NASIONAL

Fenomena Amicus Curiae, Pakar: Putusan Pilpres Ada di Tangan Hakim MK

"Di beberapa peraturan perundang-undangan ada pernyataan yang bisa dimaknai sebagai amicus curiae."

Ardhi Ridwansyah

Fenomena Amicus Curiae, Pakar: Putusan Pilpres Ada di Tangan Hakim MK
Ilustrasi: Sidang di Mahkamah Konstitusi. Foto: KBR/Bambang Hari

KBR, Jakarta– Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Agus Riewanto menyebut amicus curiae (sahabat pengadilan) belum tentu dapat memengaruhi hasil putusan sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). Agus mengatakan, putusan nantinya tetap ada di tangan para hakim konstitusi.

“Amicus curiae itu tidak wajib menjadi pegangan hakim. Itu kan hanya pandangan yang mungkin bisa memberi pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Jadi apakah diterima atau tidak tergantung hakimnya, kita tidak bisa mendikte hakim bahwa ini harus diterima, itu tidak diterima karena ini, karena itu, sebab itu (amicus curiae) hanya pandangan, opini dari orang yang tidak terlibat langsung dalam proses peradilan pemilu kalau di MK,” kata Agus kepada KBR, Rabu, (17/4/2024).

Agus menambahkan, amicus curiae tidak secara eksplisit diatur dalam sistem hukum di Indonesia. Menurutnya, amicus curiae pada umumnya digunakan dalam praktik sistem negara anglo-saxon, sementara Indonesia negara berbasis civil law.

Aturan tentang Amicus Curiae

Namun, di beberapa peraturan perundang-undangan ada pernyataan yang bisa dimaknai sebagai amicus curiae, misalnya di Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi, “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

“Jadi kata ‘memahami, menggali, dan mengikuti nilai yang hidup di masyarakat’ maknanya adalah para pihak yang tidak terlibat langsung dalam proses peradilan bisa memberi pandangan opini mengenai sesuatu yang terkait pada kepentingan publik manakala utusan pengadilan itu berpengaruh pada kepentingan masyarakat,” ucap Agus.

Kemudian di Pasal 180 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dinyatakan “Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang bisa memberikan keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang bekerpentingan.”

“Nah, kata dapat diminta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan dapat dimaknai sebagai amicus curiae itu. Jadi, baik di dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman atau KUHAP meskipun tidak eksplisit menyebut amicus curiae, tapi amicus curiae itu bisa dimaknai memiliki kesamaan dengan istilah itu dalam sistem hukum Indonesia,” ucapnya.

Megawati Soekarnoputri

Sebelumnya berbagai pihak berbondong-bondong menjadi amicus curiae ke MK, satu pekan sebelum putusan sengketa Pilpres 2024 dibacakan. Salah satunya Ketua Umum PDIP sekaligus eks Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri.

Dokumen amicus curiae Megawati diserahkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto kepada MK, Selasa, (16/4/2024).

Hasto sempat membacakan dokumen amicus curiae Megawati,”Rakyat Indonesia tercinta, marilah kita berdoa, semoga ketuk palu Mahkamah Konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas,” ucapnya.

Baca juga:

Editor: Sindu

  • MK
  • Amicus Curiae
  • Pilpres 2024

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!