BERITA

Kapolri Tito: Kami Evaluasi Sendiri Penanganan Terorisme

"Sebelumnya Komnas HAM bentuk tim evaluasi penanganan terorisme"

Rio Tuasikal

Kapolri Tito: Kami Evaluasi Sendiri Penanganan Terorisme
Ilustrasi



KBR, Jakarta– Kapolri Tito Karnavian enggan menanggapi Tim Evaluasi Penanganan Terorisme yang dibentuk Komnas HAM pekan lalu.

Tito mengatakan, evaluasi itu telah dilakukan di internal kepolisian. Selain itu, penanganan terorisme di Indonesia menurut dia menuai pujian.

"Saya kira selama ini kami sudah melakukan evaluasi penanganan terorisme, dan apresiasi cukup banyak mengenai penanganan terorisme di negara kita," jelasnya kepada wartawan di PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (18/7/2016).

"Kita kan menggunakan law enforcement strategy. Menggunakan penegakkan hukum," tambahnya.

Tito menjabat sebagai Kepala Badan Penanggulangan dan Pemberantasan Terorisme (BNPT) sejak Maret 2016 sebelum ditunjuk jadi Kapolri. Dia juga pernah jadi Kepala Densus 88 sejak November 2009 hingga Oktober 2010.

Dia menambahkan, penanganan terorisme di Indonesia juga sudah bersih dari masalah anggaran. Kata dia, dua lembaga yang mengurus terorisme yakni Densus 88 dan BNPT telah diaudit oleh BPK dengan hasil wajar tanpa pengecualian. "Dan tidak ada anggaran-anggaran dari luar negeri yang disampaikan," ujarnya lagi.

Jumat lalu, Komnas HAM resmi membentuk Tim Evaluasi Pemberantasan Terorisme. Tim ini beranggotakan 13 orang dan akan mengevaluasi penanggulangan terorisme oleh BNPT dan Densus 88. Komnas HAM menekankan bahwa penanangan terorisme harus tetap menjunjung prinsip-prinsip universal hak asasi manusia.

Tim ini dibentuk 4 bulan usai terduga teroris Siyono ditangkap dan ditemukan mati dengan luka lebam. Dua personil Densus 88 yang membawa Siyono dihukum karena melanggar etik.

Editor: Dimas Rizky

  • Kapolri
  • Komnas HAM
  • tim evaluasi penanganan terorisme

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!