahera Barat."

Idhar Abd Rahman

37 Bahasa Daerah di Maluku Utara Terancam Punah
Ilustrasi (sumber: kemendikbud)

KBR, TERNATE - Sedikitnya 37 Bahasa Daerah di Provinsi Maluku Utara terancam punah akibat minim penutur. Satu dari 37 Bahasa Daerah itu kini telah hilang, bahasa daerah yang hilang itu adalah Bahasa Jailolo Kabupaten Halmahera Barat. Kini warga Jailolo menggunakan Bahasa Ternate sebagai bahasa daerahnya.

Menyusul hilangnya bahas Jailolo, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara kini mulai menggalakan dan melestarikan penggunaan bahasa daerah kepada suku atau etnis yang ada di Provinsi Malut untuk terus melestarikan penggunaan bahasa daerahnya sehingga tidak punah.

Langkah Kantor Bahasa itu mendapat dukungan dari Anggota DPRD Kota Ternate Masri Tuara. Menurut Masri, langkah yang diambil oleh Kantor Bahasa patut didukung. Sebab, sesuai hasil riset Universitas Khairun Ternate terhadap penggunaan bahasa daerah, kian hari kian menurut yang mengakibatkan 37 Bahasa Daerah terancam punah.

"37 Suku di Provinsi Maluku Utara, yang tidak memiliki bahasa adalah Suku Jailolo. Sebab Suku Jailolo menggunakan bahasa Ternate, secara otomatis dari 36 Suku terdapat beberapa suku terbesar di Maluku Utara yakni Suku Ternate, Tidore, Makian, Tobelo,dan  Galela. sementara bahasa dari suku-suku lainnya mulai menghilang." Kata masri.

Masri Menambahkan, sebagai masyarakat yang memiliki tradisi,dan  adat istiadat  sudah  seharusnya 36 Suku itu wajib melestarikan bahasa daerahnya sehingga tidak punah. Sebab, melestarikan bahasa daerah menjadi sesuatu yang sangat penting untuk generasi yang akan datang.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • 37 bahasa di maluku utara terancam punah
  • Anggota DPRD Kota Ternate Masri Tuara
  • Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!