BERITA

Peringati Hari Perempuan Internasional, Alasan Larangan Aksi Depan Istana

""Itu tanda bahwa ruang aspirasi kami dibatasi. Hari ini kita melihat bagaimana pemerintah tidak menjalankan kewajibannya untuk menjamin hak-hak konstitusional kita,""

Ria Apriyani

Peringati Hari Perempuan Internasional,  Alasan Larangan Aksi Depan Istana
Masa dari Komite Perjuangan Perempuan (KPP) melakukan aksi di depan gedung DPRD Yogyakarta, DI Yogyakarta, Rabu (8/3). (Foto: Antara)


KBR, Jakarta- Ratusan aktivis yang hendak peringatan Hari Perempuan Internasional dilarang aksi di depan Istana Negara. Alasannya, Istana sedang menerima tamu kenegaraan dari Australia.

Koordinator Program Solidaritas Perempuan, Nisa Yura, mengecam sikap pemerintah yang menolak aspirasi mereka. Menurutnya, pemerintah telah gagal menjamin hak konstitusi mereka terpenuhi.


"Saya sebenarnya melihat ini bukan hari ini saja, tetapi beberapa aksi. Sebenarnya dimulai ketika ruang kita aksi di depan Istana digeser. Itu tanda bahwa ruang aspirasi kami dibatasi. Hari ini kita melihat bagaimana pemerintah tidak menjalankan kewajibannya untuk menjamin hak-hak konstitusional kita," kata Nisa, Rabu (8/3).


Semula, aksi direncanakan dimulai dari depan Gedung Bawaslu sampai  depan Istana Negara. Namun saat sudah berkumpul di depan Bawaslu, massa menerima kabar bahwa aksi hanya boleh sampai kawasan Patung Kuda. 


Nisa menyesalkan hal tersebut. Pasalnya, mereka sudah menekankan berulangkali kepada aparat kepolisian bahwa aksi akan dilakukan secara damai.


"Itu dikorbankan hanya karena kunjungan pemerintah. Padahal kita sama-sama tahu bahwa ini adalah aksi damai, aksi yang tidak mengganggu ketertiban, dan tanpa kekerasan."


Mereka menuntut pemerintah menuntaskan sederet masalah gender mulai dari kekerasan terhadap buruh migran hingga konflik lahan yang disebut merampas hak kelola perempuan.


Eca dari Sanggar Waria Remaja menuntut aparat hukum menghapuskan diskriminasi terhadap waria. Dia mengungkap di beberapa kasus, polisi kerap mengabaikan laporan dari waria.


"Kasusnya teman aku. Kasusnya yang kemarin pembunuhan itu sampai sekarang enggak diusut tuntas. Dianggap sepele aja. Kita kalau buat laporan selalu enggak ditanggapin dianggapnya biasa-biasa aja. Karena dia pikir ah waria ini," ujar Eca saat aksi peringatan Hari Perempuan Internasional, Rabu(8/3).


Tahun 2015 silam, Muhammad Safrizal alias Shella Aprilia ditemukan tewas dengan luka tusuk. Hingga saat ini, pelakunya belum ditemukan.


Eca menyatakan diskriminasi dan intimidasi masih terjadi terhadap transgender. Sederet kasus kekerasan seksual terhadap waria menurut Eca dibiarkan menggantung tanpa penyelesaian.


Selain diskriminasi gender yang dilakukan aparat, sejumlah aktivis lain juga menyuarakan masalah yang dihadapinya. Di antaranya masalah buruh migran.


Santi, dari Serikat Buruh Migran Indonesia(SBMI) belum lama ini jadi korban penipuan agen sponsor tenaga kerja. Dia dijanjikan akan bekerja sebagai pelayan di Macau. Namun, sponsornya kemudian justru menelantarkan dia di Macau dan membawa kabur uang USD 12 ribu.


"Saya ditelantarkan begitu saja. Yang memulangkan akhirnya dari SBMI dan KJRI," tutur Santi.


Secara umum, ada 11 tuntutan yang diserukan massa aksi hari ini. Pertama, agar peran politik perempuan lebih diakui. Kemudian, mereka juga menuntut pengakuan yang sama terhadap kerja perempuan terkait upah dan penghargaan, penghapusan perda diskriminatif, menghapuskan hukuman mati, diskriminasi, dan pilihan politik perempuan di wilayah konflik.


Selain sederet masalah gender tadi, isu lingkungan pun kencang digaungkan. Perempuan Kendeng, korban reklamasi, dan korban gusuran proyek Kertajati ikut menuntut penyelesaian konflik yang kini tengah mereka hadapi.


Hari ini, ratusan massa turun ke jalan. Mereka menuntut pemerintah menyelesaikan sederet ketimpangam gender yang masih terjadi. Aksi ini tidak hanya diikuti aktivis perempuan, tetapi juga laki-laki dan transgender. Aksi tak hanya berlangsung di ibu kota negara, tapi juga berlangsung di daerah lain.


Editor: Rony Sitanggang

  • hari perempuan internasional 2017
  • Koordinator Program Solidaritas Perempuan
  • Nisa Yura
  • Eca dari Sanggar Waria Remaja

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!