BERITA

Penggeledahan Anggota Harus Izin Kapolri, Ini Klarifikasi Tito

""Kepada anggota-anggota, kalau dipanggil atau berurusan dengan hukum atau lain-lain, mereka memberitahu kepada atasannya masing-masing. ""

Ria Apriyani, Randyka Wijaya

Penggeledahan Anggota Harus Izin Kapolri, Ini Klarifikasi Tito
Kapolri Tito Karnavian. (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian menegaskan tidak ada maksud   menghambat proses hukum yang dijalankan kepada anggotanya. Ini terkait surat  edaran Kapolri yang ditembuskan kepada Inspektorat Pengawasan Umum yang mengatakan pemeriksaan terhadap anggota kepolisian dan penggeledahan harus atas izin Kapolri.

Ia berdalih bahwa surat tersebut  untuk internal kepolisian.


"Kepada anggota-anggota, kalau dipanggil atau berurusan dengan hukum atau lain-lain, mereka memberitahu kepada atasannya masing-masing. Di tingkat Mabes Polri, Kapolri cq Propam. Di tingkat Polda cq Kabid Propam masing-masing," kata Tito, Senin (19/12).


Dia beralasan selama ini kepolisian kerap tidak mengetahui kasus yang menjerat anggotanya. Penerbitan surat ini menurut dia hanya dalam rangka komunikasi internal kepolisian. Dia memastikan surat itu tidak akan menghambat jalannya proses hukum.


"Sehingga ketika pimpinan ditanya ya mereka paham dan bisa memberikan pendampingan karena mereka anggota Polri dalam rangka tugasnya mungkin. Maka mereka akan diberikan bantuan hukum juga. Itu maksudnya."


Tito membantah jika surat tersebut mengharuskan KPK atau lembaga penegak hukum lainnya meminta izin kepada Kapolri untuk memeriksa anggotanya. Menurut dia, anggota yang diperiksa hanya harus melapor ke atasannya.

Tunduk Pada UU

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tunduk kepada aturan yang berlaku terkait penggeledahan, pemeriksaan dan penyitaan dalam penegakkan hukum. Aturan itu tercantum di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU KPK serta KUHAP.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan dalam KUHAP penggeledahan atas seizin Ketua Pengadilan.


"KPK tetap melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan hukum acara yang berlaku. Kita tunduk pada KUHAP dan secara khusus kita tunduk pada UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK. Yang kita ketahui peraturan terkait izin adalah jika di KUHAP itu diatur saat penggeledahan itu di Ketua Pengadilan, bahkan saat penyitaan KPK tidak membutuhkan izin dari Ketua Pengadilan," kata Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Senin (19/12/2016).


Meski begitu, KPK masih belum menerima surat telegram dari Kepolisian tersebut. Febri menuturkan, surat itu ditujukan bagi internal polri dan terdapat perubahan redaksional.

"Namun kami bersyukur Kapolri sudah menyampaikan bahwa surat itu bersifat internal saja dan sebenarnya ada perubahan redaksional yang sebenarnya bukan izin tapi sifatnya koordinasi di internal. Nah itu yang memang diharapkan ada kesepahaman bagi sesama penegak hukum di lapangan bahwa memang kewenangan-kewenangan penegak hukum dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku," tutup Febri. 

Cabut Surat Edaran Kapolri

LSM antikorupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kapolri Tito Karnavian untuk mencabut surat telegram yang menyatakan pemeriksaan,  penggeledahan dan penyitaan yang berkaitan dengan polisi harus seizin Kapolri. Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter mengatakan surat telegram tersebut berpotensi menghalangi penegakkan hukum.

"Kalau memang nanti ini diterapkan, ini bisa berpotensi dipahami sebagai obstruction of justice atau upaya untuk menghalang-halangi proses hukum terutama kalau berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Hal itu bisa saja dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor soal adanya upaya menghalang-halangi proses hukum. Artinya begini, tidak serta merta disebut begitu, tapi ini bisa diartikan seperti itu potensinya ada," kata Lalola Easter di kantor ICW Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016).


Kata dia, surat telegram tersebut bisa berpotensi memperpanjang proses penegakkan hukum. ICW menilai aturan penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan telah diatur secara jelas dalam KUHAP.


Misalnya, penggeledahan dan penyitaan bisa dilakukan selama mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Sementara, pemanggilan dapat dilakukan selama ada surat panggilan yang sah dengan jangka waktu yang wajar.


Menurut Lalola, polisi hanya cukup meminta pemberitahuan dari penegak hukum lain bukan izin Kapolri.


"Bahwa pemberitahuan itu tidak sama dengan meminta izin, kalau meminta izin ini ada hubungan yang subordinat. Ini jadi seolah-olah kepolisian itu posisinya lebih tinggi dibandingkan penegak hukum lain, bahkan termasuk pengadilan,"pungkas Lalola.


ICW menilai surat telegram itu memunculkan kesan arogansi Kepolisian. Ini dinilai akan menurunkan citra polisi di mata publik setelah sempat meningkat saat menindaklanjuti dugaan korupsi anggotanya, yakni AKBP Brotoseno.


ICW juga mempersoalkan surat telegram KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM  yang dikeluarkan 14 Desember lalu, atas tandatangan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Idham Azis bukan Kapolri. Surat tersebut ditujukan kepada seluruh Kapolda dan kepolisian di tingkat bawah.


Selain itu, ICW juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk meminta klarifikasi kepada Kapolri terkait adanya surat telegram tersebut. Kata ICW, surat telegram yang tidak pro pemberantasan korupsi itu, dikhawatirkan menular ke lembaga lain seperti TNI, DPR, DPD, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konstitusi (MK) atau lembaga negara lain.

Editor: Rony Sitanggang

  • telegram kapolri KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM
  • Kapolri Tito Karnavian
  • Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW
  • Lalola Easter

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!