BERITA

Belum Ada Bukti Kaitkan Teroris Purwakarta dengan Kelompok Bekasi dan Tangsel

"Yang pasti sama-sama berafiliasi dengan ISIS"

Gilang Ramadhan dan Dian Kurniati

Belum Ada Bukti Kaitkan Teroris Purwakarta dengan Kelompok Bekasi dan Tangsel
Juru bicara Rikwanto (kiri) didampingi Analis Kebijakan Madya Divhumas Polri Kombes Pol Sulistyo Pudjo Hartono (kanan) menunjukkan surat wasiat terduka teroris saat memberikan keterangan pers penangka


KBR, Jakarta- Kepolisian belum menemukan keterkaitan antara empat terduga teroris yang ditangkap di Purwakarta dengan kelompok teroris Bekasi dan Tangerang Selatan. Juru bicara Polri, Rikwanto, menduga kelompok teroris Purwakarta ini merupakan sel yang terputus dari jaringan Bahrun Naim.

"Mereka ini menamakan diri Jemaah Ansharu Daulah (JAD). Tentang hubungan langsung dengan Bahrun Naim masih diperdalam, namun afiliasinya dengan ISIS sudah jelas," kata Rikwanto di Mabes Polri, Senin (26/12/16).


Rikwanto mengatakan, kelompok teroris Purwakarta dipastikan tergabung dalam jaringan Jamaah Ansharu Daulah (JAD) pimpinan Aman Abdurrahman. Kepolisian menduga anggota kelompok JAD ini tersebar hampir di seluruh daerah Indonesia. Namun Rikwanto tidak bisa merinci nama-nama daerahnya. "Pasti akan ada selalu rekrutmen baru teroris-teroris ini," ujar Rikwanto.


Kepolisian memperkirakan masih ada kelompok-kelompok yang berencana mengganggu kegiatan Natal dan tahun baru 2017. Rikwanto menyebut pada teroris menargetkan polisi untuk diserang. "Targetnya kantor-kantor polisi khususnya polisi di lapangan," tambahnya.


Tak Akan Cabut Kewarganegaraan Teroris

Sementara itu pemerintah menyatakan tak berencana mencabut status kewarganegaraan untuk WNI yang terlibat dalam kelompok terorisme. Wacana itu muncul setelah parlemen memasukkannya dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.


Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Freddy Harris mengatakan, pencabutan kewarganegaraan itu bertentangan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia. Kata dia, para anggota kelompok terorisme itu lebih layak mendapat hukuman berat dibanding kehilangan kewarganegaraannya.


"Ya jangan dong. Jadi lucu saja. Mereka kan tidak paham, tetapi tiba-tiba kita hilangkan haknya. Kita juga jangan menjadi latahan. Di Amerika banyak radilakisme, tetapi bukan berarti mereka langsung kehilangan kewarganegaraannya. Pendekatan yang cukup, karena BNPT sebenarnya kan sudah punya deradikalisasi. Saya lebih mengarah sana. Tidak tahu kalau orang lain punya pendekatan konsep lain. Karena kalau saya lihat, begitu psikologisnya," kata Freddy kepada KBR, Senin (26/12/16).


Freddy mengatakan, konsep deradikalisasi yang saat ini digunakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sudah cukup untuk menangani orang yang terbukti menjadi anggota kelompok teroris. Beleid yang tertuang dalam pasal 12B ayat 4 sampai 6 itu RUU Terorisme itu dinilai Freddy cenderung timpang dan melanggar hak asasi manusia.


Dalam revisi UU Terorisme itu dijelaskan kriteria orang yang mendapat pencabutan kewarganegaraan adalah apabila terbukti, di antaranya yang memberikan, mengikuti, menyelenggarakan pelatihan militer baik dalam dan luar negeri. Selain itu, orang yang terbukti mengumpulkan, menyebarluaskan dokumen pelatihan juga termasuk orang yang akan dicabut kewarganegaraan.

Editor: Dimas Rizky 

  • teroris Purwakarta
  • teroris Bekasi
  • terduga teroris tangsel
  • teroris

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!