HEADLINE

Dosen Filipina Ini Datang ke Indonesia untuk Belajar soal Toleransi Agama

"Semula sekadar kagum pada batik, lantas datang dan meneliti soal toleransi beragama di Indonesia."

Shinta Ardhany

Dosen Filipina ini datang ke Indonesia untuk belajar soal toleransi beragmaa (Foto: Shinta Ardhany)
Dosen Filipina ini datang ke Indonesia untuk belajar soal toleransi beragmaa (Foto: Shinta Ardhany)

KBR, Semarang - Joshua Cachin Agpaoa (24) adalah seorang dosen muda asal Kota Bagnio, Filipina. Ia datang ke Indonesia karena terinspirasi minat mahasiswanya terhadap batik.

Saat itu, Joshua masih mengajar seni dan sejarah seni di University of Northern Philippines. Ia melihat salah satu mahasiswanya menunjukkan desain tekstil batik Indonesia. Ia langsung melihat beberapa hal yang menarik dari desain tersebut.

“Di Filipina, ada juga batik, tapi berbeda dengan di Indonesia. Motif dan pesannya lebih beragam. Ada budaya, sejarah, ada flora dan fauna. Kalau di Filipina, pesan motif batik lebih banyak bercerita soal sejarah manusia,” kata Joshua yang baru meraih gelar master seni dan budaya pada 2014 lalu.

Dari situlah, Joshua mulai penasaran dengan batik Indonesia. Dari kampusnya, ia tahu informasi soal program beasiswa non gelar dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Beasiswa ‘Darmasiswa’ ini diberikan kepada mahasiswa dari negara-negara yang punya hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Program ini membuka kesempatan kepada mereka untuk belajar Bahasa Indonesia, seni, musik dan kerajinan. Tinggal pilih mau belajar di mana dari 53 perguruan tinggi terpilih di Indonesia.

Joshua beruntung, niatnya belajar batik langsung di negeri asalnya didukung penuh oleh kampus tempatnya bekerja. Pada pertengahan 2014, ia pun ke Indonesia untuk belajar seni dan budaya di Universitas Negeri Semarang. Di mata Joshua yang juga aktivis dan peneliti, keunikan di Indonesia punya nilai yang lebih.

“Saya aktivis dan advokasi bidang pemahaman karena sumber dari segala konflik atau perpecahan adalah ketidakpahaman,” kata Joshua yang bergabung dengan sebuah lembaga penelitian di Filipina.

Joshua mencontohkan konflik agama di Filipina yang masih kerap terjadi. “Di Filipina selatan, mayoritas penduduk Muslim, sementara di wilayah utara mayoritas Kristen. Mereka masih sering bertika karena satu sama lain tidak memahami perbedaan.”

“Saya yakin jika kita tidak memahami sesuatu, maka kita tidak akan menghargainya. Sebagai contoh, di Filipina, orang Kristen tidak tahu soal Islam, begitu juga sebaliknya. Mereka akan berkonflik, membunuh satu sama lain. Tapi di Indonesia, berbeda. Di sini bagus,” kata Joshua memuji.

Joshua mengaku kagum dengan kerukunan antar agama di Indonesia. “Satu rumah, anggota keluarga berbeda agama, itu sudah biasa terlihat di Indonesia. Dan tidak ada masalah.”

Meneliti Indonesia

Dari kekaguman, Joshua melangkah lebih jauh. Ia lantas melakukan penelitian bekerja sama dengan berbagai sumber. “Dengan pemerintah, juga dengan LSM,” kata anak pertama dari pasangan Edwin Agpaoa dan Conazon Cachin Agpaoa.

Ia memfokuskan penelitian pada kehidupan Muslim Indonesia dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya. Mulai dari bagaimana mereka membangun keluarga, merawat dan menyekolahkan anak-anak mereka.

“Pengetahuan ini penting,” kata Joshua yakin,”karena bagi sebagian orang Filipina, mereka tahunya Muslim tidak hidup seperti orang lain. Mereka pikir, orang Muslim tidak sekolah.”

“Saya percaya, kalau mereka memahami budaya Musim, pandangan buruk mereka terhadap Islam akan terhapus. Bahwa Muslim bukan teroris atau membunuh mereka yang bukan Muslim,” jelas Joshua.

“Muslim juga manusia.”

Pandangan yang keliru di Filipina soal kehidupan Muslim ini didapat dari penilaian dari luar. “Muslim dianggap tidak menyekolahkan anak-anaknya, tapi malah mengirimkan ke training bagaimana mengangkat senjata.”

Di Filipina Selatan, kata Joshua, ada beberapa kelompok Muslim yang menjalani kehidupan layaknya Muslim di tanah air. “Tapi saya tidak berani melakukan penelitian di sana karena alasan keamanan.”

Nantinya, Joshua berniat mempublikasikan hasil penelitiannya di Indonesia ke beberapa media di Filipina.

“Saya ingin Filipina mencontoh toleransi beragama di Indonesia.”

Joshua siap juga untuk mempublikasikan penelitiannya dalam bentuk buku jika ada penyandang dana.

Joshua juga tengah membuat penelitian lain yaitu soal hukuman mati di Indonesia. Dia menyoroti peran sejarah, agama dan politik di balik pemberlakuan hukuman mati.

“Jika memang aturan hukuman mati ini sesuai sejarah di Indonesia, sesuai perintah kitab suci yang dianut di Indonesia, silakan dijalankan. Namun jika tidak, sepertinya Indonesia harus berpikir ulang,” begitu pandangan Joshua. Hasil penelitian soal ini akan dipresentasikan pada konferensi internasional di Bali, September mendatang.

Setelah tugas belajarnya selesai, penyuka soto dan tempe goreng ini berniat tetap berada di Indonesia. Ia sudah mengincar untuk melanjutkan program S3 Seni dan Desain di Bandung mengingat di Filipina belum ada kampus yang membuka program tersebut.

“Mahal ko ang Indonesia. Itu artinya ‘aku cinta Indonesia’ dalam bahasa Tagalog.”

Editor: Citra Dyah Prastuti

  • Toleransi
  • Filipina
  • toleransi beragama di Filipina
  • petatoleransi_09Jawa Tengah_biru

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!