DARI POJOK MENTENG

Menulis untuk Telinga [6]

"Orang ingin mendengar berita tentang orang, sesuatu yang nyata, berdarah dan berdaging, bukan yang abstrak."

KBR68H

Menulis untuk Telinga [6]
Buku Menulis untuk Telinga, Mervin Block, penerbit KBR68H dan MDLF, penyunting Bambang Bujono, jurnalisme penyiaran

III. Tiga Puluh yang Dianjurkan


Sebenarnya cukup sudah “Sembilan Belas Kesalahan Fatal” dan “Lima Belas Kesalahan Ringan” menjadi pedoman menulis berita radio yang ringkas, tajam, dan kuat. Namun tak ada salahnya menyusun pedoman itu dari sisi lain: kalau ada yang tak boleh dilakukan, agar lengkap, perlu pula daftar yang dianjurkan dilakukan. Apa pun namanya ini pedoman, seperangkat alat pengingat, prinsip-prinsip, petunjuk, atau kaidah akan membantu jurnalis radio menulis dengan lebih baik dan pada

gilirannya akan membantu pendengar memperoleh informasi yang akurat, penting, bermanfaat.


1. Awal yang kuat—berarti setengah pekerjaan telah dilakukan.Pengantar berita menentukan keseluruhan. Lebih dari itu, kalimat pertama dari pengantar menentukan apakah pendengar akan tetap mendengarkan atau tidak. Bila kalimat awal ini buruk, ibarat Anda berlayar dengan kompas kecil yang rusak dantidak tepat: Anda akan tersasar, mungkin kandas di karang, atau tenggelam. Pedoman untuk ini silakan baca “Sembilan Belas Kesalahan Fatal” dan “Lima Belas Kesalahan Ringan”.


2. Baca dan pahami bahan naskah. Jika Anda tidak memahami bahan naskah, bagaimana Anda bisa menulis berita yang mudah dimengerti pendengar? Terlalu banyak penulis yang mengambil kata-kata atau frasa dari naskah sumber dan laporan reporter, lalu memasukkannya ke dalam naskah tanpa mengetahui artinya. Ketika kritik meluncur, jawaban sudah

tersedia: “Lo, begitulah yang disebutkan dalam laporan.”


3. Garis bawahi atau lingkari fakta-fakta kunci. Dengan menandai laporan reporter dan sumber lain, Anda dengan cepat bisa melihat yang penting, yang harus dimasukkan ke dalam naskah Anda, dan yang kurang atau tidak penting yang dapat diabaikan. Cara ini sangat membantu, agar Anda dapat meringkas yang penting dan menarik, membuang yang tidak perlu. Juga, cara ini mempermudah Anda mencek kembali data dan fakta: sesuaikah antara yang Anda tulis dan laporan reporter serta bahan lain itu.


Menandai hal-hal yang penting sejalan dengan kriteria layak berita. Karena itu seorang penulis mesti curiga bila ia tidak menemukan yang penting dalam sebuah atau lebih bahan berita. Jangan-jangan peristiwa yang diliput memang tak layak diberitakan. Buku Writing Broadcast News—Shorter, Sharper, Stronger menganjurkan Anda berpedoman pada rumusan layak berita menurut Melvon Mencher, penulis buku Basic News Writing. Mencher mengatakan, peristiwa layak diberitakan bila “berdampak pada banyak orang, merupakan peristiwa atau situasi luar biasa atau khusus, dan menyangkut pribadi yang dikenal luas atau orang-orang terkenal.” Nilai berita peristiwa itu akan bertambah bila ada unsur-unsur “konflik” dan “kehangatan”. Kriteria layak berita yang lain mengangkat “kehangatan” sebagai kriteria utama, karena berita basi bukan lagi berita.


4. Pikirkan sejenak sebelum menulis. Bahkan jika Anda sedang dikejar waktu, luangkan 30 detik untuk berpikir: sebenarnya ini berita tentang apa, bagian paling penting yang mana, dan bagaimana cara terbaik menuliskannya.


5. Menulislah seperti Anda bercakap-cakap. Menulis untuk radio itu suatu kompromi. Tidak ada orang yang benar-benar menulis sebagaimana ia bercakap-cakap, dan tak ada orang yang bercakap-cakap sebagaimana ia menulis untuk radio. Yang pasti, menulis untuk radio bukanlah menulis hanya untuk dibaca, melainkan menulis untuk kemudian dibacakan kepada pendengar. Dan pendengar tidak dapat membaca naskah Anda; mereka hanya dapat mendengarkan, itu pun tanpa dapat mengulangdengarkan ketika itu juga. Karena itu kunci pokok menulis untuk radio adalah membayangkan bahwa tulisan Anda akan didengarkan, bukan dibaca. Jadi, menulislah seolah Anda melakukan percakapan. Dengan kata lain, menulislah dengan bahasa sehari-hari, langsung ke pokok masalah, tidak berputar-putar, dan gunakan kata-kata yang kita pakai berbicara sehari-hari. Itulah yang memungkinkan pendengar menangkap berita Anda dari kata ke kalimat untuk kemudian menemukan keseluruhan cerita dengan mudah.


6. Gunakan kaidah penulisan berita radio. Jangan memakai bahasa surat kabar. Berita di surat kabar biasanya meringkas who, what, when, where, why, dan how pada paragraf pertama atau kedua. Menulis berita surat kabar berpedoman pada pola yang dinamakan piramida terbalik—menempatkan fakta menurut urutan kepentingan dari atas ke bawah. Jurnalis surat kabar membangun kebiasaan front loading (muat di muka): menempatkan seluruh bahan terbaik di muka.


Pola tersebut bukan semata untuk kepentingan pembaca, melainkan juga untuk kepraktisan penyuntingan. Pola ini untuk mengejar tenggat waktu: editor tak perlu pusing-pusing bila naskah kepanjangan— potong saja dari bawah, dari yang paling kurang penting, kurang penting, dan seterusnya. Teknik ini berakibat penulisan berita surat kabar makin menyimpang jauh dari cara orang berbicara. Tapi ini tak menjadi masalah bagi pembaca, yang dengan indera penglihatannya bisa menjelajahi seluruh lembar surat kabar dan memilih berita yang paling menarik baginya. Pembaca merdeka untuk membaca headline dan berita singkat dengan kecepatan yang ia kehendaki, mengulangbaca bila masih kurang mengerti, menyelesaikan membaca satu berita atau beralih ke judul yang lain sebelum selesai membaca yang pertama. Pembaca surat kabar pun dalam memahami teks dibantu judul, subjudul, foto, dan infografik—unsur-unsur yang tak dimiliki berita radio.


Sementara itu indera pendengar tak semerdeka indera penglihatan. Indera penglihatan aktif, sedangkan indra pendengar pasif, hanya menerima. Indera pendengar tergantung yang diperdengarkan, dan tidak bisa melakukan “mendengarkan dengan cepat” seperti yang bisa dilakukan oleh indera penglihatan, “membaca dengan cepat.” Itulah alasan bahwa naskah radio mesti sederhana, jelas, dan langsung.


Tentu saja, baik dan buruknya sebuah stasiun radio bukan karena para wartawannya mengikuti kaidah penulisan berita radio atau tidak, melainkan apakah tulisan mereka mencapai sasaran. Namun, penulis berpengalaman tahu, kaidah membantu berita sampai pada sasaran.


7. Yakinkan diri sendiri bahwa menulis secara sederhana itu mulia. Anda menulis berita untuk pendengar umum, yang terdiri dari berbagai tingkatan, kepentingan, latar belakang pengetahuan. Bayangkan Anda duduk berkeliling di meja makan dengan seorang editor, bankir, profesor, dan bercerita tentang kopi yang Anda nikmati. Anda mencoba menjelaskan kopi itu, sementara itu pelayan Anda menguping dari dapur. Berita radio yang ditulis dengan baik sama dengan penjelasan Anda tentang kopi itu yang bisa membuat pelayan Anda paham, juga membuat profesor, bankir, dan editor tersebut tertarik dan mengerti tanpa mereka merasa direndahkan.


8. Tahan diri dari pembukaan yang terlalu panjang lebar. Menulislah langsung menuju pokok persoalan. Kalimat pembuka yang panjang lebar dan menumpuk banyak informasi tak jarang kita dengar dari radio. Mungkin banyak penulis menganggap cara ini merupakan jalan pintas menyajikan berita dengan cepat dan lengkap. Tapi itu berbahaya: membuat pendengar bingung, kesulitan menghubungkan satu informasi

dengan yang lain.


Pembukaan yang panjang lebar bisa juga menunjukkan bahwa penulisnya tak bisa menentukan pokok persoalan meski sudah berulang kali membaca naskah sumber, sudah menandainya, sudah memikirkannya. Dengan kata lain ia lagi macet.


Jika hal seperti itu menimpa Anda, lupakan sejenak bahan-bahan itu. Lalu tulislah berita tersebut menurut yang Anda ingat. Anda mungkin tidak yakin mengenai yang Anda tulis itu. Tapi inilah salah satu cara menerobos kebuntuan pikiran. Tentu Anda harus mengulangbaca tulisan “apa adanya” itu, dan Anda akankaget: tiba-tiba menemukan yang ingin Anda beritakan, dan merombak total tulisan “apa adanya” tadi.


Mungkin Anda kehilangan waktu karena melakukan “asal tulis” yang harus ditulis-ulang tersebut. Untuk menebus kehilangan itu, cobalah menulis ulang dengan teknik seperti berikut. Bayangkan Anda menceritakan suatu peristiwa kepada seorang teman melalui telepon umum, dan kebetulan Anda kehabisan uang; atau lewat telepon genggam yang pulsa atau baterainya tinggal sedikit. Singkat kata, Anda harus berhemat. Karena itu Anda tidak akan berbicara panjang lebar, melantur ke segala hal, atau mengatakan lebih daripada yang perlu dikatakan. Anda tahu, yang diperlukan oleh teman Anda adalah masalah pokoknya. Anda akan menceritakannya secara terburu-buru, dan hanya menyinggung poin-poin yang penting. Tapi tentu saja Anda tidak akan mengatakan kepada teman itu seperti Anda membuat telegram atau menulis “pesan singkat” di telepon genggam.


Misalkan Anda menceritakan sebuah pompa bensin meledak tadi pagi, dan 50 orang menjadi korban. “Lima puluh orang terbunuh dalam ledakan sebuah pompa bensin di sudut perempatan terminal bus tadi pagi.” Anda tak akan mengatakan seperti itu karena ini bukan cara yang umum orang berbicara menyampaikan informasi untuk menarik perhatian. Ini mungkin membuat teman Anda kurang tertarik mendengarkannya. Anda ingin menekankan “50 orang terbunuh” akibat “ledakan pompa bensin”. Anda lupa, orang terbunuh sering terjadi, pompa bensin meledak relatif jarang. Yang seperti ini bisa lebih berkesan: “Pompa bensin di sudut terminal bus meledak tadi pagi, menewaskan 50 orang.” Kata sebuah tak diperlukan, kecuali yang meledak lebih dari satu. Kata meledak dan menewaskan lebih impresif daripada ledakan dan terbunuh. Menulislah langsung menuju pokok persoalan.


Setelah kalimat yang mudah dipahami dan menggugah rasa ingin tahu lebih lanjut itu, informasi apa pun yang berkaitan dengan peristiwa tersebut akan didengarkan oleh si teman tadi. Misalkan informasi sebab ledakan, identitas korban, tindakan polisi, jumlah kerugian dan sebagainya. Yang perlu diingat, sampaikan semua itu dengan ringkas, dengan kalimat tunggal, tidak berliku-liku sehingga cerita Anda tersampaikan lengkap sebelum uang, pulsa, atau baterai telepon selular Anda habis.


9. Sebutkan sumber berita sebelum menuliskan beritanya. Ini hal yang tak bisa ditawar bila berita tersebut tak bisa dikonfirmasikan, namun karena berita itu dianggap begitu “penting” maka disiarkan juga. Misalnya, sebuah radio menyiarkan tentang masih hidupnya pelaku skandal tambang emas Busang yang diduga bunuh diri sekian lama lalu. Berita ini dimuat surat kabar Singapura, dan radio itu tak bisa mengonfirmasi berita tersebut.


Menurut Straits Times, istri Michael Guzman mengatakan pernah ditelepon suaminya dari Jakarta enam minggu setelah suaminya

dinyatakan tewas bunuh diri pada 1997. Ketika itu Guzman diberitakan meloncat ke luar dari helikopter yang terbang di atas hutan Kalimantan; mayatnya ditemukan di belukar, dikoyak-koyak binatang.


Pendengar sejak awal sudah tahu bahwa radio tersebut tak berhasil mengonfirmasi berita itu. Terserah kepada pendengar untuk tetap menyimak berita itu karena menganggapnya penting, atau beralih ke gelombang lain karena ia tak suka mendengarkan berita dari sumber kedua. Apa pun reaksi pendengar, kredibilitas radio itu terjaga— pendengar tak merasa ditipu dengan trick pemberitaan. Bandingkan bila sumber berita baru disebutkan di kalimat kedua, apalagi ketiga.


Istri Michael Guzman menyatakan pernah ditelepon suaminya dari Jakarta enam minggu setelah suaminya dinyatakan tewas bunuh diri pada 1997. Delapan tahun lalu Guzman diberitakan meloncat ke luar dari helikopter yang terbang di atas hutan Kalimantan; mayatnya ditemukan di belukar dikoyak-koyak binatang liar. Demikian menurut Straits Times


Nilai kedua berita radio ini tak berubah: sekadar memberitakan kembali tanpa konfirmasi. Namun cara menulis berita versi kedua mengecewakan pendengar: ternyata berita ini sekadar mengutip dari media lain. Antusias pendengar turun bukan karena isi beritanya, melainkan karena radio ini melakukan trick sengaja atau tidak. Alhasil, sumber dahulu pendapatan, sumber kemudian tak berguna.


10. Usahakan subyek dekat dengan predikat. Semakin dekat predikat dengan subyek, semakin mudah pendengar mengikuti berita Anda. Pegangan untuk ini tiada lain selalulah membuat kalimat tunggal: subyek-predikat-obyek. Hal ini sudah disebutkan pada bab sebelumnya, tapi penting untuk selalu diingat. Ini cara menghindari godaan menjelaskan subyek dengan menyisipkan anak kalimat. Penjelasan itu berisiko memperlambat informasi sampai ke pendengar. Lebih daripada itu, kalimat beranak itu bisa membuat kesal pendengar karena terpaksa mencari-cari hubungan subyek dan predikat. Kalimat tunggal juga untuk menghindari pemakaian koma. Terutama pada kalimat pembuka, koma memperlambat sampainya informasi ke pendengar.


Namun kadangkala kalimat tunggal sebagai pembuka berita dirasa kurang cukup. Hal ini masih bisa ditoleransi sejauh subyek tetap dekat dengan predikat. Artinya, anak kalimat yang bisa ditoleransi adalah anak kalimat yang menerangkan obyek. Pada suatu hari terdengar siaran berita dari KBR68H.


Isu politik uang mulai membayangi pasangan Syaukani HR - Syamsuri Aspar yang merupakan calon bupati Kutai Kertanegara, yang mengantongi perolehan suara paling banyak versi penghitungan manual dan penghitungan cepat atau quickcount National Democratic Institute atau NDI.


Kalimat panjang tersebut masih bisa ditoleransi karena yang pokok jelas tersampaikan (“Isu politik uang membayangi Syaukani HR-Syamsuri Aspar”). Sedangkan anak kalimat di belakangnya merupakan keterangan obyek. Seandainya Syaukani- Syamsiar dijadikan subyek, anak kalimat tersebut akan menjadi keterangan subyek, dan subyek menjadi berjauhan dengan predikat:


Pasangan Syaukani HR-Syamsuri Aspar yang merupakan calon bupati Kutai Kertanegara, yang mengantongi perolehan suara paling banyak versi penghitungan manual dan penghitungan cepat atau quickcount National Democratic Institute atau NDI mulai dibayangi isu politik uang.


Memerlukan konsentrasi lebih untuk memahami kalimat kedua ini. Bisa-bisa pendengar menangkap bahwa NDI yang dibayangi politik uang.


Namun kalimat pertama, apalagi kedua, tetap saja kurang cocok untuk berita radio yang seharusnya lebih ringkas, tajam, dan kuat. Lebih baik kalimat tersebut dijadikan dua kalimat atau lebih:


Isu politik uang mulai membayangi pasangan Syaukani HR - Syamsuri Aspar. Maklum, salah satu calon bupati dan wakil bupati Kutai Kertanagara itu mengantongi suara paling banyak versi penghitungan manual. Pun, menurut versi penghitungan cepat NDI, pasangan itu unggul.


Atau,


Pasangan Syaukani HRSyamsuri Aspar mulai dibayangi isu politik uang. Maklum, salah satu calon pasangan bupati dan wakil bupati Kutai Kertanagara itu mengantongi suara paling banyak versi penghitungan manual. Pun, menurut versi penghitungan cepat NDI, pasangan itu unggul.


11. Kalimat dengan satu gagasan lebih mudah dan cepat ditangkap pendengar. Pendengar tak melihat naskah Anda, dan mereka tak mungkin membacanya ketika itu juga. Karena itu berita yang tidak berbelit-belit, disampaikan dengan kalimat sederhana, membantu pendengar lebih cepat dan mudah memahaminya. Pendengar radio lazimnya mendengarkan secara sambil lalu, sambil melakukan hal-hal lain. 


Sejak berdiri dua pekan pasca musibah gempa dan gelombang tsunami, posko Pemulihan Hubungan Keluarga Palang Merah Indonesia, PMI dan Komite Internasional Palang Merah, ICRC di Banda Aceh kerap dikunjungi para pencari anggota keluarga yang hilang akibat musibah gempa dan tsunami akhir tahun lalu. 


Setidaknya tiga hal yang hendak disampaikan pembuka berita ini. Mereka yang mencari keluarga yang hilang; berdirinya posko pemulihan hubungan keluarga; serta musibah gempa dan tsunami. Lebih baik alinea pembuka ini disunting menjadi dua kalimat aktif.


Dua pekan setelah musibah gempa dan gelombang tsunami, PMI dan ICRC mendirikan Posko Pemulihan Hubungan Keluarga di Banda Aceh. Sejak itu mereka yang kehilangan anggota keluarga akibat musibah di akhir tahun lalu itu mencarinya ke posko tersebut.


12. Gunakan kata-kata pendek dan kalimat ringkas. Berpikirlah sederhana. Kata-kata yang paling banyak digunakan dalam percakapan biasanya pendek-pendek. Kita ingin ibu-ibu di rumah yang sedang memasak, bapak-bapak yang lagi menyopir, mereka yang sedang memikirkan berbagai masalah, mereka yang mungkin berada di tengah keramaian terminal bus, mudah dan cepat menangkap siaran berita Anda. Untuk itu berita radio mesti ringkas, tak berbelit-belit, dan menggunakan kata-kata pendek seperti ketika kita bercakap-cakap sehari-hari. Kita tak biasa bicara, “Apakah kamu sudah makan?”, melainkan “Kamu sudah makan?”; bahkan lebih ringkas lagi, “Sudah makan?” Atau, “Agar supaya engkau nanti selamat tak kurang suatu apa, berdoalah”, tapi cukup, “Agar kau selamat, berdoalah”.


Tentu saja menulis kalimat persis seperti yang kita omongkan kalau kita bercakap-cakap berkemungkinan tak jelas artinya. Bahasa lisan seringkali merupakan kalimat tak lengkap. “Sudah makan?” tanpa subyek. “Dia saja,” tak menyertakan predikat. Jadi, selain membayangkan

seperti bercakap-cakap, ketika Anda menulis berita radio ingat selalu membuat kalimat lengkap— dan sedapat mungkin tunggal: subyek-predikat-obyek.


13. Gunakan kata-kata yang dikenal dalam kombinasi yang dikenal. Menggunakan kata-kata yang dikenal saja belum cukup. Kita harus menggunakannya dengan cara yang biasa kita dengar dalam percakapan. Seorang penyiar belum lama ini mengatakan, “Konferensi Tingkat Tinggi Darurat Tsunami di Jakarta berjalan bak kontes kemurahan hati.” Tak ada masalah sebenarnya dengan kalimat ini. Cuma “kontes kemurahan hati” terasa tak lazim, karena “kontes” biasanya dihubungkan dengan kecantikan atau ternak. Ketaklaziman memperlambat sampainya informasi ke pendengar. (Lihat juga Bab 2).


14. Manusiawikan naskah Anda. Tulislah tentang orang, bukan sesuatu yang abstrak, misalnya, warga masyarakat, data statistik, kelompok, kondisi atau situasi dan semacamnya. Orang lebih nyata, mudah dibayangkan, dibandingkan dengan warga masyarakat. Angka kelahiran dan kematian itu abstrak, lebih baik menggantinya dengan bayi yang lahir dan orang yang meninggal.


Angka kelahiran di Jawa Barat tahun lalu menurun setelah semua desa berlistrik.” Lebih baik, “Jumlah bayi yang lahir di Jawa Barat tahun lalu menurun setelah semua desa berlistrik.” Siaran pers Jasa Marga menyatakan, “Angka kematian akibat kecelakaan lalu-lintas di jalan tol tahun ini meningkat 25%.” Lebih mudah melekat di kepala bila kalimat itu diubah, “Korban meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas di jalan tol tahun ini meningkat 25%.”


Orang ingin mendengar berita tentang orang, sesuatu yang nyata, berdarah dan berdaging, bukan yang abstrak.


Selanjutnya 15. Aktifkan naskah Anda

Baca juga:

Menulis untuk Telinga 1 

Menulis untuk Telinga 2 

Menulis untuk Telinga 3

Menulis untuk Telinga 4

Menulis untuk Telinga 5 

Menulis untuk Telinga 6 

Menulis untuk Telinga 7 

Menulis untuk Telinga 8 

Menulis untuk Telinga 9 

Menulis untuk Telinga 10 

Menulis untuk Telinga 11 

Menulis untuk Telinga 12  

  • Buku Menulis untuk Telinga
  • Mervin Block
  • penerbit KBR68H dan MDLF
  • penyunting Bambang Bujono
  • jurnalisme penyiaran
  • menulisuntuktelinga

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!