HEADLINE

Kemenkumham Khawatir Memperketat Remisi Picu Kerusuhan di Penjara

"Pemerintah mengaku khawatir penolakan remisi narapidana koruptor memicu kerusuhan di penjara. "

Nur Azizah

Kemenkumham Khawatir Memperketat Remisi Picu Kerusuhan di Penjara
Plt Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP (kanan) didampingi Staf Ahli bidang Hak Asasi Manusia Menteri Hukum dan HAM Ma'mun (tengah), Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani (kiri

KBR, Jakarta - Pemerintah mengaku khawatir penolakan remisi narapidana koruptor memicu kerusuhan di penjara. Staf ahli Kementerian Hukum dan HAM, Ma'mun mengatakan, selain koruptor, narapidana lain yang juga potensial menjadi provokator kerusuhan adalah narapidana narkoba dan terorisme. Meski mengaku memiliki catatan kerusuhan tersebut, tapi dia enggan menjelaskan lebih rinci.

"Kasus kerusuhan, ketegangan di Lapas itu, kan, dilatarbelakangi salah satunya oleh orang orang yang enggak dapat remisi. Kasus korupsi itu orangnya sedikit, tapi dia kalau punya itikad jelek itu bisa menggoyahkan. Ada catatan? Di Tanjung Gusta di sana, kan air juga pemicu utama. (itu koruptor?) Narkoba. (Sudah ada belum catatan kemenkumham yang koruptor itu memicu adanya kerusuhan di Lapas?) Ada juga lah. Intinya di tiga kasus itu," kata Ma'mun di kantor ICW, Selasa (24/3).

Sebelumnya, pemerintah ngotot merevisi Peraturan Pemerintah nomer 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan. Pemerintah beralasan sejumlah persyaratan pemberian remisi dianggap sulit dilakukan. Pasalnya kewenangan lembaga kementerian itu sebatas melakukan pembinaan terhadap narapidana. Peraturan tersebut berkaitan dengan memperketat pemberian remisi terhadap narapidana korupsi, narkotiba, terorisme dan kejahatan hak asasi manusia berat.

Editor: Erric Permana 

  • remisi
  • koruptor
  • narapidana korupsi

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!