HEADLINE

Vaksin Palsu, 2 Dokter Jadi Tersangka

""Modus yang dilakukan dokter AR memesan melalui handphone ke S dan membayar. Sebelumnya AR juga mencari vaksin bukan dari tempat berizin tapi di tempat tidak berizin,""

Ria Apriyani

Vaksin Palsu, 2 Dokter Jadi Tersangka
Ilustrasi (foto: Antara)

KBR, Jakarta- Kepolisian Indonesia  menetapkan dua orang tersangka baru kasus vaksin palsu. Kepala Badan Reserse Kriminal, Ari Dono Sukmanto,  menetapkan dr. AR dan dr. HUD sebagai tersangka. AR sekaligus juga pemilik klinik Pratama Adipraja.

"Modus yang dilakukan Dokter AR memesan melalui handphone ke S dan membayar. Sebelumnya AR juga mencari vaksin bukan dari tempat berizin tapi di tempat tidak berizin,"jelas Ari saat rapat dengan DPR, Kamis(14/7/16).


Sementara itu, dr. HUD adalah dokter sekaligus kepala Rumah Sakit Ibu Anak Sayang Bunda. Rumah Sakitnya masuk deretan 14 rumah sakit yang diidentifikasi Bareskrim menggunakan vaksin palsu. HUD diketahui memberikan izin kepada bawahannya untuk membeli vaksin dari jalur tidak resmi.

baca: Daftar Rumah Sakit dan Bidan Penerima Vaksin Palsu

Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 18 tersangka. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai produsen, lima orang sebagai distributor, tiga orang sebagai penjual, dua orang pengumpul botol bekas vaksin, dan seorang lainnya adalah pencetak label serta bungkus vaksin. Selain itu, satu di antaranya juga berprofesi sebagai bidan  dan dua orang lainnya dokter. 


Bareskrim menggeledah toko milik CV Azka Medika, kantornya, serta rumah kontrakan di kawasan Bekasi. Dari penggeledahan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa vaksin yang diduga palsu yaitu hepatitis B, serum anti tetanus, pediacel, campak kering, polio oral, pentabio, BCG, bivalet oral polio, tripacel, serta faktur tanda terima dan dokumen penjualan.

Dari barang bukti yang disita polisi, diketahui beberapa vaksin kandungannya tidak sesuai. Temuan mereka, vaksin tripacel dan serum anti tetanus justru mengandung garam atau Natrium Chlorida. Serum anti bisa ular juga justru tidak mengandung anti bisa ular. Terakhir, vaksin tuberkulin dalam temuan itu berisi vaksin Hepatitis B.

Cara pembuatan vaksin dilakukan menggunakan botol vaksin bekas yang dicuci menggunakan aquadest. Menurut Ari, botol yang sudah dicuci kemudian dikeringkan, dan diisi menggunakan suntikan. Botol kemudian ditutup dengan tutup karet, dilem, disticker, dan diberi label. Setiap dusnya berisi lima vial.


Kata dia, data ini masih mungkin berkembang. Bareskrim baru mendalami perkara berdasarkan temuan awal. Sementara temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan masih ada 37 fasilitas kesehatan yang membeli vaksin dari jalur ilegal.

"Yang baru kita buka baru di DKI. Bukan kita nggak mau membuka. Tapi masih kita dalami. Kalau kita buka, ini pasti hilang, lari. Mungkin saja masih bisa berkembang. Karena ini kan baru di DKI. DKI pun belum tuntas."


Editor: Rony Sitanggang

  • vaksin palsu
  • Kepala Badan Reserse Kriminal
  • Ari Dono Sukmanto

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!