BERITA

Kelompok Miskin Indonesia Juara Perokok

"Mirisnya, mayoritas perokok berasal dari warga miskin, mereka lebih memilih menggunakan uang mereka untuk membeli rokok, dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan gizi, kesehatan dan bahkan pendidikan"

Eka Lestari

Kelompok Miskin Indonesia Juara Perokok

KBR, Jakarta – Sekitar 70 juta orang menghisap rokok setiap hari, menjadikan Indonesia sebagai juara perokok sedunia. Hal ini disampaikan oleh Prof. Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dalam diskusi “Ruang Publik” yang digelar KBR pada Rabu (27/09) di Oria Hotel, Menteng, Jakarta Pusat.  Mirisnya, mayoritas perokok berasal dari warga miskin, mereka lebih memilih menggunakan uang mereka untuk membeli rokok, dibandingkan untuk memenuhi kebutuhan gizi, kesehatan dan bahkan pendidikan keluarga mereka. 

Dita Sari, seorang Ibu rumah tangga berhasil membuktikan betapa besarnya pengeluaran keluarga untuk membeli rokok. Ia dan suaminya mengumpulkan uang yang biasa digunakan suaminya untuk membeli rokok sebesar Rp. 20.000,00 selama satu setengah tahun. Mereka berhasil mengumpulkan uang sebesar 11,6 juta rupiah dan menggunakannya untuk membeli motor baru.

"Banyak yang WA atau mengirimkan pesan kepada saya dan bilang bahwa mereka (para isteri)  juga ikutan menabung dari uang pembelian rokok, bahkan ada yang menabung dalam galon," ujar Dita.

Kepala Unit Komunikasi Dan Pengelolaan Pengetahuan TNP2K, Ruddy Gobel mengatakan beban untuk rokok pada keluarga terutama keluarga miskin cukup besar.  “Pengeluaran per kapita keluarga miskin di daerah perkotaan adalah sekitar Rp. 380.000. Pengeluaran terbesar adalah untuk beras sekitar 20%, sedangkan pengeluaran rumah tangga terbesar kedua yaitu sebesar 11,7% digunakan untuk rokok,” ujarnya.

Setelah Keluarga Miskin, Selanjutnya Anak-anak

Selain keluarga miskin karena keterbatasan akses informasi dan pengetahuan, Ruddy mengatakan konsumen yang dituju oleh industri rokok selanjutnya  adalah anak-anak. “Jumlah perokok baru prevalensinya paling tinggi di kelompok umur 15-19 tahun dan bahkan 10-14 tahun,” tambah Ruddy. Maka, saran Ruddy, upaya untuk mengurangi konsumen rokok harus dimulai sejak kecil, dengan memberi doktrin bahwa rokok merupakan hal yang tidak bagus dan bukanlah hal yang hebat, sebagaimana dicitrakan dalam iklan-iklan industri ini.

Editor: Paul M Nuh 

  • ctfk
  • rokok
  • melawan rokok
  • industri rokok

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!